HUKUM BEKERJA SEBAGAI PNS



Temanku nanya hukum bekerja dan menerima gaji bagaimna? Kan Gaji dari berbagai macam pajak.
Ustadz saya mau keluar dari PNS karena gajinya haram. Ada saran untuk saya ?
Jawaban
Sebelum kita membahas lebih jauh, perlu kita pahami beberapa poin-point penting masalah pekerjaan berikut ini.
1.      Islam menganjurkan agar umatnya bekerja. Bahkan dalam beberapa kasus, meninggalkan pekerjaan yg menyebabkan tersia-sianya kewajiban adalah dosa lagi tercela.
Anjuran bekerja dalam islam bisa kita temukan dalam hadits-hadits berikut ini :
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
“Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik daripada makanan dari hasil tangannya sendiri, dan Nabiyullah Daud makan dari hasil pekerjaannya sendiri.”(HR Bukhari)
            Nabi shalallahu’alaihi wassalam juga pernah ditanya, “Pekerjaan apakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Pekerjaan seseorang yang dilakukan dengan tangannya sendiri dan setiap perdagangan yang baik.” 

2.      Semua pekerjaan asalnya halal /boleh, berdasarkan kaidah yang ma’fum : Asal dalam muamalat adalah boleh dan halal, sampai ada dalil yang mengharamkannya.
            Apabila kita membaca sejarah kehidupan para salaf, niscaya akan kita dapati bahwa mereka berbeda-beda pekerjaannya. Ada yang menjadi pedagang, petani, tukang kayu, tukang besi, tukang sepatu, penjahit baju, pembuat roti, pengembala, buruh, dan seabrek pekerjaan lainnya. Bahkan para Nabi dan Rasulpun memiliki beberapa profesi pekerjaan.
3.      Dalam Islam pekerjaan dibagi menjadi 2 bagian besar,  (1) Pekerjaan yg haram : mencuri, merampok, jadi dukun, rentenir dll. (2) Pekerjaan yg halal/mubah : bertani, berdagang, buruh dan masih banyak contoh yg lain.

Bagaimana bekerja sebagai PNS ?
Bekerja sebagai PNS tak ubahnya dengan bekerja pada umumnya. Tinggal dibagi dua :
 Pertama, apabila pekerjaan tersebut tidak ada kaitannya dengan perkara-perkara haram, maka hukumnya boleh, bahkan bisa jadi dianjurkan.
Kedua, jika dia berada dibagian yang diharamkan seperti yang mengurusi riba, mengelola perjudian, perzinahan atau di departeman yg memerangi umat Islam, maka hukumnya tentu saja haram.
Lalu bagaimana nasib gaji  yang dari PNS dari pajak, sedangkan pajak ada yang dipungut dari sumber-sumber yang buruk seperti diskotik, perjudian, bahkan pelacuran ? Itu jelas haramnya.
Sebenarnya pertanyaan kritis seperti itu wajar saja, menggunakan akal untuk memahami agama bukanlah perkara tercela, justru dianjurkan. Tapi yang harus kita ingat harus berkaidah dan terarah, bukan sekedar bukan akal-akalan.
            Sebelum membuat logika fiqih, sebaiknya kita belajar yang benar masalah usul fiqih. Agar tidak main ketuk palu dan berfatwa secara dadakan. Karena hukum syar’i itu dibangun diatas aqidah dan kaidah. Menyimpulkan hukum hanya dengan modal analisa akal adalah kekeliruan yang fatal. Jadi penyanyi atau pelawak dadakan mungkin lumrah. Tapi jadi mufti dadakan ? Bisa berantakan agama.
Karena kalau pakai logika akal juga, harus adil dan fair, jangan hanya PNS yang dijadikan pesakitan.
Logikanya, Kalau uang negara divonis hukumnya haram, maka semua yang dilakukan negara juga haram. Yang dapat imbasnya seharusnya bukan hanya PNS, tapi juga semua aktivitas apapun yg didanai dan difasilitasi oleh negara.
Terpikirkah oleh kita bila memang logika itu yang digunakan, maka listrik itu haram kita gunakan, karena listrik itu dibiayai negara lewat PLN. Artinya, semua lampu di negara ini haram, karena listriknya dibiayai negara.
Dan bukan hanya lampu yang haram, tetapi mesin cuci, setrika, TV, radio, komputer, kulkas, tape, VCD, kamera, telepon, hp, faksimile, microwave, mesin potong rumput, sampai pemanas air juga tidak boleh digunakan. Karena semua hanya bisa hidup kalau pakai listrik. Dan listrik di negeri ini masih disuplai PLN. Padahal PLN disubsidi dari uang negara.
Kita tidak bisa membayangkan sebuah negara tanpa listrik. Anda tidak bisa mengirim pertanyaan ke situs konsultasi agama seperti era muslim, hidayatullah.com, konsultasislam.com, rumahfiqih.com, dan situs keislaman lainnya tidak akan bisa bila tanpa listrik bukan?
 Bahkan group Subulana ini sudah seharusnya ditutup diskusidan kajiannya, karena provider  dan layanan jaringannya juga didanai dan ada andil pemerintah.

Pada akhirnya jika masih tinggal di Indonesia, mungkin satu-satunya solusi agar selamat dari bekerja yang haram akhirnya tinggal dihutan belantara, berprofesi ala tarzan. Karena kalau kita tetap hidup di tengah masyarakat, lalu memilih jalan matipun kita masih ke bawa-bawa haramnya negara, karena pengadaan ambulan dan TPU juga dari Negara juga.
Kalau sudah begini, ujung -ujungnya kita harus merenungkan. Yang salah apanya, koq semua jadi susah dan sempit (baca haram) ? Padahal keluasaan rahmat, kemudahan syariat,  Allah bentangkan  untuk hamba-hambaNya. Tentu yang harus kita benahi adalah alur logika yang kita hadirkan. Yang ternyata bukan hanya bertentangan dengan dalil-dalil agama, tapi juga dengan logika itu sendiri.
  Yang benar bagaimana ?
Kalaulah pemerintah memungut pajak dari tempat-tempat yang haram, maka yang haram adalah perilaku memberi izin dan membiarkan tempat -tempat maksiat tersebut. Bukan uangnya.
Sama kasusnya kalau seseorang yang berjual beli dengan kita ? Ketika anda menjual hape, emas dan perkakas,atau tempe, ternyata  si pembeli sering simpan pinjam di lembaga ribawi, pertanyaannya, apakah uang yang dipakai membayar hape atau barang kita jadi haram ? Tentu tidak bukan.
Demikianlah, Dalam Islam tidak dikenal dosa turunan dan haram turunan. Kalau toh kita menolak rezeki yang kita duga kuat ada unsur keharaman di dalamnya, paling boleh kita menolak karena urusan berhati -hati, dan ini bukan area fiqih lagi, tapi area zuhud. Karena bukan area fiqih, hukum statusnya bukan tentang halal haram. Tapi masalah rasa dan Taqwa.
Kalau kita mencoba mengharamkan hanya karena perkara rasa hati. Maka kita terkena ancaman Allah :
“Dan janganlah kamu mengucapkan dusta yang disebutkan oleh lidah lidah kamu, ini halal dan ini haram, untuk kamu ada adakan dusta atas nama Allah; sesungguhnya orang orang yang mengada adakan dusta atas nama Allah tidak akan beruntung. Itu hanyalah kesenangan yang sedikit, tetapi bagi mereka ada azab yang pedih.” (QS. an Nahl 116-117)
Kesimpulan
Bekerja sebagai PNS tak ubahnya seperti  profesi yang lain. Asalnya halal, sampai ada perkara yang menyebabkan keharamannya.
 Wallahu a'lam

0 comments

Post a Comment