Ustadz, apakah perintah orang tua untuk menceraikan istri
harus dipatuhi ? Sebagaimana ada dalam riwayat Ibnu Umar ?
Saya mau bertanya tentang kepatuhan
suami kepada ibunya, Insyaa Allah kita paham surga istri ada pada suami, surga
suami ada pada ibunya. Ada sebuah kasus pernikahan, ortu
menyerahkan kepada anak lelakinya, setelah menikah ibu laki-laki meminta agar anaknya
menceraikan istrinya, sebelum meminta menceraikan istrinya, ibunya memfitnah
istrinya tersebut, padahal setahu saya dan tetangga istrinya baik, lembut,
solehah, dan tetangga juga tahu perangai ibu lelakinya yg memang kurang baik.
Pertanyaannya apakah permintaan
ibunya harus di turuti, atau tidak? Satu sisi Ibu adalah surga untuk anak
laki-laki, 1 sisi perintah ibunya sangat berat.
Jawaban :
Kewajiban taat dan berbakti kepada orang tua adalah hal
yang sudah ma’fum dan termasuk perkara penting dalam syariat agama ini. Sebagaimana
firman Allah ta’ala:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“ Dan sembahlah Allah jangan
menyekutukan-Nya dan berbuat baik kepada orang tua.” (Qs. An Nisa
:36)
Namun ketatan
kepada makhluk seperti kepada pemimpin dan orang tua sekalipun tentu ada
batasannya. Yakni bukan dalam rangka maksiat kepada Allah. Sebagaimana yang
disebutkan dalam sebuah hadits riwayat Bukhari Muslim:
إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي المَعْرُوفِ
“Ketaatan hanyalah
pada hal yang berkaitan dengan kebaikan.”
Dengan demikian tidak boleh mentaati selain Allah
dalam perkara yang mengandung unsur pelanggaran. Ketika orang tua memerintahkan
kepada sesuatu yang baik semisal untuk pergi belajar, bekerja, mengerjakan
shalat, memenuhi hajat mereka dan lainnya wajib hukumnya kita mentaati. Tapi bila
perintahnya untuk mencuri, menipu dan kejahatan lainnya maka haram untuk
dipatuhi.
Yang jadi pertanyaan ; Apakah perintah orang tua untuk menceraikan istri bagi seorang anak wajib
ditaati ? apakah dia perintah yang
berisi kemaksiatan atau tidak ? Berikut penjelasannya.
Hukum mentaati orang tua yang memerintahkan untuk
menceraikan istri
Permasalahan
ini perlu dipilah terlebih dahulu secara jelas, apa dan bagaimana motivasi
orang tua menyuruh anak laki-lakinya menceraikan istrinya. Yang mana secara
umum terbagi menjadi dua berikut ini :
Pertama, karena ada sebab yang dibenarkan. Semisal sang
istri adalah wanita nakal yang perilakunya tidak baik. Yang mana susah
diperbaiki dan banyak kemudharatannya. Maka, di sini suami wajib mentaati
perintah orang tuanya untuk menceraikan istrinya. Seperti dalam kasus di mana
Umar bin Khattab memerintahkan putranya Abdullah bin Umar agar menceraikan
istrinya.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَال: كَانَتْ تَحْتِي امْرَأَةٌ أُحِبُّهَا، وَكَانَ أَبِي يَكْرَهُهَا، فَأَمَرَنِي أَنْ أُطَلِّقَهَا، فَأَبَيْتُ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَال: يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ طَلِّقِ امْرَأَتَكَ
"Abdullah bin
Umar berkata: Aku punya istri yang aku
cintai akan tetapi ayahku tidak menyukainya. Ayah memerintahkan agar aku
menceraikannya tapi aku tidak mau. Kemudian aku laporkan hal itu ke Rasulullah.
Nabi berkata: "Wahai Ibnu Umar, ceraikan istrimu." (HR. Tirmidzi)
Kedua, tanpa
kejelasan sebab. Mayoritas ulama berpendapat bila tanpa alasan syar’i seorang
bapak atau ibu meminta anaknya untuk menceraikan istrinya maka tidak boleh
ditaati.[1]
Ada seseorang
bertanya kepada Imam Ahmad, “Apakah boleh menceraikan istri karena kedua orang
tua menyuruh untuk menceraikannya ?” beliau menjawab, “Jangan kamu ceraikan”.
Orang tersebut bertanya lagi, “Tetapi bukankah Umar pernah menyuruh sang anak
menceraikan istrinya ?” Kata Imam Ahmad, “Boleh kamu taati orang tuamu, jika
bapakmu sama dengan Umar, karena Umar memutuskan sesuatu tidak dengan hawa
nafsunya.”[2]
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah ketika ditanya tentang seseorang yang sudah mempunyai istri dan
anak kemudian ibunya tidak suka kepada istri dan mengisyaratkan agar menceraikannya,
Syaikhul Islam berkata, “Tidak boleh dia mentalaq istrinya karena mengikuti
perintah ibunya. Menceraikan istri tidak termasuk berbakti kepada Ibu.”[3]
Terkait kasus yang ditanyakan
Sebelum
mengambil sikap atas sebuah permasalahan, sebagai seorang muslim kita
diperintahkan untuk mengolah data dengan lengkap terlebih dahulu. Jangan hanya
mendengar hanya dari satu pihak. Tapi mintalah keterangan dari berbagai sumber
yang bisa membantu mendudukkan permasahan dengan baik. Bisa juga dengan langsung
menanyakan dan mendiskusikan hal ini dengan sang ibu dan juga si istri. jika
merasa tidak mampu, mintalah seorang ulama yang faqih sebagai penengah atau
penasehat. Dan pastilah Allah akan membimbing kita dan memberikan solusi
terbaik. Sebagaimana disebutkan dalam hadits :
مَا
تَشَاوَرَ قَوْمٌ إِلَّا هَدَاهُمُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ لِأَرْشَدَ أُمُورِهِمْ
“Tiada suatu kaum saling bermusyawarah kecuali Allah memberikan petunjuk yang paling tepat bagi urusan mereka.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)
Bila ternyata
sumber masalahnya ada pada si ibu, maka si suami tentu tidak boleh menurutinya.
Namun berbuat baik dengan orang tua harus selalu terjaga apapun kondisinya. Terlebih si istri ia harus terus
berusaha untuk meluluhkan hati mertuanya, sambil berikhtiar seraya terus
memohon pertolongan kepada Allah agar masalah ini diudahkan.
Dan bila
ternyata sumber masalahnya ada pada istri, tentu perceraian bukan satu-satunya
solusi. Jika memang masih bisa dibimbing dan diarahkan, tentu sebisa mungkin dipertahankan.
Namun jika tidak bisa, maka cerai adalah solusi terakhir.
Wallahu a’lam.
0 comments
Post a Comment