Tanggapan ini
bukan untuk mengkoreksi apalagi menyerang fatwa MUI yang membolehkan kredit
emas, tapi lebih sebagai jawaban atas sebagian analisa yang sepintas menyudutkan
fatwa ulama 4 mazhab yang mengharamkan segala bentuk kredit emas. Seakan-akan
fatwa MUI adalah yang lebih pas (benar) sedangkan fatwa ulama mazhab sudah
tidak sesuai dengan kasus kekinian, dimana emas tidak digunakan sebagai mata
uang.[1]
1.
Emas walaupun pada saat ini
bukanlah sebagai alat tukar/ mata uang tapi sejatinya emas dan dinar adalah
barang yang memiliki kekuatan membeli (purchasing power). Belum lagi kenyataan (klaim) meskipun tidak terlalu nyata bahwa uang kertas yang beredar saat ini adalah 'perwakilan' atau jaminan dari emas yang dicadangkan oleh suatu negara.
Emas adalah
universal trandabel goods artinya dibanding dengan uang kertas rupiah, maka
emas dimanapun masih bisa diterima dengan baik dibanding rupiah. Ketika kita berada di negara bekas Sovyet atau
dipedalaman afrika, lalu kita hendak membeli barang sedangkan di tangan hanya ada
rupiah dan emas, maka dipastikan penjual akan memilih menerima emas dibanding
rupiah.
2.
Emas diciptakan bukan
karena dimanfaatkan wujudnya. Kita membeli beras tujuannya adalah untuk dimanfaatkan
sebagai makanan, begitu juga kurma, garam, anggur. Berbeda dengan emas dan
perak yang diciptakan sebagai alat ukur kekayaan dan sebagai alat tukar karena
keunikan yang dimilikinya.
3.
Pendapat Ibnu Taimiyah –
kalau toh bisa dijadikan perwakilan dari pendapat mazhab Hanabilah - tidak bisa
dijadikan acuan dalam pengambilan hukum atas bolehnya murabahah emas, karena
apa yg difatwakan beliau adalah pada konteks membeli perhiasan dari emas.
Sedangkan yang dalam kasus ini yang dimaksud adalah emas batangan, bukan
perhiasan semisal cincin, kalung dan
gelang. Kecuali kalau ada di antara kita yang menggunakan dinar dan emas
batangan sebagai perhiasan ( Mungkin sebagai bandul kalung ya ?)
4.
Pendapat para ulama dari
mazhab Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah dan Hanabilah lebih jelas dalilnya,
bersesuaian dengan realita dan lebih universal dan lebih kuat untuk diikuti,
terlebih manhaj Subulana adalah merujuk pendapat-pendapat mereka. Namun disaat
yang sama, kita tetap menghargai fatwa MUI dalam permasalahan ini, tanpa memaksakan kehendak pendapat yang kita
ikuti apalagi sampai mencela dan melecehkan.
Wallahu a’lam.
[1]
Dalam Fatwa MUI no 77 tahun 2010 tetap mengakui bahwa pendapat mayoritas ulama
(tepatnya pendapat resmi ulama 4 mazhab) mengharamkan segala praktek jual beli
emas secara kredit.
0 comments
Post a Comment