FADHILAH SAHUR



Bapak Ustadz, mohon disebutkan tentang fadhilah makan sahur. Karena keluarga saya paling susah diajak makan sahur. Semoga dengan adanya penjelasan pak ustadz membuat mereka tidak malas lagi.
 
Jawaban
Sahur berasal dari kata sahar, yang artinya akhir malam, atau waktu menjelang subuh. Lawan katanya ialah ashil, akhir siang. Adapun secara istilah Sahur adalah segala sesuatu yang dikonsumsi pada waktu sahur, baik itu berupa makanan, susu, tepung (dan sebagainya).[1]
Perintah agar orang yang berpuasa tidak meninggalkan sahur
Banyak riwayat dari hadits nabawi yang menyebutkan bahwa Nabi shalallahu’alaihi wassalam sangat menganjurkan umatnya untuk makan sahur ketika mengerjakan puasa, diantaranya adalah :
مَنْ أَرَادَ أَنْ يَصُوْمَ فَليَتَسَحَّرْبِشَيْءٍ
“Barangsiapa yang mau berpuasa hendaklah sahur dengan sesuatu.” (HR. Ibn Abi Syaibah dan  al-Bazzar)
Dalam riwayat lain, Rasulullah shalallahu’alaihi wasslam juga bersabda,
تَسَحَّرُوافَإِنَّ فِي السَّحُوْرِ بَرَكَةٌ

“Makan sahurlah kalian karena dalam sahur ada barakah.” (HR. Bukhâri dan Muslim)
 Hukum Makan Sahur
Ulama bersepakat bahwa hukum makan sahur bagi orang yang akan berpuasa adalah sunnah bukan wajib. Tidak ada perbedaan pendapat mengenai hal ini. Imam Ibnul Mundzir berkata dalam Al-Isyraf, “Umat islam telah ijma’ bahwa sahur itu dianjurkan lagi disunnahkan, tidak ada dosa bagi yang meninggalkannya.”[2]

Ibnu Qudamah rahimahullah juga berkata tentang hukum sunnah bagi sahur, “Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam masalah ini.”[3]
Al-Imam Nawawi rahimahullah berkata : “Para ulama telah bersepakat tentang sunnahnya makan sahur dan ia bukan suatu kewajiban.”[4]

Demikian pula al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah menukilkan dalam kitab beliau mengenai ijma’ ulama atas kesunnahan makan sahur.[5]

Fadhilah makan sahur

Berikut ini diantara fadhilah dan manfaat makan sahur ketika berpuasa.
1.   Sahur mengandung berkah
السَّحُوْرُ أَكْلَةُ بَرَكَةٍ
“Sahur adalah makanan yang barakah.” (HR. Ahmad)
إِنَّ اللَّهَ جَعَلَ الْبَرَكَةَ فِي السَّحُوْرِ وَالْكَيْلِ
 Sesungguhnya Allah menjadikan keberkahan dalam sahur dan literan.” (HR. Bukhari)
Dalam hadits lain disebutkan :“Makan sahurlah kalian karena dalam sahur ada barakah.” (HR. Bukhâri dan Muslim)
Makan sahur itu mengandung keberkahan, disebabkan karena ia adalah sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam yang mulia. Diantara keberkahannya akan menguatkan orang yang puasa, menambah semangat orang untuk terus berpuasa dan amal shalih lainnya, mencegah akhlak yang buruk yang timbul karena pengaruh lapar dan sebagainya.[6]
2.   Allah dan malaikatnya bershalawat pada orang yang bersahur
Mungkin, karunia terbesar dari sahur adalah ketika Allah ta’ala bershalawat kepada orang-orang yang bersahur. Begitu pula malaikatNya memohon ampunan untuk mereka, memintakan limpahan karunia-Nya.
Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam sebuah hadits, dari Abu Sa’id al Khudari, Rasulullah bersabda shalallahu’alaihi wasslam :
فَلاَ تَدَعُوْهُ، وَلَوْأَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ، فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَمَلاَ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِيْنَ
“Sahur adalah makanan yang barakah, janganlah kalian tinggalkan walaupun hanya meminum seteguk air karena Allah dan Malaikat-Nya memberi sahalawat kepada orang-orang yang sahur.” (HR. Ahmad)
3.   Menyelisihi puasa ahli kitab
Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam bersabda :
فَصْلٌ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَ صِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ
“Yang membedakan antara puasa kami (orang-orang muslim) dengan puasa ahli kitab adalah makan sahur.” (HR. Muslim)
Sarafuddin Ath-Thiibi berkata: “Sahur adalah pembeda antara puasa kita dengan puasa Ahli Kitab, karena Allah ta’ala telah membolehkan kita sesuatu yang Allah haramkan bagi mereka, dan penyelisihan kita terhadap ahli kitab dalam masalah ini merupakan nikmat yang harus disyukuri.”[7]

Demikian sekelumit penjelasan kami tentang fadhilah (keutamaan) bersahur, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.



[1]Lisanul Arab (4/350).
[2] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (24/270)
[3] Al Mughni (3/54).
[4] Syarh Shahih Muslim, (7/207).
[5] Fath al-Bari (3/139).
[6] Sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam kitabnya Fathul Bari (4/166).
[7] Syarhuth-Thiibi, (5/1584).

0 comments

Post a Comment