HADITS TIDURNYA ORANG BERPUASA IBADAH



Ustadz saya ingin bertanya tentang kedudukan hadits yang menyebutkn bahwasanya tidurnya orang berpuasa itu ibadah.

Jawaban

Yang ditanyakan adalah hadits berikut ini :

نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ ، وَصَمْتُهُ تَسْبِيحٌ ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ
“Tidurnya orang puasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, doanya terkabulkan dan amalannya dilipat gandakan.”
Takhij Hadits :
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (8/462-464), Alauddin Ali
bin Hassam dalam Kanzul Ummal (8/443), dan Imam Ghazali dalam Ihya Ulumuddin(1/242).
Derajat Hadits :
Hadits ini derajatnya lemah sekali (dhaif jiddan), Sebagian ulama mengatakan sebaga hadits palsu.[1] Sebab kedha’ifannya karena di dalamnya ada 3 perawi yang dilemahkan bahkan dituduh pendusta hadits, yakni Perawi-perawi tersebut adalah Ma’ruf bin Hisan, Sulaiman bin Amr an-Nakh’i, dan Abdul Malik bin Umair.
1.    Ma’ruf ibn Hassan
Al Baihaqi yang meriwayatkan hadits ini mengatakan : “Telah diketahui bahwa Ma’ruf bin Hassan adalah seorang perawi yang lemah.”[2]
Ibnu Ady mengatakan tentangnya: “Seorang yang mungkarul hadits.”[3]
2. Sulaiman bin 'Amr an Nakha’i
Al Baihaqi mengatakan: “Sulaiman bin ‘Amr An Nakha’i lebih lemah darinya (Ma’ruf bin Hasan.”
Berkata Al Hafizh Al ‘Iraqy: “Sulaiman bin ‘Amr An Nakha’i adalah seorang yang suka berdusta.”[4]
Yahya bin Ma’in menyatakan : “Ia dikenal sebagai seorang yang memalsukan hadits.”
Al Bukhari menyatakan: “Ia seorang perawi yang matruk, Qutaibah dan Ishaq menuduhnya sebagai seorang tukang dusta.”[5]
3. Abdul Malik bin Umair.
Berkata Al Munawi : “Adz Dzahaby menyebutkannya di dalam kitab Adh Dhu’afa, berkata Ahmad: “Ia seorang yang mudhtharibul hadits”, berkata Ibnu Ma’in: “Mukhtalath (dalam periwayatan sering tercampur-campur)”, berkata Abu Hatim: “Bukan seorang yang penghapal hadits.[6]
Komentar ulama tentang hadits ini
Pakar Hadits Indonesia Prof. KH Musthafa Ali Ya’qub mengomentari hadits ini :Tentang hadits ini Pertama, hadis tersebut palsu (maudhu’) karena dalam sanad hadis tersebut terdapat perawi bermasalah bernama Sulaiman bin ‘Amr. Kedua, orang berpuasa memang mendapatkan pahala, tapi bukan karena tidurnya. Ketiga, hadis palsu tersebut melegitimasi orang yang berpuasa bermalas-malasan dalam beraktifitas, apalagi saat bulan Ramadan.”[7]

Kesimpulan
Perkataan diatas tidak boleh dinisbahkan kepada Nabi shalallahu’alaihi wassalam karena termasuk hadits yang tidak sah dari beliau. Dan Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam mengingatkan :
إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ ، مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Sesungguhnya berbohong kepadaku tidak seperti berbohong kepada orang lain. Barangsiapa yang berbohong kepadaku dengan sengaja, maka disediakan baginya tempat di neraka.” (Mutafaqqun ‘alaih)

Wallahu a’lam.



[1] Para Ulama yang melemahkan hadits ini: Al ‘Iraqy di dalam kitab Takhrij Ahadits Al Ihya’, no. 723, Al Baihaqy di dalam kitab Syu’ab Al Iman, no. 3654, Al Munawy di dalam kitab Faidh Al Qadir, no. 9293, As Suyuthy di dalam kitab Al Jami’ Ash Shagir, hal. 188.
[2] Syu’ab Al Iman, no. 3654.
[3] Lisan Al Mizan li Ibnu Hajar Al ‘Asqalani, no. 7829.
[4] Takhrij Al Ihya, no. 723.
[5] Lisan Al Mizan, no. 3633.
[6] Faidhul Qadir (6/290).
[7] Hadis-hadis Bermasalah, oleh Prof. KH. Ali Mustafa Yaqub, M.A., Penerbit Pustaka Firdaus, 2003

0 comments

Post a Comment