HAIDH TIDAK TERATUR BAGAIMANA MENGHITUNGNYA ?


 

Ustadz, saya sering mengalami haidh yang tidak teratur. Beberapa hari keluar lalu tertenti lalu keluar lagi. Bagaimana cara menghitung /menetapkan batasan suci dan saat haidhnya ? Apakah itu termasuk istihadhah ? Mohon penjelasan dalam mazhab Syafi’iyyah saja. Syukron.

Jawaban
Umumnya wanita memiliki siklus haidh atau bisa memperkirakan waktu datangnya tamu bulanan ini, ada yang biasa mengalami haid 6 hari atau bahkan kurang, ada yang terbiasa 7 hari, 8 hari, atau mungkin 10 hari di setiap bulannya.
Namun selain adanya wanita yang memiliki siklus haidh yang teratur, tidak sedikit pula yang mengalami siklus haidh yang tidak teratur, atau yang tadinya stabil tiba-tiba teracak tidak beraturan karena sebab tertentu, misalnya karena penyakit, habis melahirkan, atau sedang memakai alat kontrasepsi.
Tentu akan sulit membedakan masa suci dari masa haidh dalam kondisi tersebut. Apalagi bila keluarnya darah begitu cendrung sering, akan susah menentukan mana mana darah yang dihukumi haidh dan mana yang istihadhah. Perkara ini sangat penting untuk diketahui oleh para wanita, karena haidh berkaitan erat dengan sekian permasalahan syariat semisal kewajiban shalat, puasa dan lainnya. Mari kita simak penjelasannya.

Pandangan asy Syafi’iyyah tentang batas masa haidh dan suci
Masa datangnya haidh yaitu ketika keluarnya darah pada kemaluan wanita, sedangkan masa suci ditandai dengan keringnya darah dan adanya air yang berwarna putih pada akhir masa haidh.[1] Dan dua masa tersebut (haidh dan suci) masing-masing memiliki batas minimal dan maksimal. Berikut uraiannya.
A.    Masa Haidh
 Dalam pandangan mazhab Asy Syafi’iyyah masa minimal haidh adalah 1 hari 1 malam dan paling banyak (maksimal) 15 hari. Sehingga adanya darah yang putus nyambung saat keluarnya dihukumi darah haidh apabila darah tidak melebihi batas maksimal 15 hari. Jika melebihi 15 hari, ‘kelebihannya’ tersebut dihukumi darah penyakit (istihadhah).[2]
B.      Masa Suci
 Sedangkan masa suci minimalnya adalah 15 hari , dan tidak memiliki batas maksimal kecuali telah keluarnya darah. Maka darah yang keluar dalam rentang masa suci 15 hari dihukumi sebagai darah penyakit.[3]
Contoh –contoh
Untuk memahami penjelasan diatas, mari kita simak contoh-contoh berikut ini :

Contoh 1.
Si A  keluar darahnya pada tanggal 1-4, kemudian darah tidak keluar di tanggal 5-7, lalu darah keluar lagi di tanggal 8-15, maka dari tanggal 1 hingga tanggal 15 dianggap seluruhnya dalam keadaan haid. 

Contoh 2.
 Si B  keluar darah pada tanggal 1-4, kemudian darah  tidak keluar di tanggal 5-7, lalu darah keluar lagi di tanggal 8-16, maka dari tanggal 1 hingga tanggal 15 dianggap haidh, sedangkan tanggal 16 dia wajib mandi.

Contoh 3.
Si C memiliki masa suci dari tanggal 16 sampai 30 (15 hari). Pada tanggal 16  sampai 30 beberapa kali keluar darah, maka darah-darah tersebut dihukumi istihadhah (penyakit), bukan haidh.

Contoh 4.
Si D keluar darah pada hari Senin pukul 07.00- 08.00 diwaktu yang bukan masa sucinya (15 hari),  saat itu dia wajib berhenti dari shalat,  tapi sampai 09.00 di hari Selasa darahnya tidak keluar lagi maka ia wajib mandi dan mengerjakan shalat. Karena darah yang keluar kurang dari 1 hari dihukumi sebagai darah penyakit, bukan haidh.

Contoh 5
Si E keluar darah pada hari Senin pukul 07.00- 08.00 diwaktu yang bukan masa sucinya (15 hari),  saat itu dia wajib berhenti dari shalat,  tapi sampai 09.00 di hari Selasa darahnya tidak keluar lagi maka ia wajib mandi. Pukul 12.00 darahnya keluar lagi, maka ia menunggu sampai maksimal pukul 12 di hari Rabu, jika darah tidak keluar maka dia mandi wajib, jika ada keluar maka terhitung haidh. Demikian sampai maksimal 15 hari. Semua dhitung sebagai Hari siklus Haidh.

Hukum shalat dan puasanya
Disaat darah terhenti dalam kurun waktu 24 jam, maka wajib bagi seorang muslimah untuk mandi dan mengerjakan kewajiban agama seperti shalat dan puasa seperti biasa. Lalu bagaimana bila ternyata shalat dan puasa yang dikerjakan tersebut ternyata masih dalam rentang waktu haidh ? Karena ternyata kemudian ada darah yang keluar lagi ?
Semisal si A darahnya keluar pada tanggal 1 –sampai tanggal 4 pada pukul 12 malam,  setelah itu darah tidak keluar sampai tanggal 5 pukul 12 malam. Maka ia wajib mandi untuk shubuhnya dan wajib berpuasa. Ternyata tanggal 7 misalnya darah keluar lagi, maka dihukumi terhitung dari tanggal 1 – 7 sebagai waktu haidh. Maka Puasa yang ia kerjakan tidak sah dan wajib untuk di Qadha nantinya sedangkan shalatnya tidak.

Demikian. Wallahu a’lam.


[1] Bidayatul Mujtahid (1/52).
[2] Raudhatut Thalibin (1/134), Mughni al-Muhtaj  (1/119)

[3]Subulus Salam, (1/100)

0 comments

Post a Comment