Ustadz apa
hukum dari muslimah beriktikaf di masjid ? dan apakah harus menggunakan hijab
yang memisahkan dari jama’ah laki-laki ?
Jawaban
Mayoritas Ulama
berpendapat bahwa hukum wanita muslimah beriktikaf di masjid adalah sunnah
sebagaimana kesunnahan bagi kaum laki-laki.
Sedangkan sebagian ulama berpendapat hukumnya makruh tanzih.[1]
A. Kalangan
yang memakruhkan
Pendapat yang memakruhkan ini dipegang oleh kalangan Hanafiyyah[2],
dalilnya adalah sebuah riwayat dari Aisyah radhiallahu‘anha yang menerangkan bahwa
Nabi Shallallahu’alaihi
wassallam pernah memerintahkan untuk
melepas kemah-kemah istrinya ketika mereka hendak beri’tikaf bersama beliau.
Dan beliau mengatakan,
لَوْ أَدْرَكَ رَسُولُ اللَّهِ مَا أَحْدَثَ النِّسَاءُ لَمَنَعَهُنَّ كَمَا مُنِعَتْ نِسَاءُ بَنِى إِسْرَائِيلَ
“Seandainya Rasulullah mengetahui apa kondisi wanita saat ini tentu beliau akan melarang mereka (untuk keluar menuju masjid) sebagaimana Allah telah melarang wanita Bani Israil.” (Mutafaqqun ‘alaih)
Mazhab ini berpendapat bahwa wanita lebih
baiknya beriktikaf di tempat shalat yang ada di rumahnya. Salah seorang
ulama mazhab al Hanafiyyah Imam al-Zaila’iy berkata : “(Imam an-Nasafi rahimahullah) mengatakan
seorang wanita beri’tikaf di masjid rumahnya; karena memang itu adalah tempat
shalat baginya, maka sah saja beri’tikaf di dalam masjid rumah tersebut. Akan
tetapi jika wanita itu beri’tikaf di masjid jami’ itu juga boleh, akan tetapi
yang pertama (I’tikaf di masjid rumah) lebih afdhal. Dan masjid desanya lebih
baik dibanding masjid kotanya.[3]
B.
Kalangan yang mensunnahkan
Jumhur ulama mazhab dari Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah berpendapat
bahwa sunnah hukumnya bagi para wanita untuk beri’tikaf di masjid. Dalil yang
mendukung pendapat ini adalah :
1. Keumuman firman Allah ta’ala dalam surah Ali Imran ayat 37
كُلَّمَا
دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ
“Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di
mihrab…”
2. Hadits Bukari –Muslim dari ‘Aisyah
Radhiyallahu ‘Anha :
أَنَّ
النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَعْتَكِفُ العَشْرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ
رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ الله تَعَالَى، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ
بَعْدِه
Sesungguhnya Nabi shalallahu’alaihi wassallam telah
melakukan i’tikaf di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan hingga Allah mewafatkan
beliau, kemudian istri-istri beliau pun melakukan i’tikaf sepeninggal beliau.”
3. Hadits Shahih Al Bukhari dari jalur Yahya bin Sa’id bin Amrah, dari Aisyah,
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَادَ أَنْ يَعْتَكِفَ فَلَمَّا
انْصَرَفَ إِلَى الْمَكَانِ الَّذِي أَرَادَ أَنْ يَعْتَكِفَ إِذَا أَخْبِيَةٌ
خِبَاءُ عَائِشَةَ وَخِبَاءُ حَفْصَةَ وَخِبَاءُ زَيْنَبَ
“Bahwasanya Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam
hendak beri’tikaf. Maka ketika beliau beranjak ke tempat yang hendak dijadikan
beri’tikaf, di sana sudah ada beberapa kemah, yaitu kemah Aisyah, kemah
Hafshah, dan kemah Zainab.”
Selain
menetapkan kesunnahan kesunnahan bagi muslimah beri’tikaf di masjid, jumhur
juga berpendapat bahwa I’tikafnya wanita dirumahnya tidaklah sah. Hal ini
didasarkan kepada adanya riwayat dari Ibn
Abbas radhiyallahu’anhu yang menyatakan bahwa tidak ada I’tikaf kecuali
di masjid sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dalam al-Sunan
al-Kubro (4/316):
إِنَّ
أَبْغَضَ الأُمُورِ إِلَى اللَّهِ الْبِدَعُ ، وَإِنَّ مِنَ الْبِدَعِ
الاِعْتِكَافَ فِى الْمَسَاجِدِ الَّتِى فِى الدُّورِ.
“Perkara yang
paling dibenci Allah adalah bid’ah, dan termasuk bid’ah adalah beri’tikaf di
masjid yang ada di rumah.”
Kesimpulan
Jumhur ulama berpandapat bahwa disunnahkan bagi wanita
untuk I’tikaf di masjid dan tidak sah beri’tikaf di rumahnya.
Apakah
disyaratkan harus ada hijabnya ?
Hukumnya hijab tidak wajib atau syarat sah I’tikaf bagi wanita. Adanya hiba
adalah kesunnahan sebagimana yang dijelaskan oleh Syaikh Wahbah
Az-Zuhaili :
وإذا اعتكفت المرأة في المسجد، استحب
لها أن تستتر بشيء؛ لأن أزواج النبي صلّى الله عليه وسلم لما أردن الاعتكاف أمرن
بأبنيتهن، فضربن في المسجد، ولأن المسجد يحضره الرجال، وخير لهم وللنساء ألا
يرونهن ولا يرينهم.
“Jika perempuan i’tikaf di masjid, dianjurkan dia
membuat penutup dengan sesuatu, karena para istri Nabi shallallahu’alaihi
wassallam ketika hendak i’tikaf, Beliau memerintahkan mereka untuk menjaga
diri, lalu mereka mendirikan kemah di masjid, karena masjid dihadiri kaum
laki-laki, dan itu lebih baik bagi mereka (kaum laki-laki) dan bagi wanita,
sehingga kaum laki-laki tidak melihat mereka dan sebaliknya.”[4]
Demikian.
Wallahu a’lam.
0 comments
Post a Comment