Saya seorang
pegawai yang digaji untuk bekerja 8 jam sehari, jam 7.00 - 16.00 ; istirahat
jam 12 - 13.00. Ketika masuk waktu Dzuhur nggak masalah karena jam istirahat. Tapi
ketika masuk waktu Ashar masih jam kerja. Ketika saya mendahulukan shalat, ada perasaan
korupsi waktu karena masih jam kerja. Tapi ketika mengutamakan pekerjaan, ada
perasaan berdosa. Bagaimana sebaiknya ustadz ? Mohon pencerahannya.
Jawaban :
Saya
mengapresiasi kehati-hatian antum dalam perkara ini, kerisauan yang muncul
dihati semoga bersumber dari semangat pengabdian yang tulus dan usaha yang
sungguh-sungguh dalam mencari rezeki sebagai bagian dari rangkaian ibadah lewat
mencari nafkah.
Seorang
muslim memang dituntut amanah dan tidak boleh sedikitpun menyia-nyiakannya. Dan
kaitannya dengan muamalah, ada sebuah kaidah : ‘Seorang muslim itu terikat
dengan perjanjiannya.’ Maka haram hukumnya menyengaja menghianati perjanjian
kerja, semisal dengan melalaikan waktu kerja, atau istilahnya korupsi waktu,
bahkan bila itu terjadi bisa mengancam kehalalan penghasilan yang kita terima.
Namun
demikian, bukan berarti perjanjian kerja kerja harus dimaknai dengan kaku. Karena
semua orang juga makfum termasuk yang mempekerjakan kita, tidak
mungkin seseorang kerja 8 jam berturut-turut. Pasti ada toleransi-toleransi
tertulis maupun yang tidak tertulis.
Yang
tertulis mungkin jam istirahat sebagaimana yang disebutkan, sedangkan yang
tidak tertulis semisal kebutuhan pergi ke toilet, minum, duduk sejenak
menghilangkan penat dan contoh lainnya. Termasuk disini tentunya kebutuhan untuk
shalat. Karena siapapun sudah harus ma’fum, bagi seorang muslim, shalat adalah kewajiban
yang tidak boleh ditinggalkan, ia seharusnya menjadi bagian utuh dari hak dan kebutuhan
seorang karyawan. Bahkan dia lebih penting dari sekedar hak dan kebutuhan makan
dan minum.
Maka
sudah pasti mengerjakan shalat yang memakan waktu 3 atau maksimal 5 menit itu
tidak termasuk pelanggaran. Itu termasuk toleransi yang sudah seharusnya ada
sebagai bagian hak dari seorang karyawan. Bahkan jika ada tertuang peraturan
larangan untuk mengerjakan shalat pada waktunya, kontrak itu dengan sendirinya
batal, sebagaimana kaidah menyebutkan : “Tidak ada ketaatan kepada makhluk
dalam maksiat kepada khalik.”
Terkecuali
bila untuk sekali shalat seorang karyawan sampai butuh waktu lama berjam-jam, maka
ini sudah lain hukumnya. Keluar pergi shalat Ashar jam 4.30 kembalinya 5.30
rasanya ini sudah tidak wajar dan tidak benar dari standar penilaian manapun. Karena
shalat berjama’ah itu kisaran waktu untk menunaikannya 3 sampai 5 menit, paling
lama 10 menit saja.
Kesimpulan
jawabannya adalah mengerjakan shalat pada waktunya dengan berjama’ah bagi
karyawan bukanlah termasuk pelanggaran kontrak kerja, bukan pengkhianatan amanah
sehingga tidak termasuk maksiat.
Wallahu a’lam.
Wallahu a’lam.
0 comments
Post a Comment