BERDOA SELESAI SHALAT ; BID’AHKAH ?



 Ustadz saya ingin bertanya tentang hukum berdoa selesai shalat, apakah benar itu tidak dicontohkan oleh Nabi ? Ada teman saya yang mengatakan bahwa berdoa selesai shalat itu Bid’ah. Jika ingin berdoa tidak perlu dipaketkan dengan ritual selesai shalat karena tidak ada tuntunannya. Mohon penjelasannya.

Jawaban
Tidak benar pernyataan itu, berdoa setelah selesai shalat hukumnya disunnahkan menurut jumhur ulama mazhab berdasarkan riwayat-riwayat yang stabit.[1] Karena berdoa setelah selesai shalat fardhu adalah waktu do’a yang mustajabah, sebagaimana Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam pernah ditanya tentang waktu yang afhal untuk berdoa lantas beliau menjawab :
جَوْفَ اللَّيْلِ اْلآخِرِ وَدُبُرَ الصَّلَوَاتِ الْمَكتُوْبَاتِ
“Di pertengahan malam yang akhir dan setiap selesai shalat fardhu.(HR. Tirimidzi ; Hasan)

Berikut ini diantara hadits-hadits yang menyebutkan tentang disunnahkannya berdoa setelah shalat.

1) Hadits Mu’adz bin Jabal radhiyallaahu ‘anhu, Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam bersabda :

أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ: اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ، وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
 “Wahai Mu’adz, demi Allah aku benar-benar mencintaimu. Maka janganlah kamu tinggalkan setiap selesai shalat untuk berkata (berdoa): “Ya Allah, tolonglah aku untuk berdzikir kepada-Mu, bersyukur dan beribadah dengan baik kepada-Mu.”[2]

2) Hadits Abu Bakrah radhiyallaahu ‘anhu
مُسْلِمِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ، قَالَ: كَانَ أَبِي يَقُولُ فِي دُبُرِ الصَّلَاةِ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ، وَعَذَابِ الْقَبْرِ ، فَكُنْتُ أَقُولُهُنَّ، فَقَالَ أَبِي: أَيْ بُنَيَّ، عَمَّنْ أَخَذْتَ هَذَا؟ قُلْتُ عَنْكَ، قَالَ: «إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُهُنَّ فِي دُبُرِ الصَّلَاةِ
Dari Muslim bin Abi Bakrah rahimahullaah, berkata: “Ayahku selalu berkata setelah selesai shalat: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran, kefakiran dan azab kubur.” Maka akupun selalu membacanya. Lalu ayah berkata: “Wahai anakku, dari siapa bacaanmu kamu peroleh?” Aku menjawab: “Darimu.” Ia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu mengucapkannya setelah selesai shalat. Maka rutinkanlah wahai anakku.”[3]

3) Hadits Sa’ad bin Abi Waqqas radhiyallahu’anhu :

إِنَّ رَسُولَ اَللهِ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ يَتَعَوَّذُ بِهِنَّ دُبُرَ اَلصَّلاةِ : " اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ اَلْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ اَلْجُبْنِ , وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ اَلْعُمُرِ , وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ اَلدُّنْيَا , وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ اَلْقَبْرِ

Sesungguhnya Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam selalu memohon perlindungan dari beberapa perkara setelah selesai shalat : “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari sifat kikir, aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut, aku berlindung kepada-Mu dari dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), aku berlindung kepada-Mu dari fitnah dunia dan aku berlindung kepada-Mu dari azab kubur.” (HR Bukhari).

4) Hadits Zaid bin Arqam radhiyallaahu ‘anhu :

سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُو فِي دُبُرِ الصَّلَاةِ يَقُولُ: «اللهُمَّ رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ، أَنَا شَهِيدٌ أَنَّكَ الرَّبُّ، وَحْدَكَ لَا شَرِيكَ لَكَ.
Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa setelah selesai shalat, seraya berkata: “Ya Allah, Tuhan kami dan Tuhan segala-galanya. Aku bersaksi bahwa Engkau-lah Tuhan semata, tidak ada sekutu bagi-Mu….”[4]

5)  Hadits Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu :

كَانَ النَّبِىُّ إِذَا سَلَّمَ مِنَ الصَّلاَةِ قَالَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ وَمَا أَسْرَفْتُ وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّى أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam apabila telah mengucapkan salam dari shalat, maka berdoa: “Ya Allah ampunilah bagiku, apa yang telah aku kerjakan, apa yang akan aku kerjakan, apa yang aku sembunyikan, apa yang aku lakukan terang-terangan, apa yang aku lakukan berlebih-lebihan, dan apa yang Engkau lebih tahu dariku. Engkau lah yang Maha Mendahulukan dan Maha Mengakhirkan. Tidak ada tuhan melainkan Engkau.[5]



6) Hadits Sayyidina Shuhaib radhiyallaahu ‘anhu :

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَنْصَرِفُ بِهَذَا الدُّعَاءِ مِنْ صَلَاتِ اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِي دِينِي الَّذِي جَعَلْتَهُ لِي عِصْمَةً، وَأَصْلِحْ لِي دُنْيَايَ الَّتِي جَعَلْتَ فِيهَا مَعَاشِي، وَأَصْلِحْ لِي آخِرَتِي الَّتِي جَعَلْتَ إِلَيْهَا مَعَادِي، اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَأَعُوذُ بِعَفْوِكَ مِنْ، نِقْمَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ جَدَّهُ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melanjutkankan dengan doa ini selesai dari shalatnya: “Ya Allah, perbaikilah agamaku bagiku yang merupakan pelindung urusanku. Perbaikilah duniaku yang Engkau jadikan tempat kehidupanku. Ya Allah, aku berlindung dengan ridha-Mu dari murka-Mu. Aku berlindung dengan ampunan-Mu dari siksa-Mu. Aku berlindung dari kepada-Mu dari-Mu. Tidak ada yang dapat menolak apa yang Engkau berikan. Tidak ada yang dapat memberi apa yang Engkau cegah. Tidak akan bermanfaat kesungguhan seseorang pada dirinya dari-Mu.”[6]

7) Diriwayatkan dari al ‘Irbadh bin Sariyah aecara marfu :
 مَنْ صَلَّى فَرِيْضَةً، لَهُ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ. وَمَنْ خَتَمَ اْلقُرْآن فَلَهُ دَعْوَةٌ مُسْتجَابَةٌ
 “Barangsiapa selesai mengerjakan shalat fardhu maka baginya doa mustajab (dikabulkan). Dan siapapun sudah mengkhatamkan Al-Qur`an maka baginya doa mustajab pula.”[7]
Fatwa ulama tentang doa selesai Shalat
Jumhur ulama mazhab berpendapat bahwa selesai shalat adalah waktu dari sekian waktu mustajabahnya doa, sehingga berdoa diwaktu tersebut adalah sunnah.[8]
Berkata al Mujahid : “Sesungguhnya shalat-shalat itu telah dijadikan di waktu-waktu terbaik maka hendaklah kalian berdoa setelah shalat-shalat itu.”[9]
Wallahu a’lam.


[1] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (39/227).
[2] Diriwayatkan oleh Abu Dawud (2/115), al Nasa’i (3/53) dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban dalam shahih Ibnu Hibban (5/364-366) dan juga al Hakim (1/273).
[3] Diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam musnadnya (5/39) al imam Tirmidzi (3/73) dan dishahihkan oleh al-Hakim (1/252).
[4] Diriwayatkan oleh imam Ahmad (2/111), dan al-Nasa’i (9/44).
[5] Diriwayatkan oleh Abu Dawud (2/111) dengan derajat shahih.
[6] Diriwayatkan oleh  an Nasa’i (3/73) dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban (5/373).
[7] Diriwayatkjan oleh ath Thabrani (18/259).
[8] Ihya al Ulumiddin (1/550), Kasyaful Qina (1/366), Zaadul Ma’ad (1/257), Fath al Bari (11/133).
[9] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (39/227).

0 comments

Post a Comment