Mohon penjelasannya tentang hadits berikut :
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺃُﻣِﺮْﺕُ ﺃَﻥْ ﺃَﺳْﺠُﺪَ ﻋَﻠَﻰ
ﺳَﺒْﻌَﺔِ ﺃَﻋْﻈُﻢٍ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺠَﺒْﻬَﺔِ – ﻭَﺃَﺷَﺎﺭَ ﺑِﻴَﺪِﻩِ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻧْﻔِﻪِ – ﻭَﺍﻟْﻴَﺪَﻳْﻦِ
، ﻭَﺍﻟﺮُّﻛْﺒَﺘَﻴْﻦِ ﻭَﺃَﻃْﺮَﺍﻑِ ﺍﻟْﻘَﺪَﻣَﻴْﻦِ ، ﻭَﻻَ ﻧَﻜْﻔِﺖَ ﺍﻟﺜِّﻴَﺎﺏَ ﻭَﺍﻟﺸَّﻌَﺮَ
“Aku diperintahkan bersujud
dengan tujuh bagian anggota badan: (1) Dahi (beliau mengisyaratkan dengan
tangannya), (2,3) telapak tangan kanan dan kiri, (4,5) lutut kanan dan kiri,
dan (6,7) ujung kaki kanan dan kiri. Dan kami dilarang mengumpulkan pakaian dan
rambut. ” (HR. Bukhari no. 812 dan Muslim no. 490).
Apakah yg dimaksud mengumpulkan pakaian dan rambut ? Apakah
melipat celana dan lengan baju termasuk mengumpulkan pakaian ? Bagaimana dengan pemakaian sarung yg
penggunaannya dengan dilipat ?
Syukran.
Jawaban
Hadits tentang
larangan melipat pakaian diatas tentu saja tidak perlu lagi diragukan keshahihannya
karena tercantum dalam kitab shahih Bukhari dan Muslim.
Yang dimaksud dalam hadits dengan
melipat disini bukanlah aktivitas melipat baju agar rapi lalu dusun di Lemari,
tapi maksudnya adalah melipat pakaian yang dikenakan. Seperti fenomena umum
yang kita saksikan, seseorang sengaja melipat bajunya karena ia mengikuti gaya dan
model trend, atau yang menyingsingkan lengan bajunya ketika
berwudhu’, lalu ia lupa menurunkannya. Ada juga yang melakukannya hanya dalam
shalat, seperti menggulung celana yang Isbal (melebihi mata kaki).
Sedangkan yang dimaksud dengan menahan rambut
adalah mencegah rambut yang panjang agar tidak ikut jatuh saat bersujud entah
dengan cara memegangnya dengan tangan atau mengikatnya. Dan ini hanya berlaku
untuk laki-laki saja..[1]
Abu Rafi’ melewati Al Hasan bin Ali yang sedang shalat
dan dia mengikat jalinan rambutnya ke tengkuknya. Lantas Abu rafi’ melepaskan
ikatan itu sehingga membuat Al Hasan marah. Kemudian Abu Rafi’ menjelaskan: “Lanjutkanlah shalatmu dan jangan engkau marah. Sesungguhnya aku telah mendengar
Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam berkata: “Tempat ikatan rambut itu
adalah tempat duduk syaithan.” (HR. Abu Daud)
Bagaimana
kedudukan hukum dan penjelasan permasalahan ini ? Mari kita simak penjelasan
ulama tentang permasalahan ini.
Imam Nawawi
rahimahullah- berkata,
اتفق
العلماء علي النهي عن الصلاة وثوبه مشمرا وكمه أو نحوه أو ورأسه معقوص أو مردود
شعره تحت عمامته أو نحو ذلك فكل هذا مكروه باتفاق العلماء وهي كراهة تنزيه فلو صلى
كذلك فقد ارتكب الكراهة وصلاته صحيحة
"Para ulama telah sepakat tentang terlarangnya
melakukan shalat sedang pakaian atau lengannya tersingsingkan. Larangan menyingsingkan pakaian adalah larangan makruh
tanzih. Kalau dia shalat dalam keadaan seperti itu, berarti dia telah memperburuk
shalatnya, meskipun shalatnya tetap sah.".[2]
Lewat
penjelasan diatas kita ketahui bahwa hukum shalat dalam keadaan pakaian atau
rambut tergulung hukumnya makruh tanzih (makruh yang ringan).
Apakah
kemakruhan ini hanya dalam shalat atau juga diluar shalat ?
Ulama
berbeda pendapat tentang permasalahan ini. Kalangan Malikiyah berpendapat bahwa
yang dimakruhkan itu hanya menggulung rambut atau pakaian dengan tujuan
dilakukan untuk shalat. Adapun menggulung pakaian dalam keseharian tidak ada
kemakruhannya.[3]
Sedangkan
jumhur ulama berpendapat kemakruhan ini bersifat umum, baik dalam shalat maupun
diluar shalat.[4]
Hikmah
larangan
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah ta’ala berkata bahwa
hikmah dari larangan ini adalah jika seseorang menghalangi lengan baju dan
rambutnya untuk menyentuh lantai pada saat sujud maka ini seperti sifatnya
orang yang angkuh.[5]
Sedangkan Al Hafiz Ibnu Rajab mengatakan bahwa larangan
ini diberlakukan karena perbuatan menggulung pakaian dan rambut membuat shalat
tidak khusyu’, dan karena rambut dan pakaian juga ikut sujud bersama pemiliknya.[6]
مَا أَسْفَلَ مِنَ الكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِي النَّارِ
Apakah kain sarung termasuk di dalamnya ?
Yang dilarang itu adalah melipat bagian ujung
pakaian yang berada di bagian kaki dan tangan. Adapun sarung tidak masuk ke
dalam larangan ini, karena yang dilipat dari sarung itu adalah bagian dalam dan
memang cara mengenakan sarang dengan cara digulung.
Bagaimana bila menggunakan celana Isbal ?
Seseorang yang mengenakan kain hingga melampaui mata kaki (isbal) tentu dalam keadaan dilematis. Disatu sisi ada kemakruhan menggulung
pakaian, disisi lain ada larangan untuk isbal. Dalam hadits disebutkan :
مَا
أَسْفَلَ مِنَ الكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِي النَّارِ
“Kain yang panjangnya di bawah mata kaki tempatnya adalah neraka.” (HR. Bukhari)
Dalam kondisi
ini larangan yang lebih keraslah yang harus dihindari, dan kami melihat -wallahu
a’lam - larangan yang lebih keras adalah larangan menjulurkan kain sampai
melebihi mata kaki (Isbal). Sehingga sebaiknya kain yang menjulur melebihi
mata kaki dilipat.
Wallahu a’lam.
[1] Kasifatus saja hal. 71, Fiqh ala madzahibil arba'ah (1/257).
[2] Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim (4/209), Al Majmu’ asy Syarh al Muhadzdzab
(4/98).
[3] Al Majmu’ asy Syarh al Muhadzdzab (4/98), Al-Mudawwanah
Al-Kubra (1/96).
[4] Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim (4/209).
[5] Fathul Bari li
Ibn Hajar (2/296)
[6] Fathul Bari li
Ibn rajab (6/53)
0 comments
Post a Comment