Saya ingin
bertanya tentang kewajiban shalat. Apakah meninggalkan shalat secara tidak sengaja
misalnya karena ketiduran atau lupa dapat diganti dengan mengerjakan shalat dilain
waktu ?
Misalnya jika
saya dengan tidak sengaja meninggalkan shalat maghrib hari ini apakah shalat
maghrib yang ditinggal tersebut bisa digantikan dengan mengerjakan shalt
maghrib esok harinya ?
Saya mohon agar jawabannya
menyertakan sumber al Qur’an dan Hadits. Terimakasih.
Jawaban
Sebagiamana yang sudah kita ketahui kewajiban shalat
adalah harga mati yang tak dapat ditawar oleh kondisi apapun selain uzur yang
ditetapkan oleh syariat, seperti wanita dalam keadaan haid, nifas, orang gila,
mabuk, anak-anak,orangtua yang sudah pikun.
Adapun orang-orang sakit dan orang orang sibuk tidak termasuk dalam kelompok orang yang mendapat keudzuran tapi mendapat keringanan dari segi teknis pelaksanaan, seperti bolehnya mengqashar shalat dan menjamaknya bagi orang-orang musafir, dan dapat dilakukan duduk, berbaring, atau isyarat bagi yang tidak sanggup melakukan secara sempurna sesuai urutan kemampuannya.
Allah ta’ala berfirman :
مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ وَكُنَّا
نَخُوضُ مَعَ الْخَائِضِينَ وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّينِ
“Apakah yang menyebabkan kalian masuk ke dalam neraka Saqar ? ,
Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang - orang yang mengerjakan
shalat, dan kami tidak (pula) mem-beri makan orang miskin, dan adalah kami
membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan
adalah kami mendustakan hari pembalasan." (QS.
al-Muddatstsir : 42-46)
Dan dalam sebuah
hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam bersabda : “Janganlah engkau
tinggalkan shalat dengan sengaja karena orang yang meninggalkannya dengan
sengaja akan terlepas dari lindungan Allah.” (HR. Thabrani)
Hukum shalat yang ditinggalkan secara tidak sengaja
Seseorang
yang meninggalkan shalat karena udzur atau ketidaksengajaan seperti karena ketiduran, lupa dan udzur syar’i lainnya maka ulama
sepakat menetapkan bahwa shalatnya tersebut wajib untuk diqadha (diganti).[1]
Hal ini didasarkan kepada
dalil-dalil berikut ini :
مَنْ نَامَ عَنْ صَلاَةٍ أَوْ نَسِيَهَا فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا لاَ كَفَارَةَ لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ
“Barangsiapa yang meninggalkan shalat karena tertidur atau lupa, maka hendaknya ia melakukan shalat setelah ingat dan tidak ada kafarat selain itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Di hadits lain Nabi shalallahu’alaihi wassalam bersabda:
إذا نسِيَ أحدٌ صلاةً أو نام عنها فلْيَقضِها إذا ذكَرها
“Apabila seseorang tidak shalat karena lupa atau tertidur, maka
hendaknya dia mengqodho ketika ingat.”
Qadha harus segera atau boleh ditunda ?
Menurut jumhur ulama yakni dari kalangan
Hanafiyyah, Malikiyyah dan Hanabilah berpendapat bahwa qadha shalat wajib disegerakan
pelaksanaannya dan tidak boleh ada penundaan, dalilnya sebagaimana keumuman hadits
diatas. Penundaan yang dibolehkan hanyalah yang bersifat darurat seperti makan
dan minum bila dalam kondisi lapar atau haus, buang hajat dan semisalnya.[2]
Sedangkan
kalangan Syafi’iyyah berpendapat menyegerakan qadha shalat adalah afdhal, namun
bukan keharaman bila dilakukan penundaan.
Dalil
pendapat ini adalah sebuah riwayat yang disebutkan oleh oleh Muslim dalam shahihnya
bahwa Nabi shalallahu’alahi wassalam pernah kesiangan dalam sebuah peperangan
dalam shalat Shubuh, dan beliau baru mengqadha shalat tersebut setelah kaum
muslimin bergerak meninggalkan lembah. Jika menunda qadha shalat hukumnya
haram, tentu Nabi tidak akan menundanya.[3]
Sifat bacaan
Bagaimanakah sifat bacaan shalat
yang diqadha tentang sirr dan jaharnya ? Semisal shalat yang terlupa Ashar
(sirr), dan diqadhanya waktu Maghrib atau Isya (Jahriyyah) atau yang terlupa
Shubuh (jahr) diqadhanya sudah waktu Dhuha atau Dzuhur (sirr)
Ulama mazhab berbeda pendapat tentang permasahan ini.
A.
Sesuai Waktu Qadha'
Mayoritas ulama berpendapat bahwa jahr dan sirrnya shalat sesuai dengan
keadaan waktu shalat yang diqadha tersebut. Bila dikerjakan siang hari
disunnahkan sirr sedangkan bila malam hari dibaca Jahr. Jadi shalat Dzuhur atau
Ashar yang diqadha di malam hari menurut mayoritas ulama hendaknya dibaca
bacaannya dengan keras (jahr), demikian pula sebaliknya.[4]
B.
Sesuai Waktu Asal
Sedangkan kalangan Mazhab Hanbali berpendapat bahwa shalat yang diqadha
mengikuti keadaan asal shalat tersebut. Jadi menurut mazhab ini shalat sirr
seperti dzuhur dan Ashar tetap dibaca lirih meskipun diqadha dimalam hari. Demikian pula sebaliknya shalat Jahr yang diqadha disiang hari sunnahnya
dibaca Jahr.[5]
Demikian. Wallahu a’lam.
[1] Bidayatul Mujtahid (1/182), Al
Mausu’ah al Fiqihiyyah al Kuwaitiyyah (34/26).
[2] Al Mausu’ah al Fiqihiyyah al
Kuwaitiyyah
(10/15).
[3] Mughni al Muhtaj (1/127), al Majmu’ Syarhul
Muhadzdzab (3/820).
[4] Al Fatawa al Hindiyyah (1/121), Asy Syarh ash Shagir
(1/365), Raudhatul Tahalibin (1/269), al Mughni (1/570).
0 comments
Post a Comment