SHALAT TAHIYATUL MASJID KETIKA KHATIB SEDANG BERKHUTBAH




Ketika shalat Jum’at dan khatib sedang berkhutbah, mana yang terbaik untuk kita lakukan, langsung duduk mendengarkan khutbah atau shalat Tahiyatul masjid terlebih dahulu ?

Jawaban :
Tentang permasalahan ini ulama berbeda pendapat, sebagian menganggap menyatakan dalam kondisi tersebut sebaiknya seseorang langsung duduk untuk mendengarkan khutbah Jum’at, sedangkan yang lainnya berpendapat tetap disunnahkan mengerjakan shalat sunnah Tahiyatul masjid.[1] Berikut penjelasan masing-masing pendapat.
1.      Disunnahkan
Kalangan mazhab Syafi’i dan mazhab Hanbali berpendapat bahwa shalat Tahiyatul masjid tetap disunnahkan meski dalam kondisi khutbah sedang berlangsung.[2] Hal ini didasarkan kepada keumuman hadits :
إذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلَا يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ
Jika salah seorang dari kalian memasuki masjid, maka janganlah dia duduk sampai dia mengerjakan shalat sunnah dua raka’at (shalat sunnah tahiyatul masjid).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan juga adanya dalil-dalil khusus yang menyebutkan permasalahan ini, yakni riwayat dari Abu Sa’id al Khudri yang menyebutkan bahwasanya ada seorang laki-laki masuk masjid pada hari jum'at, padahal Rasulullah sedang berkhutbah diatas mimbar, lalu beliau menyuruhnya shalat dua rakaat.
Demikian juga hadits Sulaik radhiyallahu’anhu, dimana ia masuk masjid ketika Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam berkhutbah, maka  beliau bersabda :
يَا سُلَيْكُ قُمْ فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَتَجَوَّزْ فِيهِمَا
Berdirilah kamu wahai Sulaik, lakukan shalat dua rakaat dan tunaikanlah keduanya dengan ringan. (HR. Muslim)
2.      Tidak disunnahkan
Sedangkan sebagian ulama menganggap bahwa kesunnahan shalat Tahiyatul masjid tidak berlaku bila kondisinya khutbah Jum’at sudah berlangsung. Hal ini karena dipandang bahwa hukum mendengarkan khutbah adalah wajib sedangkan Tahiyatul masjid hukumnya hanya sunnah. Sebagaimana terlarangnya melakukan aktivitas lainnya ketika khatib sedang berkhutbah, demikian juga dengan shalat sunnah.

Pendapat kedua ini masyhur dipegang oleh para ulama dari kalangan al Hanafiyyah dan al Malikiyyah.[3]
Dalil yang digunakan oleh kalangan ini adalah ayat 204 dari surah al A’raf yang Allah turunkan ketika Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam sedang berkhutbah[4] :
فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا
“Dengarkanlah dan perhatikanlah.”
Kalangan ini berpendapat bahwa hadits tentang perintah shalat Tahiyatul Masjid adalah perintah umum, dan kemudian dibatasi (ditakhsis) oleh perintah pada ayat diatas.
Lalu bagaimana kedua mazhab ini menjelaskan hadits yang menjadi dalil khusus kalangan yang mengusung pendapat pertama ?
Adapun hadits tentang riwayat Nabi shalallahu’alaihi wassalam yang memerintahkan seseorang untuk shalat sunnah ketika beliau sedang berkhutbah,  menurut kelompok ulama ini hadits tersebut bersifat dalam kasus yang sifatnya khusus  yang dalam ilmu fiqh disebut dengan istilah “waqa’i al-A’yaan.”
Jadi memang hadits tersebut hanya Rasulullah alamatkan kepada Sulaik bukan kepada seluruh umat. Argumennya adalah :
1.      Ada beberapa hadits yang menyebutkan shahabat yang masuk masjid dan langsung duduk, tapi tidak ditegur oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam.
Misalnya hadist riwayat Imam Bukhari dan Muslim yang menceritakan adanya 3 orang yang menghadiri majelis Nabi shalallahu’alaihi wassalam. Orang pertama masuk masjid dan langsung mengisi shaf depan yang kosong. Orang kedua masuk, namun karena malu akhirnya hanya duduk di barisan belakang. Orang ketiga tidak masuk, ia malah pergi meninggalkan Majelis. Maka baginda bersabda :
أَلَا أُخْبِرُكُمْ عَنْ النَّفَرِ الثَّلَاثَةِ أَمَّا أَحَدُهُمْ فَأَوَى إِلَى اللَّهِ فَآوَاهُ اللَّهُ وَأَمَّا الْآخَرُ فَاسْتَحْيَا فَاسْتَحْيَا اللَّهُ مِنْهُ وَأَمَّا الْآخَرُ فَأَعْرَضَ فَأَعْرَضَ اللَّهُ عَنْهُ
Maukah kalian aku beritahu tentang 3 orang ; Orang pertama mendekat, maka Allah mendekatinya. Yang kedua malu, maka Allah pun malu kepadanya. Yang ketiga berpaling, Allah pun berpaling darinya.”
2.      Shalat Jum’at Rasulullah shalallahu’alahi wassalam diadakan berkali-kali, dan berkali-kali itu pula tentunya selalu ada yang terlambat masuk masjid. Namun tidak ada riwayat yang tegas dari Rasulullah yang memerintahkan umat untuk mengerjakan shalat tahiyatul masjid meskipun beliau sedang berkhutbah. Sedangkan dalam usul Fiqih kalangan Hanafiyyah, hukum dzahir dari ayat al Quran diunggulkan dari hadits ahad.

Kesimpulan
Ulama khilaf tentang hukum mengerjakan shalat tahiyatul masjid ketika khutbah berlangsung, antara yang tetap berpendapat sunnah dengan yang menghukumi makruh.
Kalangan Syafi’iyyah yang turut menetapkan kesunnahannya, menganjurkan hendaknya shalat Tahiyatul masjida dalam kondisi tersebut dikerjakan ringan agar bisa lekas mendengarkan khutbah.[5]

Wallahu a’lam.




[1] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (1/604), al Majmu’ asy Syarhul Muhadzdzab (4/529).

[2] al Majmu’ asy Syarhul Muhadzdzab (4/529), al Mughni (2/319).

[3] Bada’I ash Shana’i (1/264), Ibnu Abidin (1/550), Bidayatul Mujtahid (1/166).

[4] Tafsir Ibn Katsir (3/538)


[5] Al Majmu’ asy Syarhul Mauhadzdzab (4/529).

0 comments

Post a Comment