Ustadz, suami saya sekarang memiliki hobby memelihara burung. Apakah
dibolehkan dalam Islam ? Karena menurut saya ini mengkekang kebebasan burung
untuk hidup di alam, padahal Islam melarang kita menyiksa makhluk. Mohon Pencerahannya ustadz.
Jawaban
Hukum memelihara hewan termasuk burung dengan cara di
batasi kebebasannya, entah dengan cara dikurung di kandang atau diikat
dibolehkan menurut ijma’ (kesepakatan) ulama.[1] Yang tentu saja dengan syarat umum dipenuhi
kebutuhan makannya, tidak diperlakukan secara dzalim dan bukan hewan yang
diharamkan untuk dipelihara.
Dalilnya
Berikut diantara dalil-dalil kebolehan memelihara
hewan dengan cara menahannya, baik dengan mengurung atau mengikatnya.
1. Keadaan hewan peliharaan di zaman Rasulullah dalam keadaan terikat.
Dalil pertama bolehnya menahan hewan untuk diambil manfaatnya adalah ;
bahwasanya kuda, keladai unta dan hewan peliharaan di zaman Rasulullah
shalallahu‘alaihi wassalam adalah dalam keadaan ada tali pengikatnya. Artinya dalam
keadaan kehilangan ‘kebebasan’. Jika ini dilarang dalam Islam, tentu Rasulullah
akan melarangnya.
2. Hadits tentang perempuan yang menahan Kucing
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عُذِّبَتْ امْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍ سَجَنَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ فَدَخَلَتْ فِيهَا النَّارَ لَا هِيَ أَطْعَمَتْهَا وَسَقَتْهَا إِذْ حَبَسَتْهَا وَلَا هِيَ تَرَكَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الْأَرْضِ
Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Seorang wanita disiksa Allah pada hari kiamat lantaran dia mengurung seekor kucing sehingga kucing itu mati. Karena itu Allah Subhanahu Wata'ala memasukkannya ke neraka. Kucing itu dikurungnya tanpa diberi makan dan minum dan tidak pula dilepaskannya supaya ia dapat menangkap serangga-serangga bumi." (HR. Muslim)
Imam Syaukani menjelaskan hadits diatas : "Hadits ini digunakan dalil tentang
keharaman mengurung kucing
atau hewan peliharaan lainnya tanpa memberi makan dan minum, sebab hal tersebut
merupakan bentuk penyiksaan pada makhluk Allah."[2]
3. Hadits anak kecil dengan burungnya
Dalam satu riwayat hadits dikisahkan:
عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَحْسَنَ النَّاسِ خُلُقًا، وَكَانَ لِي أَخٌ يُقَالُ لَهُ أَبُو عُمَيْرٍ - قَالَ: أَحْسِبُهُ - فَطِيمًا، وَكَانَ
إِذَا جَاءَ قَالَ: «يَا أَبَا عُمَيْرٍ، مَا فَعَلَ النُّغَيْرُ» نُغَرٌ كَانَ
يَلْعَبُ بِهِ
“Dari Anas, dia berkata ; Nabi Shalallahu‘alaihi wassallam adalah orang yang paling baik akhlaknya. Dan aku memiliki seorang saudara yang biasa dipanggil dengan sebutan Abu Umair. Dia (perawi) berkata : perkiraanku, dia anak yang baru disapih. Beliau shalallahu‘alaihi wassallam datang, lalu memanggil : “Wahai Abu Umair, apa yang sedang dilakukan oleh si Nughair (nama seekor burung). Sementara anak itu sedang bermain dengannya ". (HR. Bukhari).
Dalam hadis di atas Nabi membiarkan anak tersebut memelihara
dan bermain dengan burung yang dia pelihara. Nabi pun tidak memerintahkan
keluarganya agar melepas burung tersebut.
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menerangkan bahwa hadits ini menunjukkan kebolehannya memelihara burung di dalam sangkar.[3]
As-Syarwani
mengatakan : ”al-Qaffal ditanya tentang hukum memelihara burung dalam sangkar,
untuk didengarkan suaranya atau semacamnya. Beliau menjawab, itu dibolehkan
selama pemiliknya memperhatikan kebutuhan burung itu, karena hukumnya sama
dengan binatang ternak yang diikat.”[4]
Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa memelihara burung itu hukumnya diperbolehkan, meskipun hanya sekedar untuk menikmati keindahan suaranya, bulu-bulunya atau sekedar untuk bersenang-senang asalkan pemilik burung merawatnya dengan baik, dengan mencukupi keperluan makanan dan minumannya.[5]
Hukum asal kebolehannya baru bisa berubah (menjadi haram), bila burung
tersebut dipelihara untuk hal yang diharamkan seperti untuk sarana judi.
Bukankah dengan dikurung burung
jadi tidak bebas sehingga merasa tersiksa ?
Burung yang dikurung memang benar
tidak bebas lagi, tapi ketidakbebasannya bukan berarti dia merasa tersiksa. Karena kalau
berbicara rasa, siapa sih yang tahu perasaannya burung ?
Lagian kita tidak usah berlelah-lelah menyelidiki perasaan hewan
berlebihan, karena boleh jadi si hewan sendiri tidak punya perasaan, kita saja
yang terlalu baper (bawa perasaan).
Dalam kehidupan ini, bukan hanya burung
dan hewan yang dibatasi kebebasannya. Tapi bahkan kita manusia, agar bisa
diambil manfaatnya.
Bayangkan
kalau karyawan tidak ‘dibatasi kebebasannya’, masuk kerja dan pulang semaunya perusahaan
tentu tidak akan bisa untung. Atau pelajar yang dibiarkan semaunya bebas sesuai
keinginannya. Tidak dibatasi dengan norma dan aturan, tentu akan sangat sulit
seorang guru mendidiknya.
Jadi, ketika syariat sudah mengatur kebolehan menahan hewan, itu sudah paling
bersesuaian dengan fitrah kehidupan. Bahkan syariat bukan hanya membolehkan
mengurung mereka, tapi membolehkan membunuh (menyembelih) hewan untuk diambil
manfaatnya secara ma’ruf.
Wallahu a’lam.
0 comments
Post a Comment