MENGKUBUR JENAZAH LEBIH DARI 1 DALAM 1 LIANG



Ada seorang ibu hamil dalam proses persalinannya meninggal dunia, demikian pula anaknya yang dilahirkan. Pertanyaannya apakah boleh mengkuburkan keduanya (ibu dan bayi) dalam 1 lobang kubur ?

Jawaban 

Mengkubur lebih dari satu jenazah dalam 1 liang adalah perbuatan terlarang dalam syariat menurut kesepakatan ulama.[1] Terkecuali bila ada sebab atau udzur  seperti bencana alam, peperangan dan semisalnya maka dibolehkan, karena Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam pernah mengkuburkan beberapa syuhada uhud  dalam 1 liang. Dari Jabir radhiyallahu'anhu ;

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَجْمَعُ بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ مِنْ قَتْلَى أُحُدٍ

"Bahwasanya Nabi shallallahu'alaihi wasallam menggabungkan antara dua orang diantara orang-orang yang terbunuh dalam perang Uhud." (HR. Bukhari)

Dalil larangan ini adalah praktek yang dilakukan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam dalam menguburkan jenazah, tidak pernah beliau mengubur lebih dari satu jenazah dalam satu liang, kecuali kondisi yang disebutkan diatas,  demikian juga amalan para shahabat setelahnya.

Hukumnya
Namun ulama berbeda pendapat dalam hukum larangan ini. Menurut Hanafiyyah, Malikiyyah dan sebagian Syafi’iyyah hukum mengumpulkan jenazah lebih dari satu dalam satu liang adalah makruh, sedangkan menurut Hanabilah dan  pendapat yang mu’tamad dalam mazhab Syafi’iyyah menghukumi sebagai perbuatan yang diharamkan.[2]

Mengkubur jenazah dibekas makam orang lain
Hukum menindih makam jenazah lain sama hukumnya dengan bahasan diatas bila jenazah yang pertama belum hancur. Namun, bila jenazah yang menempatinya telah telah rusak bahkan jasad dan tulangnya telah lenyap dan menjadi tanah, maka hukumnya boleh menurut jumhur, bahkan diklaim oleh al Imam Nawawi rahimahullah sebagai ittifaq (kesepakatan) ulama.[3]

Wallahu a’lam.


[1] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (21/18).
[2] Al Qulyubi (1/341), Hasyiah Dusyuqi (1/422), Kasyaful Qina (2/143), al Majmu', (/528), Nihayatul Muhtaj (3/10)
[3] Al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab (5/284)

0 comments

Post a Comment