MENGQADHA SHALAT ORANG LAIN YANG TELAH MENINGGAL



Ustadz saya ingin bertanya, benarkah bila seseorang meninggal dunia, hutang shalatnya bisa dibayarkan oleh ahli waris ? Atau ahli waris bisa membayar orang lain untuk melakukan Qadha shalat untuk orang yang meninggal dunia tersebut ?

Jawaban :
Ulama sepakat berpendapat bahwa yang kaitannya dengan badaniyyah seperti shalat dan puasa maka menurut kesepakatan ulama hal itu tidak boleh diwakilkan kepada orang lain semasa hidupnya[1], dalil-dalil :
وَأَنْ لَيْسَ لِلإْنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”(QS. An Najm: 39).
لاَ يَصُومُ أَحَدٌ عَنْ أَحَدٍ، وَلاَ يُصَلِّ يأَحَدٌ عَنْ أَحَدٍ
“Tidak boleh seseorang puasa untuk orang lain dan tidak boleh pula seseorang shalat untuk orang lain.” (HR. Abd Razzaq).
Artinya, seseorang tidak boleh secara sengaja mewakilkan beban kewajiban syariat seperti shalat dan puasa untukdikerjakan oleh orang lain.
Apakah ketentuan ini berlaku untuk orang yang meninggal dunia seperti kasus yang ditanyakan ?
Pendapat resmi 4 mazhab menetapkan bahwa ketentuan ini bersifat umum. Mutlak tidak boleh ada peralihan kewajiban ibadah badabiyyah semisal shalat dari orang lain yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia.[2]
            Hanya kalangan Hanafiyyah yang berpendapat bahwa Qadha shalat boleh dilakukan atas mayit yang sebelum meninggal berwasiat tentang shalat yang ditinggalkannya maka ahli warisnya membayar kaffarat berupa ½ sho’/2 mud/12 ons dari makanan pokok atas setiap shalat yang ditinggalkan.[3]
            Tapi pada prinsipnya ulama melarang  praktek mewakilkan kewajiban shalat baik dari orang yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia, karena hal tersebut menafikan fungsi dari ibadah itu sendiri.  Tujuan ibadah adalah ketundukan kepada Allah, menghinakan diri dihadapan-Nya, tunduk taat pada hukum-Nya, serta memenuhi hati dengan zikir kepada-Nya, hingga seorang hamba dapat merasakan kehadiran dan pengawasan Allah dengan hati dan anggota badannya serta tidak lalai dari-Nya. Dan selalu berusaha mengharapkan keridhoannya serta mendekatkan dirinya kepada Allah sesuai dengan kemampuannya. Sedangkan praktek mewakilkan ibadah kepada orang lain menafikan tujuan ini bahkan bertentangan dengannya…”[4]  
Dari mana asal pendapat yang membolehkan qadha shalat bagi mayit ?
Pendapat ini adalah pendapat marjuh (lemah) dari seorang ulama Malikiyyah yang bernama Ibnu Hakam dan ada juga yang menisbahkan kepada qaul qadim  (pendapat lama) dari al imam Syafi’I rahimahullah.[5]
Kesimpulan
Praktek mengqadha shalat orang yang meninggal dunia dalam pandangan resmi ulama 4 mazhab tidak ada tuntunannya. Wallahu a’lam.


[1] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (2/334).
[2] Ibn ‘Abdin (1/514), Badai’ Ash Shanai’ (2/212), Al Furuq (2/205), Kasyf Al Asrar (1/150), Nihayah Al Muhtaj (3/187).
[3] Radd Al Mukhtar (1/237).
[4] Bidayah Al Mujtahid (1/320).
[5] Badai’ Ash Shanai’ (2/212), I’anah at Thalibin (1/24).

0 comments

Post a Comment