Ustadz mohon
dibahas tentang sihir, apa hukum melakukannya dan sanksi pelakunya dalam Islam.
Karena tukang sihir begitu
subur di negeri kita, baik yang nyata-nyata terlihat sebagai penyihir ataupun
yang berkedok agama.
Jawaban :
Secara bahasa sihir
berasal kata sahara ( سَحَرَ)
yang artinya sesuatu yang halus dan lembut.[1] Sedangkan
secara istilah, ulama menjelaskan sihir dalam beberapa definisi yang
berbeda-beda diantaranya,
Al Azhari mengatakan
bahwa pengertian sihir adalah perbuatan
yang dilakukan dengan mendekatkan diri kepada setan dan meminta bantuan kepadanya.
Al-Baidhawi
mendefinisikan sihir sebagai :
“Hal-hal yang untuk mendapatkannya dibutuhkan penyembahan kepada setan, dimana
manusia tidak sanggup melakukannya.”
Al Qulyubi mengatakan : “Sihir secara istilah syar’i adalah
sesuatu yang keluar dari seseorang yang buruk, baik dalam bentuk ucapan ataupun
perbuatan dalam wujud menyelisihi adat kebiasaan.”[2]
Hakikat Sihir
Ulama berbeda pendapat tentang
hakikat sihir, kalangan rasionalis dan sebagian ulama seperti Abu Bakar Razi dari kalangan Hanafiyyah dan al
Baghawi dari mazhab Syafi’iyyah berpendapat bahwa pada dasarnya sihir
itu tidak bisa mengubah suatu benda menjadi benda lain.[3] Semisal merubah benda A menjadi
benda B, atau menjadikan seseorang bisa terbang, tidak terbakar oleh api dan
lainnya.
Semua sihir menurut kalangan ini
hanya tipuan mata, sebagaimana penyihir Fir’aun yang menantang nabi Musa ‘alaihissalam tidak
mampu mengubah tongkat menjadi ular, tapi hanya mengelabuhi mata orang yang melihatnya.
Sedangkan
Jumhur ulama berpendapat bahwa sihir terbagi menjadi dua macam, ada yang memang
nyata dan ada yang hanya sekedar tipuan atau khayalan[4],
berikut penjelasannya :
Ada Yang
Nyata
Sebagian
sihir ada yang nyata, seperti menyebabkan orang jatuh menjadi sakit. Penyakitnya
itu tentu bukan hayalan, karena terlihat nyata, bisa dirasakan langsung oleh
penderita penyakit itu, bahkan tidak jarang benda yang menjadi sumber penyakit
itu bisa nampak dan bukan hal yang ghaib.
Misalnya
dalam bentuk sihir
tertentu, bisa
ada benda –benda berbahaya semisal paku, silet dan semisalnya yang masuk ke
tubuh seseorang. Demikian juga munculnya perasaan yang kuat seperti benci,
marah dan lainnya tanpa sebab, yang ini menunjukkan hakikat sihir berpengaruh
secara nyata. Sebagaimana sihir jenis ini pernah menimpa diri Rasulullah
shalallahu’alaihi wassalam.
Ibnu
Qudamah berkata, "Sihir adalah nyata
dan memiliki ciri-ciri tertentu. Di antara sihir ada yang membunuh dan ada pula
yang hanya menimbulkan rasa sakit. Sihir juga bisa diarahkan untuk mencegah
suami menggauli istrinya, bahkan ada yang digunakan untuk menceraikan istri dan
suaminya."[5]
Imam Nawawi berkata : “Yang benar adalah bahwa sihir itu mempunyai hakikat. Hal yang sama juga
dipastikan oleh jumhur ulama secara keseluruhan. Hal tersebut didasarkan pada
Al-Quran dan As Sunnah yang shahih lagi masyhur.”[6]
Ada Yang
Khayalan
Namun ada juga sihir yang sifatnya
khayalan. Sihir jenis ini hanya menipu orang yang melihatnya, baik dalam bentuk
penglihatan ataupun pendengaran, dasarnya adalah firman Allah :
سَحَرُوا أَعْيُنَ النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوهُمْ وَجَاءُوا بِسِحْرٍ
عَظِيمٍ
“Mereka
menyihir mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka
mendatangkan sihir yang besar (mena'jubkan).” (QS. Al A’raf : 116)
Hukum
sihir
Hukum melakukan sihir haram
dan termasuk dosa besar
menurut kesepakatan ulama berdasarkan nas al Qur’an dan Hadits.[7]
1. Al Qur’an
Surah al Baqarah ayat 102 :
وَاتَّبَعُواْ مَا تَتْلُواْ
الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَـكِنَّ
الشَّيْاطِينَ كَفَرُواْ يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ
“Dan
mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh setan-setan pada masa kerajaan
Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal
Sulaiman tidak kafir tapi setan-setan itulah yang kafir. Mereka mengajarkan
sihir kepada manusia...”
Surah Thaha ayat 69 :
وَأَلْقِ مَا فِي يَمِينِكَ تَلْقَفْ مَا صَنَعُوا إِنَّمَا صَنَعُوا
كَيْدُ سَاحِرٍ وَلاَ يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى
“Dan lemparkanlah apa
yang ada di tangan kananmu , niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat.
Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir belaka.
Dan tidak akan menang tukang sihir itu dari mana saja ia datang.”
2.
Al Hadits
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا : يَا رَسُول اللَّهِ
وَمَا هُنَّ ؟ قَال : الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْل النَّفْسِ الَّتِي
حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ وَأَكْل الرِّبَا وَأَكْل مَال الْيَتِيمِ
وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ
الْغَافِلاَتِ
“Jauhi
olehmu tujuh perbuatan yang mencelakakan (dosa besar)”. Para shahabat
bertanya,”Perbuatan apa sajakah itu ya Rasulullah?”. Beliau
menjawab,”Menyekutukan Allah, sihir, membunuh nyawa yang telah Allah haramkan
kecuali dengan hak, memakan riba, makan harta anak yatim, lari dari peperangan
dan menunduh wanita mukminah yang baik.” (HR. Bukhari Muslim)
Pelaku sihir kafir ?
Ulama berbeda
pendapat tentang kekafiran
pleaku sihir. Menurut kalangan Hanafiyyah dan Hanabilah penyihir
dihukumi secara mutlak kafir
dan murtad dari Islam. Sedangkan kalangan Syafi’iyyah dan Malikiyyah
memberikan catatan tentang kekafirannya.
Malikiyyah berpendapat bahwa sihir
yang menjatuhkan pelakunya ke dalam kekafiran adalah sihir yang berkaitan
dengan kekufuran. Semisal menghinakan al Qur’an, menyembah setan dan semisalnya. Menurut mazhab ini, jenis
sihir yang bisa memisahkan antara suami dan istri juga menyebabkan pelakunya
kafir, sebagaimana firman Allah dalam surah al Baqarah ayat 102 diatas menyebut
pelakunya (setan) sebagai kafir.
Sedangkan kalangan Syafi’iyyah
berpendapat bahwa asal hukum sihir adalah haram. Penyihir divonis kafir bila menyakini
bahwa sihir yang dilakukannya adalah boleh, atau melakukan perbuatan kekafiran
ketika melakukan sihir.[8]
Hukum mempelajari Sihir
Jumhur ulama mazhab yakni dari
kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah dan Hanabilah berpendapat bahwa mempelajari sihir
hukumnya mutlak haram. Sedangkan kalangan Syafi’iyyah berpendapat bahwa
mempelajarinya haram, kecuali bila tujuan mempelajarinya untuk menolak sihir
tersebut, semisal dengan membaca buku sihir agar mengetahui hakikat
kesesatannya, lalu membantahnya, maka ini hukumnya boleh.[9]
Dari sini kita ketahui siapapun yang
menyimpan buku yang mengandung sihir hendaknya dimusnahkan, menjauhi siapapun
yang melakukan sihir karena hukumnya haram.
Vonis hukuman bagi pelaku sihir dalam Islam
Berikut penjelasan ulama mazhab
tentang hukuman yang dijatuhkan kepada seseorang yang terbukti melakukan sihir.
Al Hanafiyyah
Hanafiyyah menetapkan hukum bunuh
bagi penyihir bila ia mengakui perbuatan sihirnya atau telah nyata dia
melakukannya, telah diminta melakukan taubat tapi tetap mengulanginya.[10]
Al Malikiyyah
Mazhab Malikiyyah berpendapat
bila penyihir telah nyata-nyata melakukan sihir dengan bukti yang
kuat, maka hukumnya dibunuh
tanpa diminta untuk bertaubat.[11]
Al Syafi’iyyah
Menurut Kalangan Syafi’iyyah pelaku
sihir tidak dibunuh sampai terbukti membunuh dengan sihirnya. Dia dijatuhi
hukuman sebagai orang zindik.[12]
Al Hanabilah
Mazhab ini menetapkan hukum bunuh
bagi penyihir walaupun tidak membunuh dengan sihirnya. Asalkan terbukti dengan
meyakinkan bahwa ia melakukan praktek sihir dan meyakini kebolehannya.
Penyihir
tidak dibunuh bila ia orang kafir, kecuali ia membunuh dengan sihirnya, maka ia
dijatuhi qishash atas pembunuhannya.[13]
Kesimpulan
Sihir adalah dosa besar dalam Islam,
bisa mejatuhkan pelakunya kepada kesyirikan bahkan kekafiran. Pelakunya mendapatkan
hukuman berat di dunia maupun di akhirat. Hendaknya setiap muslim menjauhkan
dari segara bentuk sihir, memboikot penyihir, membakar buku-buku mereka, membantah
ajaran mereka jika mampu.
Dan dalam Islam, kita diperintahkan
untuk berlindung kepada Allah dari kejahatan sihir dan berobat darinya bila
terkena sihir.
Wallahu a’lam.
Bersambung… (jenis-jenis sihir)
[1] Al Fath (9/201).
[2] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al
Kuwaitiyyah
(24/260).
[3] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al
Kuwaitiyyah (24/262).
[4] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al
Kuwaitiyyah (24/262).
[5] Al Mughni (8/151).
[6] Fat-hul Baari (10/ 222).
[7] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al
Kuwaitiyyah (24/264).
[9] Fath al Qadir (4/208), Ibnu ‘Abidin
(1/31), Kasyaful Qina (6/186), al Furuqi al Qarafi (4/152),
[10] Ibnu Abidin (1/31).
[11] Az Zarqaniy (8/63).
[12] Raudhatut Thalibin (9/347).
[13] Al Mughni (1/153).
0 comments
Post a Comment