Apa bedanya pemimpin suatu daerah
dengan pemimpin suatu perusahaan ? Kenapa kita tidak boleh memilih pemimpin
kafir tapi dibolehkan untuk bekerja disuatu perusahaan yang pemimpinnya kafir ?
Jawaban :
Banyak yang
salah paham, ketika dalam Islam ada sebuah syariat yang berisi pengharaman, itu
kemudian dihubung-hubungkan dengan hal lain yang tidak ada hubungannya, bahkan
dikait-kaitkan dengan ajaran kebencian. Babi diharamkan, berarti babi adalah hewan
yang dibenci umat Islam. Anjing itu najis, maknanya anjing itu hewan yang
dibenci muslimin.
Cara berfikir
seperti ini tentu fatal kelirunya. Karena ketika seorang Muslim menjauhi
sesuatu yang diharamkan oleh Allah, itu hanya semata-mata menjalankan perintah
Allah. Tidak ada kaitannya dengan kebencian. Anjing dan babi memang diharamkan,
tapi bukan untuk dibenci. Bahkan berbuat aniyaya kepada hewan termasuk kepada
keduanya, adalah dosa hukumnya. Sebagaimana berbuat baik kepada anjing dan
babi, akan berbuah berpahala. Dalam Islam bahkan ada kisah terkenal yang
berkaitan dengan anjing, yakni anjing Ashabul Kahfi yang masuk syurga, dan
kisah pelacur yang diampuni dosa-dosanya karena menolong anjing yang kehausan.
Demikian juga
ketika seorang muslim diharamkan mengangkat pemimpin kafir, tidak ada
hubungannya sedikitpun dengan ajaran kebencian. Karena pada dasarnya, justru
Islam mengajarkan kasih sayang, perdamaian dan cinta kasih kepada siapapun,
termasuk kepada orang kafir.
Secara default
ajaran syariat Islam, orang kafir tetap wajib diperlakukan secara adil, tidak
boleh didzalimin, dibolehkan bermuamalah dengan mereka, dilindungi harta, darah
dan kehormatannya. Bahkan dalam pandangan Islam, mengganggu orang kafir dzimmi
(Kafir yang hidup berdampingan secara damai dengan umat Islam) tergolong dosa
besar. Sampai Rasululullah menengaskan : “Siapa yang mengganggu ahlu dzimmi,
maka dia sama dengan mengganggu aku.”
Bukan hanya
dalam bentuk aturan positif syariah, bahkan dalam tuntunan akhlaq, seorang
muslim diperintahkan untuk menunjukkan akhlaq yang mulia kepada orang-orang
kafir karena itu boleh jadi menjadi jalan hidayah bagi mereka.
Hukum bermualah
dengan orang kafir
Ulama
semua sepakat, bahwa bermuamalah dengan orang kafir mulai dari hidup bertetangga,
hubungan jual beli, hutang piutang, hubungan kerja dll adalah dibolehkan.
Sehingga tidak
mengapa bekerja kepada pemilik perusahaan yang dia adalah orang kafir, selama
dia tidak menetapkan hal-hal yang diharamkan dalam Islam, seperti melarang
shalat, menjual barang haram dll.
Tapi jika
ternyata bos atau perusahaan tempat kita bekerja melarang kita shalat, menyuruh
kita menjual barang haram, jangankan bos kita kafir, dia muslim sakipun
hukumnya haram bekerja di tempat tersebut !
Dalam bab
muamalah : Boleh bekerja dengan muslim ataupun kafir asalkan kerjanya halal,
dan Haram hukumnya bekerja kepada muslim maupun kafir bila kerjanya menjerumuskan
kepada kemaksiatan.
Kenapa
bekerja pada bos kafir boleh, sedangkan memilih memimpin kafir tidak boleh ?
Jawabannya sederhana
saja, karena dalam bab muamalah, berhubungan dengan saudara kita dari agama
lain, baik dia bawahan atau atasan itu hukumnya dibolehkan dalam Islam. Selama syarat-syaratnya
terpenuhi. Sedangkan memilih pemimpin, Islam menetapkan syaratnya harus muslim. (baca : Hukum memilih pemimpin
kafir)
Kan
keduanya fungsinya hampir sama ? sebagai atasan.
Kalau mau disama-samakan
ya memang ada samanya. Tapi secara prinsip tentu saja beda. Mari bermain
analogi, antara pembantu dengan istri, kalau mau disama-samakan ‘profesinya’,
tentu ada kesamaan, bahkan sangat mirip mungkin. Sama-sama mencuci,menyetrika,
memasak, mengepel dan membersihkan rumah, bahkan ada yang sama merawat
anak-anak kita. Tapi hanya orang konyol yang menyamakan antara memilih pembantu,
orang yang hanya terikat dengan kita karena urusan uang, dengan memilih istri
orang yang akan terikat dengan diri kita dalam hubungan cinta kasih.
Pembantu berada
diruangan rumah kita karena urusan uang, sedangkan istri, seranjang dengan
kita, bahkan tanpa bayaran kaitannya dengan kasih sayang.
Kita berada di
perusahaan Bos kita, kaitannya dengan uang. Sedangkan kita dibawah kepemimpinan
baik kepala negara atau daerah, kaitannya
dengan ketaatan dan pengabdian. Lalu mau disamakan keduanya ? situ waras ta ?
Wallahu a’lam.
0 comments
Post a Comment