PUASA ASYURA



Bapak Pengasuh, bagaimana pelaksanaan puasa Asyura ? Apakah tanggal 9 atau 10 ?
Jawaban
Puasa Asyura ( عاشوراء) adalah salah satu puasa jenis puasa sunnah yang disyariatkan dalam Islam.(1) Kata Asyura’ sendiri merujuk kepada tanggal 10 bulan Muharram. Dan tahun ini insyallah hari Asyura jatuh pada tanggal 24 November 2012.
Dalil pensyariatan puasa Asyura diantaranya adalah sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam :
وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
“Puasa Asyura, aku berharap dengannya Allah menghapus dosa-dosa setahun sebelumnya.” (HR. Jama’ah kecuali Bukhari dan Tirmidzi)
Adapun puasa tasu’a (تاسوعاء) adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada tanggal Sembilan bulan muharam (sehari sebelum jatuhnya hari asyura). Puasa inipun disepakati pensyariatannya berdasarkan sebuah hadits : “Sungguh jika aku masiah hidup ditahun depan, niscaya aku akan berpuasa tanggal 9.” (HR. Muslim)
Sebab pensyariatan
Disebutkan dalam sebuah hadits dari Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhu, ia berkata , ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam tiba di kota Madinah dan melihat orang-orang Yahudi sedang melaksanakan puasa asyura, beliau pun bertanya tentang hal puasa tersebut. Mereka menjawab, "Ini hari baik, hari di mana Allah ta'ala menyelamatkan bani Israil dari musuh mereka, lalu Musa berpuasa pada hari itu." Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menjawab, “Aku lebih berhak terhadap Musa dari kalian”, maka beliau pun berpuasa pada hari itu dan memerintahkan untuk melaksanakan shaum tersebut. (Mutafaqqun ‘alaih)
Hadits-hadits lainnya terkait puasa Asyura dan Tasu’a
1. Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhu ia berkata : pada saat Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam melaksanakan shaum Assyura dan memerintah para sahabat untuk melaksanakannnya, mereka berkata, “Wahai Rasulullah hari tersebut (assyura) adalah hari yang diagung-agungkan oleh kaum Yahudi dan Nashrani”.
Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Insyaallah jika sampai tahun yang akan datang aku akan berpuasa pada hari kesembilannya”. Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah meninggal sebelum sampai tahun berikutnya” (HR Muslim )
2. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Berpuasalah kalian pada hari Asyura dan berbedalah dengan orang Yahudi. Hendaknya kalian berpuasa sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.” (HR. Baihaqi)
3. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya hari ini adalah hari Asyura. Kalian tidak diwajibkan berpuasa. Tetapi terserah kepada kalian hendak berpuasa atau tidak.”(Mutafaqqun ‘alaih)

Kesimpulan hukum
Berikut ini kami ringkaskan hasil istimbath (penyimpulan) hukum puasa Asyura dari hadits-hadits diatas oleh para ulama.
1. Anjuran puasa Asyura sangat kuat, bahkan pada awal Islam ia merupakan puasa yang diwajibkan, kemudian dimansukh (dihapus) kewajibannya dengan syariat puasa Ramadhan.
2. Berdasarkan hadits ketiga diatas, ulama sepakat berpendapat bahwa puasa Asyura hukumnya sunnah, bukan wajib.
3. Ulama menganjurkan agar puasa Asyura diiringi dengan puasa tasu’a demi untuk menyelisihi tatacara berpuasa orang Yahudi. Adapun mengkhususkan puasa hanya pada tanggal 10 Muharram saja (Asyura) makruh hukumnya menurut mayoritas ulama.(2)
4. Jika puasa Asyura tidak bisa diiringi dengan hari Tasu’a maka disunnahkan berpuasa hari setelahnya (11 Muharram).
Demikian penjelasan mengenai masalah ini. Semoga bermanfaat. Wallahu ta’ala a’lam.
___________
1. Al Mausu’ah al Fiqhiyah al Kuwaitiyah (28/89).
2. Menurut Syafi’iyah dan Hanafiyah, jika seseorang tidak berpuasa pada tanggal 9 Muharram (Tasu’a) maka ia hendaknya berpuasa pada tanggal 11 Muharram.
Bahkan dalam al Umm al Imam As Syafi’
i menyatakan adanya kesunnahan berpuasa 3 hari sekaligus (9,10, dan 11 Muharram).
Sedangkan menurut Hanabilah puasa 3 hari berturut-turut hannya boleh dilakukan kalau ada keraguan tanggal, bila tidak kesunnahan hanya pada tanggal 9 dan 10 (Tasu’a dan Asyura).
Adapun Malikiyah memandang puasa Asyura saja tidak makruh. Lihat Fiqh Islami wa Adillatuhu (3/14), Al Mausu’ah Fiqhiyah al Kuwaitiyah (90/28), Majmu’ Syarh al Muhadzdzab (6/283), Kasyf al Qina (2/339).


0 comments

Post a Comment