ADAKAH BATASAN MAKSIMAL KEUNTUNGAN JUAL BELI ?



Ustadz adakah dalam Islam batasan dalam mengambil keuntungan dalam perniagaan ? Misal suatu barang harga awalnya 100 bolehkah dijual menjadi 200 yang berarti keuntungan 100 % ?

Jawaban
Tidak ada batasan di dalam Islam bagi pelaku bisnis untuk meraup keuntungan (laba) karena keuntungan merupakan prioritas utama dalam berniaga. Mencari keuntungan sebesar-besarnya secara hukum asal tidaklah terlarang dalam pandangan mayoritas ulama. Hal ini didasarkan kepada riwayat bahwa suatu kali pada masa Nabi harga-harga pada naik, lantas para sahabat datang ke Nabi: "Wahai Rasulullah, tentukanlah harga-harga untuk kita." Jawab Nabi: "Sesungguhnya Allahlah yang menentukan harga, Maha Penggenggam, Maha Pembentang, Maha Pemberi rizki..." (Sunan Abu Dawud) Atau jawaban Nabi yang lain yang senada ketika ditanya mengenai hal yang sama: "Hanya Allahlah yang menaikkan dan menurunkan harga-harga."[1]

Juga keumuman makna hadits :
إِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ
“Sesungguhnya perniagaan itu hanyalah didasari oleh rasa suka sama suka.” (HR. Hakim)

Imam Nawawi menjelaskan bahwa orang yang membeli barang dagangan, maka boleh baginya untuk menjual dengan harga yang sama, dibawah atau diatas modal berdasar hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan bahwa ketika dua jenis barang berbeda, maka diperbolehkan untuk menjualnya dengan harga yang dikehendaki.[2]

Namun demikian dalam segala hal seorang muslim dituntut untuk berlaku ihsan termasuk dalam berjual beli. Jangan sampai keinginan meraup keuntungan, kemudian mengabaikan etika dan akhlak yang mulia atau bahkan menjatuhkan diri kepada kedzaliman.


Jika kemudian dalam berjual beli muncul kedzliman-kedzaliman, maka bisa menjatuhkan pelakunya kepada keharaman. Misalnya seseorang yang menimbun barang yang menjadi hajat hidup orang banyak  dan susah didapatkan, kemudian ia menjual dengan harga setingi-tingginya. Jual belinya haram bukan karena keuntungannya yang besar, tapi karena unsur kedzaliman yang ia lakukan.

Wallahu a’lam.


[1] Ihya’ ‘Ulumiddin (2/815), Hasyiyatul Jamal ‘Alal Manhaj  (3/836) Hasyiyah As-Syarqawiy ‘Ala At-Tahrir  (2/37).
[2] Al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab (13/3).

0 comments

Post a Comment