TIDAK DIUNDANG IKUT DATANG



Ustadz, saya sering melihat orang datang ke undangan dengan membawa semua anaknya bahkan orang tuanya padahal yang diundang hanya suami dan istri. Bagaimana menurut ajaran islam.

Jawaban

Dalam  fiqih dikenal adanya istilah tatafful (التطفل) yakni sebutan untuk orang yang masuk ke suatu kaum tanpa diundang. Atau orang yang turut makan sebuah hidangan tanpa izin pemiliknya dan juga keredhaannya.[1]
Ulama sepakat tentang keharaman perbuatan tatafful, yakni hadir dan turut makan diacara semisal walimah pernikahan tanpa izin dan ridha pemilik hajat,[2]  berdasarkan hadits :

مَنْ دُعِيَ فَلَمْ يُجِبْ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ، وَمَنْ دَخَل عَلَى غَيْرِ دَعْوَةٍ دَخَل سَارِقًا، وَخَرَجَ مُغِيرًا
"Barangsiapa diundang tidak memenuhi (undangan walimatul ‘Ursy) maka sungguh ia telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa menghadiri walimah tanpa diundang maka ia masuk laksana pencuri dan keluar sebagai orang yang merampok". (HR. Abu Dawud)

Namun ulama memberikan penjelasan tambahan. Jika kemudian izin dan ridha pengundang bisa didapatkan oleh tamu ‘tidak diundang’ tersebut, baik dengan meminta izin langsung atau sekedar dugaan kuat pemilik hajat tidak keberatan, maka hukumnya boleh menghadirinya.[3]
Maksud dengan izin langsung adalah ia meminta izin kepada tuan rumah bahwa ia membawa serta keluarganya lalu dizinkan. Dan yang dimaksud dugaan kuat adalah tanda-tanda kerelaan dari pihak tuan rumah, seperti mempersilahkan langsung dan bentuk keakraban. 

Dalilnya adalah  sebuah riwayat dari Abu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, dia mengatakan, “Ada seorang Anshar yang bernama Abu Syu’aib. Suatu hari dia melihat tanda-tanda lapar di wajah Nabi shallallahu‘alaihi wasallam, kemudian dia perintahkan anaknya untuk membuatkan makanan dan mengundang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersama empat sahabat lainnya. Namun ada seorang yang ikut (tanpa undangan). Maka beliau bersabda, ‘Anda mengundang kami lima orang, tapi ini ada satu orang yang ikut. Jika mau anda bisa mengizinkan dan jika tidak akan aku tinggalkan (tidak diikutkan acara makan)’. Orang Anshar tersebut menjawab, “Aku izinkan.” (HR. Muslim)
Sedangkan sebagian ulama berpendapat jika dizinkan langsung hukumnya boleh, sedangkan jika hanya dugaan kuat hukumnya boleh dengan karihah (kemaruhan).[4]

Kesimpulan

Hendaknya kita yang diundang untuk menghadiri sebuah acara semisal Walimatul ‘Ursy tidak membawa serta orang lain  kecuali yang dizinkan untuk dibawa. Karena secara asal hukumnya haram kecuali mendapat izin. Dan jika memang harus membawa orang yang tidak tercantum dalam undangan, hendaknya meminta izin kepada shahibul hajat.
Sebaliknya, pengundang juga harus jeli. Jika hendak mengundang seseorang dan menginginkan istri/suaminya turut hadir, hendaknya dipertimbangkan juga anak-anaknya. Apalagi jika masih kecil dan susah ditinggal. Karena kalau undangannya hanya ditujukan : ‘kepada bapak fulan dan istri,’ berarti anak-anaknya tidak turut diundang. Mungkin akan lebih baik jika bunyi undangannya : ‘kepada bapak fulan dan keluarga.’

Wallahu a’lam.


[1] Nihayatul Muhtaj (6/377).
[2] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (12/143).
[3] Raudhatul Thalibin (7/339), Hasyiyata al Qulyubiy (3/295)
[4] Bujairami al Minhaj (3/343).

0 comments

Post a Comment