HADITS PANJI HITAM



Ustadz mohon penjelasan tentang hadits-hadits yang berbicara tentang panji hitam yang mengiringi keluarnya imam al Mahdi. Bagaimana derajatnya dan sikap kita yang seharusnya agar selamat dalam fitnah akhir zaman.

Jawaban
Para ulama hadits umumya berpendapat bahwa semua hadits yang berbicara panji hitam yang akan keluar di akhir zaman tidak ada yang selamat dari kelemahan. Sebagaimana yang telah dinyatakan oleh alImam Ibnul Jauzi di dalam kitabnya Al-Ahadits Al-Wahiyah, Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani di dalam kitab Al-Qaulul Musaddad, Ibu Katsir dalam Bidayah wa Nihayah dan termasuk al Albani sendiri menyatakannya dalam kitabnya Silsilah ahadits Dhaifah wal Maudu’ah.

 Berikut diantara haditsnya :

إذا رأيتم الرايات السود قد جاءت من قبل خراسان فائتوها فان فيها خليفة الله المهدي
“Apabila kalian melihat bendera-bendera hitam telah datang dari arah Khurasan, maka datangilah dia, karena di sana ada khalifah Allah al-Mahdi.”

Al Imam al Munawi menjelaskan tentang kedudukan hadits diatas : “Dalam sanadnya terdapat perawi Ali bin Zaid bin Jadza’an. Disebutkan dalam al-Mizan dari Ahmad dan yang lainnya yang mendhaifkan orang ini. Kemudian ad-Dzahabi mengatakan, ’Menurutku ini hadis munkar.’[1]
Kami menemukan bahwa ada 7 hadits yang semisal, tercantum dalam beberapa kitab hadist yakni Musnad Ahmad, Sunan al-Tirmidzi, Sunan Ibn Majah, al-Fitan, al-Malahim, Musnad al-Bazzar dan al-Mustadrak.[2]
 
Yang setelah disekemakan[3] terdapat 35 orang perawi. Tiga di antaranya merupakan perawi level sahabat yang dalam tradisi kritik hadis tidak perlu diteliti. Berarti terdapat 32 orang perawi. Dan ternyata semua jalur memiliki sisi kelemahan (daif) dalam rawinya.[4]

Fatwa para ulama tentang hadits panji hitam
Secara umum sikap ulama terbagi menjadi dua dalam menyikapi hadits-hadits panji hitam, ada yang menolak penggunaannya karena dinilai haditsnya lemah namun ada yang menerima karena dihukumi haditsnya bisa naik derajatnya menjadi hasan karena jalur periwayatannya yang berbeda-beda. Yang menerima kemudian memberikan arahan bagaimana memaknai hadits tersebut.
Mari kita simak apa yang dikatakan oleh al imam Ibnu Katsir rahimahullahu ta’ala tentang permasalahan ini : “Sebagian orang meyakini bahwa pasukan panji hitam itu akan muncul menegakkan kebenaran di akhir zaman. Dan seperti diulas sebelumnya, kualitas hadist pasukan panji hitam yang mendasari keyakinan tersebut masih dipertanyakan. Muncul pertanyaan mengenai sejauh mana hadis dapat dijadikan pijakan dalam masalah akidah. Pertanyaan ini sebenarnya telah didiskusikan para ulama sejak abad kedua hijriah. Terutama oleh sebagian aliran dalam sekte Muktazilah dan kelompok yang berpihak pada penggunaan hadist ahad. Kedua kelompok sarjana ini sepakat bahwa hadist yang diriwayatkan secara mutawatir (massal) dapat diterima sebagai dasar keyakinan teologis karena sulit dikritik. Namun keduanya berbeda pendapat tentang hadist ahad yang diriwayatkan oleh sejumlah informan yang kurang dari jumlah informan mutawatir. 

Hadist pasukan panji hitam, yang menurut ulama sahih, hanyalah pada riwayat al-Hakim. Seperti diulas sebelumnya, pada prinsipnya, terdapat perawi yang bermasalah dalam sanad imam al-Hakim. Hal ini menyebabkan hadis riwayat al-Hakim problematis. Karenanya hadist ini tidak memberikan keyakinan sepenuhnya. Terlalu riskan mendasarkan keyakinan pada dasar yang masih diragukan.[5]

Sikap ulama yang menerima panji hitam
Setelah kita mengetahui bahwa adanya ulama yang menolak dan menerima  hadits terkait permasalahan yang dibahas, mari kita coba ikuti alur kalangan ulama yang menerima.
Ulama yang menerima hadits diatas juga tetap mengingatkan agar umat waspada dan berhati-hati dalam mengikuti hadits ini. Sekain karena haditsnya yang tidak sampai pada derajat Qath’i juga ada beberapa pertimbangan lainnya diantaranya :

1.      Hadits panji hitam bernuansa politik.
Dalam sejarah, panji hitam beberapa kali dijadikan sebagai legitimasi kepentingan politik kelompok tertentu, yang paling masyhur adalah gerakan pendiri dinasti Abbasiyah. Mereka dalam gerakannya menggunakan simbol ashhabur rayah al-sud min khurasan (pasukan panji hitam dari Khurasan). Dan bahkan bukan hanya menggunakan panji hitam, tapi juga seluruh atribut kemiliteran dipenuhi warna hitam.[6]

Jika dimasa itu kaum muslimin banyak yang tertipu oleh panji hitam yang dibawa oleh Abu Muslim Al-Khurosani dari dinasti Abasyiah, sehingga ulama bersuara keras mengingatkan umat, tentu hari ini kemungkinan tipuan dan fitnah itu ada dan bisa jauh lebih berbahaya.

2.      Adanya riwayat yang sebaliknya tentang panji hitam.
Jika hadits- hadits tentang panji hitam pada umumnya menghubungkan dengan kemunculan imam al Mahdi, yakni bermuatan hal positif, namun ada beberapa riwayat yang justru sebaliknya, yakni sebuah atsar yang dinisbahkan kepada sayidina Ali bin Abi Thalib, berikut bunyinya :

عن علي قال إذا رأيتم الرايات السود فالزموا الأرض ولا تحركوا أيديكم ولا أرجلكم! ثم يظهر قوم ضعفاء لا يوبه لهم، قلوبهم كزبر الحديد، هم أصحاب الدولة، لا يفون بعهد ولا ميثاق، يدعون إلى الحق وليسوا من أهله، أسماؤهم الكنى ونسبتهم القرى، وشعورهم مرخاة كشعور النساء حتى يختلفوا فيها بينهم ثم يؤتي الله الحق من يشاء.

“Jika kamu melihat bendera-bendera hitam, maka tetaplah di tanah [mu] dan janganlah menggerakkan tangan dan kakimu, kemudian muncul kaum yang lemah, tidak ada yang menghiraukan mereka, hati mereka seperti potongan besi, mereka adalah shahibul daulah, mereka tidak menepati perjanjian dan kesepakatan, mereka mengajak kepada kebenaran tetapi mereka bukan termasuk ahlinya, nama mereka adalah kuniyah dan nisbat mereka kepada desa, rambut mereka terjuntai seperti rambut wanita hingga akhirnya mereka berselisih di antara mereka kemudian Allah akan mendatangkan kebenaran kepada orang yang Dia kehendaki.”[7]

Namun demikian riwayat diatas juga tidak luput dari cacat dan kelemahan. Bahkan Nu’aim bin Hammaad sendiri dituding sering menukilkan riwayatyang munkar, sebagaimana yang dinyatakan oleh imam adz Dzahabi : “Tidak diperbolehkan seorangpun untuk berhujjah dengannya dan sungguh ia telah menulis kitab Al Fitan maka ia mendatangkan di dalamnya riwayat-riwayat yang mengherankan dan riwayat-riwayat mungkar.”[8]
 
Kesimpulan
 Ulama berbeda pendapat dalam menerima hadits tentang panji hitam, sebagian besar menolak karena kelemahannya  sedangkan sebagiannya menerima. Namun, penerimaan ulama tidak bisa menjadi legitimasi untuk mendukung atau tidak mendukung, membela atau membenci, mengingat kuatnya pengaruh politik dalam permasalahan ini. Bagi pembaca yang ingin lebih jauh melihat takhrij haditsnya, atau membaca penjelasan tentang permasalahan ini bisa merujuk kepada kitab-kitab yang kami jadikan sebagai catatan kaki dalam tulisan ini.

Seperti biasa, dalam menjawab pertanyaan, kami berusaha menjawab seringkas mungkin, karena penjelasan ulama dalam kitab itu bisa berlembar-lembar. Nah, bagi yang ingin memperdalam bahasan sudah kami mudahkan, tinggal merujuk kepada makhtutath (catatan kaki) yang kami sertakan, lengkap dengan jilid kitab dan halamannya.

Wallahu a’lam.



[1] Faidhul Qodir (1/363)
[2] Musnad Ahmad bin Hanbal (14/383) dan (37/ 70), Sunan Ibn Majah (2/1367), Musnad al-Bazzar (3/ 310), al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain, (4/510), Sunan al-Tirmidzi,(4/531) al-Fitan, hlm. 231.
[3] Lihat gambar.
[4] Bidayah wa Nihayah ( 6/278).
[5] Bidayah wa Nihayah ( 6/278).
[6] Bidayah wa Nihayah ( 6/278).
[7] Al Fitan Nu’aim bin Hammaad hal 210 no 57, Kanz Al ‘Ummaal Muttaqiy Al Hindiy no 31530.
[8] Siyaar A’lam An Nubalaa’( 10/60)

0 comments

Post a Comment