MELURUSKAN PAHAM WAHABI : JUMLAH AHLUSSUNNAH ADALAH MINORITAS




Bukanlah dalam al Qur’an dinyatakan bahwa halu al Haq itu hanya sedikit. Mereka minoritas bukan mayoritas.  Seperti dalam ayat, "kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini", [QS. Shad : 24], "dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih", [QS. Saba' : 13], dan ayat, "Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain)", [QS. Yusuf : 106] 

Jawaban 

Jika cara menggunakan dalil seperti ini, rusaklah agama. Untuk jadi mufti, orang tidak perlu harus paham apa itu ma’fum atau mantuq, ‘amm atau khusus, pendek kata nggak usah repot-repot, asalkan ada ayat atau hadits yang sesuai comot dan tempelkan.
Padahal dalam dunia ilmiah, termasuk dalam ushul fiqih untuk memahami sebuah kalimat apalagi dalil, haterlebih dahulu harus ditentukan mana dalil umum dan mana dalil khusus, dan juga mana dalil umum yang sudah ditakhshis (dibatasi).

Penggunaan ayat-ayat diatas untuk mementahkan hadits-hadits yang telah disampaikan tentang jaminan dari Rasulullah sahallahu’alaihi wassalam bahwa mayoritas umat ini berada dalam kebenaran tentu tidak bisa dibenarkan.  Hal ini karena beberapa alasan diantaranya :

1.      Penjelasan Ulama tentang makna hadits-hadits diatas
Para ahlu ilmi telah menegaskan bahwa makna sawadul A’dzam dan al Jama’ah adalah pengikut kebenaran yang ditempuh oleh mayoritas muslimin. Umat ini akan menjadi penghuni syurga terbanyak, sebagaimana dalam hadits-hadits diterangkan : 

“Diperlihatkan kepadaku umat manusia seluruhnya. Maka akupun melihat ada Nabi yang memiliki pengikut sekelompok kecil manusia. Dan ada Nabi yang memiliki pengikut dua orang. Ada Nabi yang tidak memiliki pengikut. Lalu diperlihatkan kepadaku sekelompok hitam yang sangat besar, aku mengira itu adalah umatku. Lalu dikatakan kepadaku, ‘itulah Nabi Musa 'alaihisalam dan kaumnya’. Dikatakan kepadaku, ‘Lihatlah ke arah ufuk’. Aku melihat sekelompok hitam yang sangat besar. Dikatakan lagi, ‘Lihat juga ke arah ufuk yang lain’. Aku melihat sekelompok hitam yang sangat besar. Dikatakan kepadaku, ‘Inilah umatmu dan diantara mereka ada 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab’.” (Mutafaqqun ‘alaih) 

Berkata al Imam As-Sayuti :“Ia adalah kumpulan manusia dan kebanyakan mereka bersepakat diatas jalan kebenaran. Hadis telah menunjukkan bahwa selayaknya muslimin beramal dengan pendapat mayoritas.”[1]
 
Al imam al Munawi pula berkata;  “Maksud hadits hendaklah kamu ikut Sawadul A’zham dari ahli islam yaitu, agar kita mengikuti pendapat mayoritas yang diamalkan muslimin, karena ia adalah kebenaran yang wajib dan fardhu yang pasti, yang tidak boleh menyalahinya. Barangsiapa menyalahinya, lalu ia mati, maka ia mati dalam keadaan jahiliyyah”[2]

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah dalam menukil perkataan Imam Thabari rahimahullah yang menyatakan; “Berkata para ulama bahwa jama’ah adalah as-sawadul a’zham (mayoritas kaum muslim).”[3]

2.      Ayat diatas berbicara tentang hal umum dan nisbi

            Ayat yang disebutkan di atas tidak tepat dijadikan dalil yang membenarkan kelompok yang memiliki jumlah minoritas. Karena dalam dua ayat yang pertama, kata "sedikit", yang dimaksud adalah "sedikit" dalam makna relatif dan nisbi, yaitu adakalanya diletakkan dalam pengertian sedikit yang bersifat umum dan adakalanya diletakkan dalam pengertian sedikit yang bersifat khusus.
 Dalam pengertian umum, kaum Muslimin selalu sedikit dibandingkan dengan jumlah kaum non Muslim. Sedangkan dalam pengertian khusus, kaum Muslim yang bisa ikhlas dan istiqamah dalam ibadah itu jumlahnya sangat sedikit.

Demikian juga ayat “Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain),” [QS. Yusuf : 106], sangat tidak tepat bila digunakan sebagai dalil untuk mengkerdilkan jumlah ahlussunnah wal jama’ah sebagai pengikut al Haq dalam Islam. Karena jika kita buka kitab-kitab tafsir, ayat tersebut turun berkenaan dengan kaum penyembah bintang, penyembah berhala, umat Yahudi dan Nasrani. 

Demikianlah, membawa dalil umum untuk menghukumi suatu permasalahan yang khusus (dalam hal ini bab aqidah) saja tidak bisa dibenarkan, apalagi bila dalil umum bertentangan dengan dalil khusus yang ada.

3.      Terpatahkan oleh fakta ilmiah dan data sejarah.

Dalam sebuah hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam bersabda : “Umatku benar-benar akan terpecah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, yang satu di Surga, dan yang 72 (tujuh puluh dua) golongan di Neraka,’ Ditanyakan kepada beliau, ‘Siapakah mereka (satu golongan yang masuk Surga itu) wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Al-Jama’ah.’
Secara tegas hadits tersebut rasulullah mengatakan bahwa kelompok yang selamat meskipun 1 dari 73 golongan adalah al Jama’ah (mayoritas).
            Dan ini bersesuaian dengan fakta dan data yang ada. Meskipun dalam tubuh umat Islam ada firqah Khawarij, Syiah, Ahmadiyyah, Jahmiyah, Mu’tazilah dan sekte-sekte sesat lainnya, namun ahlusunnah tetaplah mayoritas.
 Dinegara-negara Asia tenggara termasuk Indonesia ahlusunnah dengan mazhab Asy Syafi’i yang dominan, di Benua Afrika ahlussunnah dengan mazhab fiqihnya yang umum disana adalah Maliki. Negara –negara kawasan Asia Selatan seperti pakistan, Bangladesh dan Timur tengah dengan mazhabnya Hanafi, Kawasan Nejd dengan Hanbalinya. Hanya kawasan Iran saja yang bisa dikatakan ahlusunnah minoritas disana.
Secara logika saja jika hanya sedikit yang lurus, misalnya 1/10 dari setiap generasi, maka dalam waktu 8 generasi (kurang dari 200 tahun) ajaran Islam akan punah.
Secara fakta ilmiah saja, jika banyak umat ini yang sesat maka kitab-kitab peninggalan para ulama yang ada sekarang pasti adalah karangan ulama dari kelompok sesat bukan ahlusnnah wal jama’ah.  Justru sebaliknya kitab rujukan dari semua disiplin ilmu pengarangnya sebagian besarnya adalah ulama-ulama yang lurus.
Secara fakta kesejarahan, jika umat ini banyak yang sesat, maka peninggalan dan kisah sejarah muslimin akan diisi oleh kisah hidup orang-orang sesat. Sebaliknya, sejarah muslimin adalah sejarah peradaban yang gemilang, indah dan memukau.

Wallahu alam.


[1] Hasyiah As-Sindi hal. 3940.
[2] Faidhul Qadir (2/547)
[3] Fathul Bari (12/37).

0 comments

Post a Comment