METODE PENGENALAN SIFAT WAJIB 20 SESAT ?



Ustadz benarkah mazhab Aqidah Asy’ariyah itu sesat karena membatasi sifat Allah hanya 20 ? Padahal Allah memiliki sifat yang banyak. Mohon penjelasannya.
 
Jawaban:

Tidak terhitung tudingan dan tuduhan palsu yang dialamatkan kepada mazhab terbesar ahlusunnah wal Jama’ah yang satu ini Asy’ariyyah. Kalau dahulu yang sering menyerang dan menjadikan mazhab ini bulan-bulanan adalah Syiah dan Mu’tazilah, sekte yang mendewakan akal, hari ini episode agak sedikit berganti, kalangan yang menisbahkan diri kepada salaf yang justru getol mensesat-sesatkan Asy’ariyyah. 

Termasuk tudingan basi tapi masih sering dibuat panas lagi adalah : Tuduhan mazhab Asyariyyah menafikan sebagian sifat Allah. Dengan membatasi sifat Rabul ‘alamin hanya 20 saja, sedangkan sifat lainnya ditakwil (dirubah maknanya) atau di taktil (dihilangkan). Benarkah demikian ? Mari kita simak penjelasannya.

Tidak benar bila mazhab Asy’ariyyah membatasi sifat Allah hanya 20 saja. Hal ini dapat kita simak langsung dari fatwa-fatwa ulama yang meluruskan tudingan ini. Berikut kami nukilkan sebagian saja :

Fatwa Ulama
Berkata Muhyiddin  Imam An nafrawi dalam al Fawakih ad dawani :
طريق أبي الحسن الأشعري إمام هذا الفن أنها أسماء لصفات قائمة بذاته تعالىزائدة على صفات المعاني الثمانية أو السبعة التي هي العلم والقدرة والإدراك على القول به ونحو ذلك من بقيتها ، والدليل عنده على ثبوتها السمع لورودها إمافي القرآن أو السنة لذلك تسمى على مذهبه صفات سمعية
“Jalan Abul hasan Al Asyari imam dalam permasalahan ini adalah : Bahwa lafadz-lafadz itu adalah nama untuk sifat yang berdiri pada dzat Allah sebagai tambahan dari sifat-sifat ma'ani yang delapan atau tujuh, yakni sifat ilmu,qudrah,idrak sebagaimana pendapat orang yang mengatakan adanya sifat itu, dan juga sifat semisalnya dari sisa sifat maani tersebut, dan adapun dalil atas penetapan sifat tersebut adalah sam'iyyat karena datang dalam alquran atau pun al hadits,oleh karena itu dalam madhabnya ada sifat-sifat yang di namai dengan sifat sam'iyyat.

Syaikh muhammad adib al kailani  berkata :
نبين أنه يجب لله تعالى - على الإجمال - كل كمال، وينزه عن كل نقصان، ويجوز في حقه فعل كل ممكن وتركه، وعلى التفصيل يجب لله تعالى عشرون صفة قسمها العلماء - ابتغاء التعرف إليها على أنها أمهات ما يجب لله تعالى- إلى أربعة أقسام.
“Kami menjelaskan bahwa wajib bagi Allah secara garis besar seluruh sifat kesempurnaan dan Dia di sucikan dari setiap sifat kekurangan dan bebas baginya melakukan setiap hal yang mumkin atau meninggalkannya. Dan secara rinci wajib bagi-Nya bersifat dengan 20 sifat yang di bagi oleh ulama pada 4 bagian,tujuannya hanya untuk memperkenalkan bahwa itu inti sifat yang wajib bagi Allah.”[1]

Al imam Al alamah al hud hudi  berkata :
لأن صفات مولانا جل وعز الواجبة له لا تنحصر في هذه العشرين، إذ كمالاته لا نهاية لها، ولم يكلفنا الله إلا بمعرفة ما نصب لنا عليه دليلاً وهي هذه العشرون، وتفضل علينا بإسقاط التكليف بما لم ينصب لنا عليه دليلاً
“Karena sifat Tuhan kita yang wajib itu tidak terbatas dalam 20 sifat saja,karena kesempurnaannya tidak ada batasnya,dan Allah tidak memerintahkan kita kecuali sifat yang di tegakkan dengan dalil yaitu 20 sifat dan Allah mengasihi kita dengan menggugurkan perintah dari mengetahui sifat yang tidak tegak padaNya dalil.”[2]

Syaikh Said Ramadhab al Buthi
يجب أن تعلم في كلمة جامعة مجملة أن الله عز وجل متصف بكل صفات الكمال ومنزه عن جميع صفات النقصان إذ إن ألوهيته تستلزم اتصافه بالكمال المطلق لزوماً بيناً بالمعنى الأخص.ثم إن علينا بعد ذلك أن نقف على تفصيل أهم هذه الصفات، ونبين معناها وما تستلزمه من أمور ومعتقدات. وقد وصف الله تعالى نفسه في كتابه الكريم بصفات كثيرة مختلفة إلا أن جزئيات هذه الصفات كلها تلتقي ضمن عشرين صفة رئيسية ثبتت بدلالة الكتاب وبالبراهين القاطعة

“Wajib mengetahui dengan kalimah yang global bahwa sesungguhnya Allah di sifati dengan seluruh sifat kesempurnaaan dan di sucikan dengan seluruh sifat kekurangan, karena ketuhananNya melazimkanNya di sifati dengan sifat kesempurnaan secara mutlak dengan kelaziman yang jelas dan dengan makna husus.

Kemudian wajib pada kita untuk mengetahui rincian sifat-sifat yang penting dari seluruh sifat sifat ini.  Dan menjelaskan maknanya yang lazim dari perkara- perkara aqidah.  Dan Allah telah mensifati dalam kitabnya dengan sifat sifat yang banyak dan berbeda beda, tetapi juz juz sifat sifat itu semuanya tercakup dalam 20 sifat sebagai pokok dan di tetapkan dengan dalil dan bukti yang qot'i.”[3]

Al Imam Ibnu faurak berkata :
فأما ما يثبت من طريق الخبر , فلا يُنكر –أي الإمام الأشعري- أن يرد الخبربإثبات صفات له تُعتقد خبراً , وتطلق ألفاظها سمعاً , وتحقق معانيها على حسبما يليق بالموصوف بها كاليدين والوجه والجنب والعين .لأنها فينا : جوارح , وأدوات , وفي وصفه نعوت وصفات , لما استحال عليهالتركيب , والتأليف , وأن يوصف بالجوارح والأدوات  
.
Dan adapun sifat-sifat yang di tetapkan dengan jalan khobar, Maka ia (Asy’ariyyah) tidakmengingkari untuk mendatangkan khabar dengan  menetapkan] sifat yang di itiqadkan sebagai khabar dan juga di ucapkan lafadznya sebagaimana yang di dengar dan di tetapkan maknanya dengan sesuatu yang layak untuk] yang di sifati' dengan sifat tersebut. Seperti sifat dua tangan,wajah,pinggang,mata, karena semua itu ketika di sandarkan pada kami itu bermakna anggota tubuh dan alat, dan dalam mensifati Allah itu semua adalah sifat-sifat semata, karena mustahil bagi Allah adanya tersusun dan mustahil juga di sifati dengan organ dan alat".[4]

Kenapa hanya sifat 20 ?
Dalam Aqidah ahlusunnah wal Jama’ah mazhab Asy’ariyyah, seorang muslim diwajibkan untuk mengenal 20 sifat wajib bagi Allah, 20 sifat mustahil bagi Allah dan satu sifat jaiz. Mungkin ada yang mencoba menyanggah dengan mengatakan kenapa hanya 20 sifat saja yang diwajbikan untuk dipelajari ? Bukankah sifat Allah itu banyak dan yang berwenang menentukan wajib tidaknya itu hanya Allah ?  Mari kita simak penjelasannya.

1.      Penjelasan pertama
            Sifat Allah itu memang banyak bahkan tidak terhingga, namun bukan berarti  mempelajari 20 Sifat itu sesat.  Karena 20 sifat yang dijelaskan dalam mazhab Asy’ariyyah itu adalah pokok keimanan yang wajib bagi setiap muslim mensifati Tuhannya.  Bahwa Allah itu Wujud (Ada), Wahdaniyah (Satu), Hayat (Hidup), ‘Ilmu (Maha Mengetahui), Qudrat (Kuasa), dan seterusnya.
Jika kita lihat dalam al Qur’an, Allah sendiri kadang hanya mengajarkan beberapa sifat saja kepada manusia. Misalnya pada Syahadah Laa ilaaha illallahu, hanya ada Sifat Allah itu Ada dan Allah itu Esa. Hanya ada dua sifat.

Demikian juga dalam surah Al Ikhlas hanya disebutkan  5 sifat :  Allah itu Esa, Allah tempat bergantung, Tidak melahirkan, Tidak dilahirkan, dan Tidak ada satu pun yang setara denganNya.

2.      Penjelasan kedua
Dalam Mazhab Asy’ariyyah sifat Allah dibagi menjadi dua bagian, yakni sifat Dzatiyah dan sifat Sam’iyat atau Khabariyyah.
 Sifat Dzatiyah adalah sifat yang secara tegas tercantum dalam al Quran dan al Hadits, dengan makna yang jelas dan tidak ada perbedaan dalam pemahamannya. Seperti Esanya Allah, maha mendengarnya Allah dan seterusnya. Yang semua sifat itu dirangkum dalam sifat 20 yang wajib diyakini oleh setiap muslim.
Adapun sifat Khabraiyyah seperti sifat tangan, wajah, turunnya Allah, marahnya Allah dan seterusnya, itu diimani oleh setiap muslim namun dengan makna yang berbed-beda. 

3.      Penjelasan ketiga
            Menjelaskan sifat Allah ala Asy’ariyyah dengan mengenalkan 20 sifat wajib adalah metode, bukan tanpa kritik dan celah kekurangan. Tapi bukan berarti pantas untuk disesat-sesatkan. Siapapun yang melihat sejarah umat ini pasti paham, bahwa saling menasehati dan mengkoreksi itu tradisi keilmuan ahlusunnah wal jama’ah.
            Saudara-saudara kita Wahabiyah atau Salafiyah sendiri punya metode tersendiri dalam mengajarkan aqidah, menurut kami itu sah-sah saja dan sepantasnya itu kita hargai. Namun bukan tanpa koreksi dan kritikan.
Seperti ajaran trilogi aqidah menjadi Uluhiyyah, Rububiyyah dan Asma wa sifat yang selama ini gencar disebarkan oleh teman-teman Salafi, juga bukannya tanpa bantahan. Ulama yang tidak setuju dengan metode penjelasan Aqidah ala Wahabiyah tersebut juga melancarakan bantahan sampai mengarang kitab.

 Diantaranya apa yang ditulis oleh asy-Syaikh al-Azhar al-‘Allamâh Yusuf ad-Dajwi al-Azhari : “Sesungguhnya pembagian tauhid kepada Ulûhiyyah dan Rubûbiyyah adalah pembagian yang tidak pernah dikenal oleh siapapun sebelum Ibn Taimiyah. Artinya, ini adalah bid’ah sesat yang telah ia munculkannya. Di samping perkara bid’ah, pembagian ini juga sangat tidak masuk akal; sebagaimana engkau akan lihat dalam tulisan ini. Dahulu, bila ada seseorang yang hendak masuk Islam, Rasulullah tidak mengatakan kepadanya bahwa tauhid ada dua macam. Rasulullah tidak pernah mengatakan bahwa engkau tidak menjadi muslim hingga bertauhid dengan tauhid Ulûhiyyah (selain Rubûbiyyah), bahkan memberikan isyarat tentang pembagian tauhid ini, walau dengan hanya satu kata saja, sama sekali tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Demikian pula hal ini tidak pernah didengar dari pernyataan ulama Salaf; yang padahal kaum Musyabbihah sekarang yang membagi-bagi tauhid kepada Ulûhiyyah dan Rubûbiyyah tersebut mengaku-aku sebagai pengikut ulama Salaf.”[5]

Dalam kitab Mishbâh al-Anâm, pada bab ke dua, al-Imâm Alawi ibn Ahmad al-Haddad berkata : ”Tauhid Uluhiyyah masuk dalam pengertian tauhid Rububiyyah dengan dalil bahwa Allah telah mengambil janji dari seluruh manusia anak cucu Adam dengan firman-Nya ”Alastu Bi Rabbikum?”. Ayat ini tidak kemudian diikutkan dengan ”Alastu Bi Ilahikum?”. Artinya; Allah mencukupkannya dengan tauhid Rububiyyah, karena sesungguhya sudah secara otomatis bahwa seorang yang mengakui ”Rububiyyah” bagi Allah maka berarti ia juga mengakui ”Uluhiyyah” bagi-Nya. Karena makna ”Rabb” itu sama dengan makna ”Ilah”. Dan karena itu pula dalam hadits diriwayatkan bahwa dua Malaikat di kubur kelak akan bertanya dengan mengatakan ”Man Rabbuka?”, tidak kemudian ditambahkan dengan ”Man Ilâhuka?”. Dengan demikian sangat jelas bahwa makna tauhid Rubûbiyyah tercakup dalam makna tauhid Ulûhiyyah.”

Kesimpulan
Metode yang ditempuh oleh Asy’ariyyah dalam menjelaskan aqidah kepada umat bukanlah cara yang sesat, justru ia tegak diatas dalil. Mereka yang gemar mengumbar fatwa sesat kepada aqidah mayoritas muslimin ini sudagh pasti orang yang jahil.
Demikian, wallahu a’lam.




[1] Syarh Jumarat (1/274).
[2] Syarah sanusiyyah as sugra 45-46.
[3] Kubro al Yaqiniyat 108.
[4] Mujarad al Maqalat Al asyari hal 40.
[5] Majalah Nurul Islam tahun 1352 H.

0 comments

Post a Comment