HUKUM LELANG



Izin bertanya ustadz tentang hukum jual beli dengan cara lelang. Sepengetahuan saya kita tidak boleh membeli atau menawar barang yang sudah ditaksir oleh orang lain. Mohon penjelasannya.
Jawaban
Secara Istilah fiqih, lelang disebut dengan muzayadah (مزايدة), yang berasal dari kata zada-yazidu-ziyadah (زاد - يزيد - زيادة) yang artinya bertambah atau berlipat -lipat. Sedangkan secara istilah lelang didefinisikan dengan :
أن ينادى على السلعة ويزيد الناس فيها بعضهم على بعض حتى تقف على آخر زائد فيها فيأخذها
Mengajak orang membeli suatu barang, dimana orang-orang (pembeli) saling menambahi nilai tawar harga, hingga berhenti pada penawar tertinggi dan dia bisa mengambilnya.[1]

Hukum lelang
Tentang hukum jual beli dengan cara lelang memang ada sebagian ulama yang memakruhkan, namun menurut mayoritas ulama asal hukum lelang adalah halal dan sah serta tidak ada kemakruhannya.[2]
Sebagian ulama diantaranya Ibnu Qudamah dan imam Bahuti bahkan mengklaim bahwa kebolehan jual beli lelang itu adalah Ijma (kesepakatan) ulama.[3] Disebutkan dalam al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah :
وهذا بيع جائز بإجماع المسلمين، كما صرح به الحنابلة، فصححوه ولم يكرهوه. وقيده الشافعية بأمرين: أن لا يكون فيه قصد الإضرار بأحد، وبإرادة الشراء، وإلا حرمت الزيادة، لأنها من النجش
“Jual beli ini boleh menurut kesepakatan muslimin, seperti yang telah disuarakan oleh kalangan mazhab Hanbali.  Hukumnya sah dan tidak ada kemakruhan. Sedangkan dalam mazhab Syafi’I menetapkan dua ketentuan : (pertama) tidak dijadikan sarana untuk merugikan orang lain, (kedua) dia memang ingin membelinya, jika tidak demikian keadaannya haram hukumnya karena didalamnya ada unsur hendak menyingkirkan orang lain.”[4]
Namun klaim ini tidak tepat, karena dalam berbagai literatur fiqih telah disebutkan adanya ulama-ulama yang berbeda pandangan, meskipun yang kuat adalah yang membolehkannya.[5]

1.      Kalangan yang memakruhkan
Diantara ulama yang berpendapat makruhnya jual beli lelang adalah An-Nakha’I dan Al-Auza’i.[6] Berkata Imam Ishaq bin Rahawaih : “Aku membencinya (makruh), kecuali dalam warisan, ghanimah, dan perkongsian.”[7]
Dasar pendapat ini adalah karena memang ada dzahir hadits yang menyebutkan larangan jual beli lelang secara khusus dan membeli barang yang telah ditawar orang lain.
Hadits-hadits larangan tersebut diantaranya :

Pertama, Sufyan bin Wahab :
سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عن بيع المزايدة
Aku mendengar Rasulullah shalallahu’alaihi wasslam melarang jual beli lelang. (HR Al-Bazzar)[8]

Kedua, riwayat Ibnu Umar :
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبِيعَ أَحَدُكُمْ عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ إِلَّا الْغَنَائِمَ وَالْمَوَارِيثَ
“Rasulullah Shallallahu’alaihi wassallam melarang kalian membeli  barang belian saudaranya kecuali pada harta rampasan perang dan warisan.” (HR. Ahmad)[9]
Ketiga, riwayat Abu Hurairah :
عن رسول الله صلى الله عليه وسلم  أنه نهى عن المزايدة إلا في ثلاث الميراث والشركة وبيع الغنائم
Rasulullah Shallallahu’alaihi wassallam melarang lelang kecuali pada tiga hal: warisan, syirkah, dan harta rampasan perang.(HR. Ishaq bin Rahawaih dalam Musnadnya No. 438)[10]

2.      Kalangan yang membolehkan
Para ulama mazhab yang empat umumnya berpendapat bahwa jual beli lelang secara asal dibolehkan.[11] Berkata  Syaikh Wahbah Az Zuhaili rahimahullah :
وهو أن ينادي على السلعة، ويزيد الناس فيها بعضهم على بعض حتى تقف على آخر زائد فيها فيأخذها، فهو بيع صحيح جائز لا ضرر فيه.
Lelang adalah menawarkan dengan seruan  terhadap sebuah barang, dan manusia satu sama lain  menambahkan harganya sampai berhenti, maka yang akhir yang berhak mengambilnya. Ini adalah jual beli yang sah dan boleh, dan tidak ada masalah di dalamnya.[12]

Dalil-dalil kebolehan lelang
Selain menghukumi lemah hadits-hadits yang melarang jual beli lelang diatas, mayoritas ulama juga mendatangkan hadits  yang secara tegas membolehkan praktek jual beli yang satu ini. Yaitu :

أَنَّ رَجُلًا مِنْ الْأَنْصَارِ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُهُ فَقَالَ لَكَ فِي بَيْتِكَ شَيْءٌ قَالَ بَلَى حِلْسٌ نَلْبَسُ بَعْضَهُ وَنَبْسُطُ بَعْضَهُ وَقَدَحٌ نَشْرَبُ فِيهِ الْمَاءَ قَالَ ائْتِنِي بِهِمَا قَالَ فَأَتَاهُ بِهِمَا فَأَخَذَهُمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ ثُمَّ قَالَ مَنْ يَشْتَرِي هَذَيْنِ فَقَالَ رَجُلٌ أَنَا آخُذُهُمَا بِدِرْهَمٍ قَالَ مَنْ يَزِيدُ عَلَى دِرْهَمٍ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا قَالَ رَجُلٌ أَنَا آخُذُهُمَا بِدِرْهَمَيْنِ فَأَعْطَاهُمَا إِيَّاهُ وَأَخَذَ الدِّرْهَمَيْنِ فَأَعْطَاهُمَا الْأَنْصَارِيَّ
Ada seorang laki-laki dari Anshar datang kepada Nabi shalallahu’alaihi wasslam, dia bertanya kepadanya: “Apakah kamu punya sesuatu di rumahmu?” Laki-laki itu menjawab, “Ya, sebuah kain sarung yang sebagian kami pakai buat selimut tidur sebagiannya buat alasnya, dan sebuah cangkir yang saya pakai buat minum.”  Beliau bersabda: “Bawakan kepadaku keduanya.” Lalu saya membawakan kedua barang itu kepadanya, dan dia mengambil dengan tangannya, dan bersabda: “ Siapa yang mau beli dua benda ini?” Berkata seorang laki-laki: “Saya akan membeli keduanya dengan satu dirham.” Beliau bersabda: “Siapa yang menambahkan satu dirham ini?” Beliau mengulangnya dua atau tiga kali. Berkata seorang laki-laki: “Saya akan membelinya dengan dua dirham.” Maka Nabi memberikan kedua benda itu kepadanya dan mengambil dua dirham itu dan memberikannya kepada laki-laki Anshar tersebut.[13]

Meskipun sebenarnya status hadits ini juga diperdebatkan oleh para ulama, sebagian mendhaifkan, sebagian menghasankan sedangkan ada pula yang menghukuminya shahih. Ibnu Qaththan mendhaifkan hadits ini, Al Haitsami dan Ibnu hajar menghasankannya, sedangkan imam az Zaila’I menshahihkannya. Silahkan simak perdebatan dan penjelasan para ulama mengenai hadits ini dikitab Fathul Bari (4/354), Majma’ Az Zawaid (4/84) dan  Nashbur Rayah Li Ahadits Al Hidayah (4/22).

Jual beli lelang boleh dan tidak ada larangannya karena dalam pandangan mayoritas ulama praktek yang diharamkan dalam jual beli adalah ketika penjual dan pembeli sepakat atas harga suatu barang, tiba-tiba muncul pembeli yang lain dan menohok dengan mengajukan harga tawar yang lebih tinggi, dan lelang tidaklah seperti itu.

Kesimpulan

Hukum lelang boleh menurut mayoritas ulama dan pendapat yang kuat, namun bisa menjadi haram sebagaimana jual beli yang lain apabila ada unsur keharaman yang masuk ke dalamnya, semisal melelang barang yang haram dan lainnya. Wallahu a’lam.


[1] Qawanin al Fiqhiyyah hal. 175, Fath al Qadir (6/108).
[2] Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu (4/592)
[3] Al Kasysyaf Al Qinaa’ (9/13), Al Mughni (8/395).
[4] al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (9/219).
[5] Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu (4/592)
[6] Bidayatul Mujtahid (2/165), Nailul Authar (5/191).
[7] Masail Al Imam Ahmad bin Hambal wa Ishaq bin Rahawaih (6/2573)
[8] Ibnu Hajar melemahkannya dalam kitabnya Fath al Bari (4/354), juga  An Nasa’i mengatakan: tidak kuat.” (Siyar A’lamn An Nubala 7/197)
[9] Hadits ini didhaifkan oleh beberapa ulama hadits diantaranya An Nasai dan imam al Haitsami (Majma’ Az Zawaid, 4/84), karena di dalam rawinya ada Luhai’ah. Namun sebenarnya Hadits dengan redaksi serupa juga diriwayatkan dengan jalur yang berbeda seperti riwayat Imam Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra No. 10669, dan Ad Daruquthni No. 32.
[10] Hadits ini lemah, karena ada perawi yang majhul (tidak diketahui) identitasnya. Selain itu Al Walid bin Muslim adalah seorang imam dan ulamanya penduduk Syam,  Imam Ahmad dan Ali Al Madini memujinya, tetapi Abu Mashar menyebutnya sebagai orang yang suka menggelapkan sanad atau matan hadits. (Mizanul I’tidal 4/347)
[11] Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah ( 37/87).
[12] Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu (4/592).
[13]HR. Ibnu Majah No.  2198, Tirmidzi No. 1218, Abu Daud No. 1641, Ahmad No. 12134, Ibnul Jaarud dalam Al Muntaqa’  No. 569, dan lain-lain.

0 comments

Post a Comment