Ustadz ada
seorang mualaf yang bertanya kepada saya tentang hukum menambah bacaan di dalam
sujud, saya katakan boleh saja dengan syarat tidak menggunakan bahasa
daerah atau bahasa Indonesia.
Kronologisnya beliau apabila sedang
mengerjakan shalat dan kemudian bersujud, ia merasakan bahwa Allah sangatlah
dekat sehingga seakan –akan tidak mau bangun dari sujudnya. Mohon pencerahannya
ustadz.
Jawaban :
Sujud memang
memiliki kedudukan yang agung dalam syariat agama ini. Sebagaimana sebuah
hadits menyebutkan :
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ
فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
“Yang paling dekat antara seorang
hamba dengan Rabbnya adalah ketika ia sujud, maka perbanyaklah do’a ketika itu.”
(HR. Muslim)
Dalam riwayat lain :
أَلَا
وَإِنِّي نُهِيتُ أَنْ أَقْرَأَ الْقُرْآنَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا فَأَمَّا
الرُّكُوعُ فَعَظِّمُوا فِيهِ الرَّبَّ عَزَّ وَجَلَّ وَأَمَّا السُّجُودُ
فَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ
“Sesungguhnya aku dilarang untuk membaca Al-Qur’an ketika ruku’ dan sujud,
adapun ketika ruku’, agungkan kamulah Rabb dan adapun pada waktu sujud, maka
bersungguh-sungguhlah berdoa sebab saat itu sangat tepat untuk dikabulkan”. (HR. Muslim)
Dan perilaku
saudara kita tersebut tentu sebuah anugarah yang indah dariNya, bisa merasakan
kenikmatan dalam sujud. Dimana hari ini sudah banyak dicabut dari kebanyakan
orang, mereka tergesa-gesa dalam shalat sehingga ruku’ dan sujudnya pun seperti
burung yang mematuk.
Menambahkan doa dalam sujud
Berdasarkan dalil hadits diatas,
mayoritas ulama dari kalangan Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah berpendapat
boleh menambahkan doa dan bacaan tasbih di dalam sujud dalam semua shalat.[1] Berikut rinciannya :
Hanafiyyah
Kalangan Hanafiyyah berpendapat bahwa boleh
menambah doa-doa yang ma’tsur (dari ayat atau hadits) di dalam shalat sunnah, tapi
tidak boleh dalam shalat wajib. Hal ini karena kalangan al Ahnaf memaknai
hadits perintah memperbanyak do’a di dalam sujud adalah dalam konteks shalat
sunnah.[2]
Malikiyyah
Boleh menambahkan doa setelah bacaan tasbih di
dalam sujud , baik shalat sunnah maupun wajib.[3]
Syafi’iyyah
Sebagaimana pendapat Malikiyyah, dalam mazhab
ini dibolehkan seseorang menambahkan do’a –doa di dalam sujud semua jenis
shalat. Hanya dalam mazhab ini diberikan keterangan afdhalnya ketika shalat
sendiri dan jika menjadi imam tidak menyebabkan panjangnya shalat.[4]
Berkata al Imam Al-Nawawi : “Doa-doa dalam sujud tersebut adalah mutlak dan tidaklah
dibatasi. Doa apa saja yang termasuk maksud doa adalah boleh. Sebab Rasulullah shalallahu’alaihi
wassalam melakukan
berbagai doa yang berbeda dan berbagai tema. Ini menunjukkan bahwa hal itu
tidak dilarang. Dalam Shahihain dari Ibnu Mas’ud, bahwa Nabi bersabda :
ثُمَّ
لِيَتَخَيَّرْ مِنَ الدُّعَاءِ أَعْجَبَهُ إِلَيْهِ فَلْيَدْعُ بِه
“Kemudian
hendaknya dia memilih doa yang disukai dan sesuai seleranya.” Dalam riwayat
Imam Muslim, sebagaimana menjelasan bab yang lalu, dari Abu Hurairah: “kemudian
dia berdoa untuk apa-apa yang nyata untuk dirinya.”[5]
Hanabilah
Ulama dalam mazhab ini kelihatannya tidak
kompak dalam permasalahan ini. Sebagian mereka berpendapat sebagaimana kalangan
Hanafiyyah, sedangkan jumhur mazhab ini mengatakan boleh menambah bacaan doa di
dalam shalat fardhu juga. Bahkan dengan doa-doa lain selain yang bersumber dari
al Qur’an dan hadits.[6]
Bagaimana bentuk doanya ?
Yang afdhal dalam sujud adalah
menambah dengan doa-doa yang ma’tsur dari al Qur’an dan hadits, atau doa-doa
sujud yang disebutkan dalam as sunnah secara khusus seperti :
سُبْحَانَكَ
اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي
“Maha Suci
Engkau Ya Allah, segala pujian untuk-Mu, ampunilah Aku.” (HR. Bukhari)
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي
كُلَّهُ دِقَّهُ وَجِلَّهُ، وَأَوَّلَهُ وَآخِرَهُ، وَعَلاَنِيَتَهُ وَسِرَّهُ،
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَبِعَفْوِكَ مِنْ
عُقُوبَتِكَ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ، لاَ أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا
أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ
“Ya Allah, ampunilah diriku dari dosaku semuanya, yang detail atau yang
besar, yang awal dan yang akhir, yang terlihat ataupun yang tidak terlihat. Ya
Allah, aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari murka-Mu, dengan maaf-Mu dari
hukuman-Mu dan Aku berlindung dengan-Mu dari-Mu. Tidak terhitung pujian bagi-Mu
Engkau sebagaimana pujian-Mu atas diri-Mu.” (HR. Muslim)
اللَّهُمَّ
أَعِنيِّ عَلىَ شُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
“Ya Allah,
tolonglah aku untuk bersyukur dan beribadah dengan baik kepada-Mu." (Sunan Ibnu Manshur)
Boleh juga dengan doa-doa apapun yang berisi
kebaikan asalkan dengan menggunakan bahasa Arab. Jika bukan dengan doa yang
berbahasa Arab hendaknya dibaca di dalam hati, karena jika dilafadzkan akan
menyebakan batalnya shalat. Berkata al Muhyiddin an Nawawi rahimahullah :
ولا يجوز ان
يخترع دعوة غير مأثورة ويأتى بها العجمية بلا خلاف وتبطل بها الصلاة
“Dan
tidak boleh membuat doa-doa yang tidak diajarkan Nabi dengan mengungkapnnya
dengan bahasa ‘ajam (selain bahasa arab) berdasarkan kesepakatan ulama dan
shalatnya menjadi batal.[7]
Kesimpulan
1. Boleh bahkan dianjurkan berdo’a di dalam sujud diluar bacaan tasbih menurut
mayoritas ulama.
2. Yang Afdhal adalah doa sujud yang diajarkan Rasulullah
shalallahu’alaihi wasslam atau doa-doa dalam al Qur’an dan hadits.
3. Boleh membaca doa yang digubah sendiri dalam
bahasa Arab, namun jika dalam bahasa selain Arab haram dan batal shalatnya.
Wallahu a’lam.
0 comments
Post a Comment