SKAT DALAM SHALAT BERJAMA’AH



Bila tempat makmum perempuan berada ditempat yang diskat full sehingga tidak bisa melihat jama’ah laki-laki apakah itu sah ustadz ? Masalahnya keadaan ini menyebabkan makmum perempuan tidak mendengar atau mengetahui gerakan imam dalam shalat, bahkan sampai ketinggalan raka’at.
Jawaban
Shalatnya seseorang yang antara dirinya dengan imam terpisah pembatas semisal dinding atau benda lainnya tetaplah sah dalam pandangan mayoritas ulama, asalkan ia masih dalam satu bangunan dan bisa melihat imam atau mendengar suaranya juga masih dalam satu komplek.[1]
Contoh kasus diselenggarakannya sebuah shalat berjama’ah, kaum laki-laki berada dilantai 1 sebuah gedung dan para wanitanya berada dilantai 2, selama yang berada dilantai 2 bisa mendengar suara imam, maka shalatnya tetaplah sah.
Al Hasan berkata : “Boleh mengikuti imam meskipun antara keduanya terpisah jalan atau tembok selama ia dapat mendengar takbirnya (komandonya) imam.”[2]
Hal ini didasarkan kepada sebuah riwayat dari Yahya bin Sa’id Al Anshari dari ‘Amrah dari ‘Aisyah berkata, Rasulullah mengerjakan shalat di kamarnya, ternyata orang-orang mengikuti beliau dari belakang kamarnya.” (H.R. Abu Daud)
Demikian juga dalam Mushonnaf ‘Abdurrozaq disebutkan bahwa ‘Aisyah biasa shalat di rumahnya dengan mengikuti shalat imam. Karena rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdampingan langsung dengan masjid dan ada pintu yang memang langsung menuju masjid.[3]
Sedangkan kalangan Hanafiyyah berpendapat bahwa makmum yang terpisah dibangunan tersendiri wajib tersambung dengan makmum yang bersama imam, jika tidak, maka shalatnya tidak sah.[4]

Lalu bagaimana bila tidak terlihat atau tidak terdengar ?

Jika skat tersebut menyebabkan makmum tidak bisa mendengar suara imam meskipun dengan pengeras suara maka shalatnya tidak sah. Berkata Syeikh Zainuddin Al Malibary :

ومنها علم بانتقال إمام برؤية له او لبعض صف او سماع لصوته او صوت مبلغ ثقة ، ومنها اجتماعهما اي الامام والمأموم بمكان كما عهد عليه الجماعات فى العصر الخالية ، فان كانا بمسجد… صح الإقتداء به وان زادت المسافة بينهما على ثلاثمائة ذراع او اختلفت الأبنية بخلاف من ببناء فيه لا ينفذ بابه اليه بأن سمر أو كان سطحا لا مرقى له منه فلا تصح القدوة حينئذ

“Dan diantara syarat sah berma’mum, yaitu mengetahui pindah-pindahnya imam dari satu rukun ke rukun yang lainnya. dengan cara melihat sendiri baginya, atau melihat sebagian shaf, atau mendengar suara imam, atau suara muballigh yang kepercayaan. Dan diantara syarat sah berma’mum, yaitu berkumpul kedua ma’mum dan imam pada tempat sebagaimana telah diketahui atasnya berjama’ah pada masa-masa yang lampau. Kalau kedua imam dan ma’mum itu berada dalam satu masjid …. Maka sah berma’mum, meskipun jarak antara keduanya melebihi 300 hasta dan meskipun berbeda-beda ruangannya. Lain halnya orang yang berada pada ruangan masjid yang tidak tembus pintu ruangan itu ke masjid dengan dipaku pintunya itu, atau adalah ma’mum itu di tingkat atas yang tidak ada tangga penghubung padanya, maka tidak sah berma’mum, karena tidak berhimpun ketika itu.”[5]

Kesimpulan

Shalatnya makmum yang terpisah oleh dinding  selama masih bisa melihat imam atau mendengar suara imam tetap sah menurut mayoritas ulama sedangkan Hanafi mengatakan tidak sah.  Namun bila terpisahnya menyebabkan makmum tidak mendengar suara imam, shalat tidak sah.
Afdhalnya, janganlah shalat di tempat yang pembatasnya terlalu ketat (bangunan tersendiri). Wallahu alam.



[1] Mughni Al Muhtaaj (1/248), Fiqhul Islam Wa’adillatuhu (2/351)
[2] Fathul Bari (4/397)
[3] Mushonnaf ‘Abdurrozaq Bab “Shalat Seseorang di Belakang Imam di Luar Masjid” no. 4883.
[4] Fiqhul Islam Wa’adillatuhu (2/351).
[5] Fath al Muin hal 36.

0 comments

Post a Comment