Afwan ustadz mau bertanya, kalau
hafalan quran dijadikan mahar, boleh apa tidak ya ustadz?
Jawaban
Memang
ada hadits yang dipahami oleh sebagian orang bisa menjadi dalil bolehnya
menjadikan hafalan al Qur’an sebagai mahar. Yakni hadits dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada seorang
laki-laki yang akan menikah :
هَلْ عِنْدَكَ مِنْ شَيْءٍ؟
قَالَ: لاَ وَاللهِ، يَا رَسُوْلَ اللهِ. فَقالَ: اذْهَبْ إِلَى أَهْلِكَ،
فَانْظُرْ هَلْ تَجِدُ شَيْئًا. فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ فَقَالَ: لاَ وَاللهِ، مَا
وَجَدْتُ شَيْئًا. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ : انْظُرْ وَلَوْ خَاتَماً مِنْ
حَدِيْدٍ. فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ، فَقَالَ: لاَ وَاللهِ، يَا رَسُوْلَ اللهِ،
وَلاَ خَاتَماً مِنْ حَدِيْدٍ، وَلَكِنْ هَذَا إِزَارِي فَلَهَا نِصْفُهُ. فَقاَلَ
رَسُوْلُ اللهِ : مَا تَصْنَعُ بِإِزَارِكَ، إِنْ لَبِسْتَهُ لَمْ يَكُنْ
عَلَيْهَا مِنْهُ شَيْءٌ، وَإِنْ لَبِسَتْهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْكَ مِنْهُ شَيْءٌ.
فَجَلَسَ الرَّجُلُ حَتَّى إِذَا طَالَ مَجْلِسَهُ قَامَ، فَرَآهُ رَسُوْلُ للهِ
مُوَالِيًا فَأَمَرَ بِهِ فَدُعِيَ، فَلَمَّا جَاءَ قَالَ: مَاذَا مَعَكَ مِنَ
الْقُرْآنِ؟ قال: مَعِيْ سُوْرَةُ كَذَا وَسُوْرَة كَذَا –عَدَّدَهَا- فَقاَلَ:
تَقْرَؤُهُنَّ عَنْ ظَهْرِ قَلْبِكَ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: اذْهَبْ، فَقَدْ
مَلَّكْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ
“Apakah engkau punya sesuatu untuk dijadikan mahar?”
“Tidak demi Allah, wahai Rasulullah,” jawabnya.
“Pergilah ke keluargamu, lihatlah mungkin engkau
mendapatkan sesuatu,” pinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Laki-laki itu pun pergi, tak berapa lama ia kembali,
“Demi Allah, saya tidak mendapatkan sesuatu pun,” ujarnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Carilah walaupun hanya berupa cincin besi.”
Laki-laki itu pergi lagi kemudian tak berapa lama ia
kembali, “Demi Allah, wahai Rasulullah! Saya tidak mendapatkan walaupun cincin
dari besi, tapi ini sarung saya, setengahnya untuk wanita ini.”
“Apa yang dapat kau perbuat dengan izarmu? Jika engkau
memakainya berarti wanita ini tidak mendapat sarung itu. Dan jika dia
memakainya berarti kamu tidak memakai sarung itu.”
Laki-laki itu pun duduk hingga tatkala telah lama
duduknya, ia bangkit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihatnya
berbalik pergi, maka beliau memerintahkan seseorang untuk memanggil laki-laki
tersebut.
Ketika ia telah ada di hadapan, beliau bertanya, “Apa
yang kau hafal dari Al-Qur`an?” “Saya hafal surah ini dan surah itu,”
jawabnya.
“Benar-benar engkau menghafalnya di dalam hatimu?”
tegas beliau.
“Iya,” jawabnya.
“Bila demikian, baiklah, sungguh aku telah menikahkan
engkau dengan wanita ini dengan mahar berupa surah-surah Al-Qur`an yang engkau
hafal,” kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Mutafaqqun ‘alaih)
Pendapat ulama
Ditengah-tengah para
ahli ilmu, hadits diatas menyebabkan
perbedaan pandangan yang lumayan tajam tentang hukum : Boleh tidaknya mahar
dengan mengajarkan al Qur’an. Sebagian kelompok ulama membolehkan, sedangkan jumhur menyatakan
hal tersebut tidak diperbolehkan.[1]
1.
Kalangan yang
membolehkan
Berdasarkan dzahir
hadits diatas, kalangan Syafi’iyyah dan sebagian Malikiyyah membolehkan seorang
laki-laki bermahar dengan mengajarkan al Qur’an untuk pernikahannya.[2]
Berkata Muhyiddin al Imam Nawawi
rahimahullah :
وَفِي
هَذَا الْحَدِيث دَلِيل لِجَوَازِ كَوْن الصَّدَاق تَعْلِيم الْقُرْآن
“Di dalam hadits terdapat dalil akan bolehnya mahar
berupa pengajaran Al Qur’an.”[3]
Namun demikian kalangan Syafi’iyyah
menetapkan adanya dua syarat keabsahan mengajarkan al Qur’an sebagai mahar :
(1) Adanya penentuan yang diajarkan, apakah seluruh al Qur’an atau surah
tertentu saja (2) Biaya selama pengajaran ditanggung olehnya.[4]
2.
Kalangan yang
tidak membolehkan
Jumhur ulama dari
kalangan Hanafiyyah, Hanabilah dan sebagian Malikiyyah menganggap bahwa pengajaran
al Qur’an tidak sah untuk dijadikan mahar. Hal ini karena mahar secara
pengertian adalah harta yang diberikan dalam perkawinan. Hal ini telah ditegaskan dalam nas al Qur’an :
وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا
وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ
مُسَافِحِينَ
“Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian
(yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina”
(QS. An Nisa’: 24).
Demikian juga ini dipertegas
dan diperjelas dalam hadits-hadit Nabawi dan praktek yang dilakukan para
sahabat kala itu.
Mengajarkan al Qur’an bukanlah
hafalan al Qur’an
Yang
menjadi perselisihan para ulama tentang bab Mahar diatas adalah tentang mengajarkan
al Qur’an kepada calon istrinya, yang membolehkan pun bukan sekedar boleh. Ada
syarat-syarat yang harus dipenuhi.
Sedangkan
kasus mahar ‘hafalan QUr’an’ hari ini, mempelai laki-laki menyetorkan hafalan
al Qur’annya disaat akad, dan itu dijadikan mahar. Ini tentu tidak sama. Karena
yang dibolehkan oleh ulama adalah jasa mengajarkan al Qur’an, bukan pameran
hafalan al Qur’annya.
Kesimpulan
Tidak sah pernikahan
dengan model menyetor hafalan al Qur’an sebagai Mahar menurut jumhur ulama dan
pendapat yang mu’tamad dalam 4 mazhab. Wallahu a’lam.
0 comments
Post a Comment