MEMBACA AYAT DI RAKA’AT KETIGA DAN KEEMPAT



Ustadz, ada teman saya yang setiap kali shalat wajib, di raka’at ketiga dan keempat dia membaca surat atau ayat al Qur’an sebagaimana di raka’at pertama dan kedua. Apakah itu diperbolehkan ?

Jawaban
Ulama sepakat bahwa tempat yang disunnahkan untuk membaca ayat setelah al Fatihah adalah pada raka’at pertama dan kedua.[1]  Hal ini didasarkan kepada hadits dari sahabat Abu Qatadah :

انَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الرَّكْعَتَيْنِ الأُولَيَيْنِ مِنْ صَلاَةِ الظُّهْرِ بِفَاتِحَةِ الكِتَابِ، وَسُورَتَيْنِ يُطَوِّلُ فِي الأُولَى، وَيُقَصِّرُ فِي الثَّانِيَةِ وَيُسْمِعُ الآيَةَ أَحْيَانًا، وَكَانَ يَقْرَأُ فِي العَصْرِ بِفَاتِحَةِ الكِتَابِ وَسُورَتَيْنِ، وَكَانَ يُطَوِّلُ فِي الأُولَى.

Nabi shallallahu’alaihi wasallam membaca Al-Fatihah di dua rakaat pertama shalat Dzuhur dan juga membaca dua surat yang panjang pada rakaat pertama dan pendek pada rakaat kedua dan terkadang hanya satu ayat. Beliau membaca Al-Fatihah di dua rakaat pertama shalat Ashar dan juga membaca dua surat dengan surat yang panjang pada rakaat pertama.(Mutafaqqun ‘alaih).

Sedangkan dalam riwayat yang lain : “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membaca di dua rakaat pertama shalat Dzuhur dengan Al-Fatihah dan surat, sementara di dua rakaat terakhir dengan Al-Fatihah.” (Mutafaqqun ‘alaih)

Bagaimana dengan raka’at ketiga dan keempat ?

Memang ada sebagian ulama membolehkan untuk membaca surat atau ayat setelah Fatihah diraka’at ketiga dan keempat. Bahkan dinukil dari al Imam Asy Syafi’i dalam kitab al Ummnya bahwa ini hukumnya mandub (disukai). Sedangkan mayoritas ulama mazhab termasuk Asy Syafi’i dalam qaul Qadimnya menyatakan tidak ada kesunnahannya.[2]

Ulama yang membolehkan membaca ayat atau surah diraka’at ketiga dan keempat  setelah al Fatihah mendasarkan pendapatnya kepada dalil-dalil berikut ini :Pertama  : Hadist dari Abu Said al-Khudri :

كُنَّا نَحْزُرُ قِيَامَ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي اَلظُّهْرِ وَالْعَصْرِ , فَحَزَرْنَا قِيَامَهُ فِي اَلرَّكْعَتَيْنِ اَلْأُولَيَيْنِ مِنْ اَلظُّهْرِ قَدْرَ : (الم تَنْزِيلُ) اَلسَّجْدَةِ . وَفِي اَلْأُخْرَيَيْنِ قَدْرَ اَلنِّصْفِ مِنْ ذَلِكَ . وَفِي اَلْأُولَيَيْنِ مِنْ اَلْعَصْرِ عَلَى قَدْرِ اَلْأُخْرَيَيْنِ مِنْ اَلظُّهْرِ

Kami memperhatikan berdirinya Nabi shallallahu‘alaihi wasallam ketika shalat Dzuhur dan Ashar. Kami perhatikan berdiri beliau di dua rakaat pertama shalat dzuhur panjangnya sekitar surat as-Sajdah. Sementara di dua rakaat terakhir setengahnya. Sementara di dua rakaat pertama shalat asar, seperti dua rakaat terakhir shalat dzuhur. (HR. Muslim).

Kedua : diriwayatkan oleh Malik dalam al-Muwatha’ dengan sanad yang shahih bahwa Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu, di rakaat ketiga shalat maghrib beliau membaca al-Fatihah lalu dilanjutkan dengan membaca ayat Ali Imran ayat ke-8.

Berkata al Hafizh Ibnu Rajab :

وحمله طائفة من أصحابنا وغيرهم على أن هذا كان يفعله أحياناً لبيان الجواز ، فيدل على أنه غير مكروه ، خلافا لمن كرهه

“Sekelompok ulama dari kalangan sahabat- sahabat kami dan yang selainnya membawakan pengertian hadits ini bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam terkadang melakukannya adalah untuk menjelaskan akan kebolehannya. Dan ini menunjukan bahwa perbuatan itu (yakni membaca surat/ayat lain pada raka’at ke-3 dan ke-4) tidaklah makruh, dan hadits ini menyelisihi orang yang menganggapnya makruh.”[3]
 
Sanggahan kalangan yang tidak mensunnahkan terhadap dalil diatas

Mayoritas ulama berpendapat bahwa dalil-dalil diatas tidak bisa dijadikan dalil kesunnahan menambahkan ayat di raka’at kedua dan ketiga.

 Mengenai hadits pertama, tidak disebutkan apakah Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam membaca ayat atau tidak. Hanya diduga demikian karena beliau diraka’at tersebut panjang berdirinya separuh panjang rakaat pertama dan kedua.

Hal ini masih mengandung ihtimal (kemungkinan lain) bisa jadi panjang berdirinya beliau karena memanjangkan bacaan al Fatihah, yakni membaca dengan lebih pelan.

Sedangkan hadits yang kedua dari imam Malik telah disanggah oleh Makhul, beliau berkata :

إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ مِنْ أَبِي بَكْرٍ قِرَاءَةٌ إِنَّمَا كَانَ دُعَاءٌ مِنْهُ

“Itu bukan bacaan surah Abu Bakar, tapi itu adalah doa yang ia baca.”[4]

Demikian juga hal ini serupa hukumnya ketika ada sahabat Nabi yang diriwayatkan setiap kali membaca surah dalam shalat, ia menutup bacaannya dengan membaca al Ikhlas. Meski Nabi  Tidak serta merta amalan shahabat tersebut menjadi sunnah yang lebih utama untuk diamalkan.

Kesimpulan

Mengenai kebolehan menambahkan membaca ayat diraka’at ketiga dan keempat hukumnya khilaf, ada ulama yang membolehkan bahkan menghukuminya sunnah sedangkan mayoritas ulama memakruhkan. Wallahu a’lam.



[1] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (27/90), al Fiqh al Islami wa Adillatuhu (2/883).
[2] Al Majmu’ Asy Syarh al Muhadzdzab (3/386),
[3] Fath al Bari li Ibn Rajab (7/80).
[4] Mushanaf Abdul Razzaq (2/110).

0 comments

Post a Comment