MAKNA GHURABA



Ustadz mohon penjelasan tentang hadits yang menyebutkan bahwa nanti Islam itu asing, dan yang beruntung adalah umat yang terasing (ghuraba).
Karena menurut teman saya, hadits tersebut bukti bahwa umat Islam hari ini banyak yang telah murtad, hanya mereka yang berpegang teguh dengan hukum Allah saja yaitu kaum ghuraba yang akan selamat. 

Jawaban 

Yang antum tanyakan adalah hadits  berikut ini :
بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيباً فَطُوبىَ لِلْغُرَبَاءِ
 “Islam bermula dalam keadaan asing, dan akan kembali terasing seperti semula, maka beruntunglah orang-orang yang terasing.”

Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abu Hurairah. Imam Muslim juga meriwayatkan hadist serupa dari Ibn Umar dengan teks yang sedikit berbeda dan ada beberapa kalimat tambahan.

Selain Muslim, terdapat juga dalam kutub tis’ah yakni oleh Imam Ahmad di dalam kitab al-Musnad dari Sa’d bin Abi Waqqash, Abdullah bin Amru bin Ash, Ibnu Mas’ud, Abu Hurairah dan Abdurahman bin Sanah dengan teks yang bermacam-macam tetapi pengertiannya sama. Ibnu Majah di dalam as-Sunan karangannya meriwayatkan dari Anas bin Malik, Adullah bin Mas’ud, dan Abu Hurairah. Sedangkan ad-Darimi meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud saja. at-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dan Amr bin ‘Auf. Selain menyebutkan dua riwayat itu at-Tirmidzi juga menambahkan bahwa hadis seperti ini diriwayatkan juga dari beberapa shahabat seperti Sa’d, Ibnu Umar, Anas dan Ibnu Amr bin Ash. 

Sifat-sifat Ghuraba
Dalam redaksi hadits yang lain, disebutkan tentang makna Ghuraba itu sendiri atau yang berkaitan dengannya yakni :
الَّذِينَ يُصْلِحُونَ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ مَنْ يَعْصِيهِمْ أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيعُهُمْ
“Orang-orang yang mengadakan perbaikan ketika manusia sudah rusak, orang yang maksiat lebih banyak daripada orang yang taat.” (HR Ahmad)

Di dalam riwayat yang lain
أُنَاسٌ صَالِحُونَ فِي أُنَاسِ سُوءٍ كَثِيرٍ
“Orang-orang yang baik di tengah-tengah orang-orang jahat yang merajalela.” (HR Ahmad)
           
 Ibnu Umar radhiyallahu’anhu berkata 

أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبِي فَقَالَ كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ

Rasulullah pernah memegang pundak ku dan bersabda: Jadilah kamu di dunia ini seakan akan orang asing (Ghuroba) atau seorang pengembara`. Ibnu Umar juga berkata; Bila kamu berada di sore hari, maka jangan kamu menunggu datangnya pagi hari, dan bila kamu berada di pagi hari, maka jangan menunggu waktu sore, pergunakanlah waktu sehatmu sebelum sakitmu, dan hidupmu sebelum matimu.” (HR. Bukhari)

Penjelasan Ulama

Sudah seharusnya kita menyandarkan pemahaman atas sebuah hadits kepada para ulama. Karena memang demikian kita diperintahkan dalam agama. Jika memahami dalil agama dengan akal kita yang dangkal, justru akan menjerumuskan kita kepada kesesatan berfikir yang fatal.  

Mengenai hadits ini misalnya, begitu banyak yang salah paham dan kemudian jatuh kepada pemikiran syadz (asing), menyendiri dan bahkan menjadi penganut takfir dengan dalih menjadi generasi ghuraba ( kaum yang terasing). 

Imam Nawawi rahimahullah menyebutkan berbagai makna dari kata thuba lil Ghuraba (beruntung bagi yang asing) :[1]
  1. Ni’ma maa lahum, yaitu sebaik-baik sesuatu yang mereka miliki, sebagaimana pendapat dari ‘Ikrimah.
  2. Ghibto lahum, yaitu merekalah yang pantas dihasad dalam kebaikan, artinya berlombalah dengan mereka dalam kebaikan.
  3. Husna lahum, yaitu merekalah yang berhak mendapat kebaikan, sebagaimana pendapat dari Qatadah.
  4. Khoirul lahum wa karomah, yaitu merekalah yang mendapat kebaikan dan karomah, sebagaimana pendapat dari Ibrahim.
  5. Dawamul khoir, yaitu merekalah yang mendapat kebaikan terus menerus, sebagaimana pendapat dari Ibnu ‘Ajlan.
  6. Ada ulama yang mengatakan bahwa thuba adalah pohon di surga.
Sedangkan Ibnu Taimiyyah menjelaskan tentang makna Ghuraba dihadits diatas ada dua kemungkinan : pertama, yakni generasi yang ada setelah kewafatan nabi Isa ‘alaihissalam di akhir zaman yakni setelah bertiupnya angin lembut yang mewafaatkan ortang-orang yang beriman.  Kedua, adalah ketika berkembangnya bid’ah, dan umumnya manusia tidak mengenal sunnah. Saat itu ajaran Islam yang sesuai dengan tuntunan sunnah kembali terasing. Orang-orang yang mengikuti sunnah pun terasing kembali.[2]

Ghuraba bukan kelompok yang keluar dari jama’ah muslimin

            Setelah menyimak pemaparan diatas, daapat kita simpulkan bahwa mereka yang mendapatkan julukan Ghuraba memiliki sifat-sifat diantaranya : Senantiasa mengadakan perbaikan dengan menasehati dan membangun umat, mereka juga tetap teguh memegang ajaran agama tidak larut dalam kerusakan dimasyarakat, dan mereka juga orang-orang yang bersegera dalam amal kebaikan.

Ghuraba adalah kelompok umat ini, yang senantiasa istiqamah menjaga rezeki yang halal ditengah kepulangan sistem Ribawi,  disaat yang sama mereka mengingatkan umat akan bahaya riba. Ghuraba adalah orang-orang yang jujur dalam mengemban amanah, ditengah kerusakan system dan korupsi yang meraja lela, seraya tetap mengingkan rekan-rekannya, hingga ia dianggap orang aneh.
Demikianlah kaum Ghuraba yang beruntung itu, mereka yang menjauhi maksiat  dan kerusakan yang melilit umat, namun senantiasa ishlahul umat. Karena jiwa mereka lembut dan cinta kepada muslimin, hatinya tersayat-sayat ketika melihat keadaan umat hari ini yang terpuruk. 

Ghuraba itu bukan merasa Ghuraba, merasa  itu  merasa paling Qur’an dan hadits dan menvonis umat ahlu hawa semua. Merasa paling murni aqidahnya sedangkan yang lain sesat semua. Merasa paling teguh beriman sedangkan yang lain kafir murtad semua. Naudzubillah min dzalik.
Demikianlah, jika ghuraba sejati sedihlalu melakukan perbaikan, adapun ghuraba gadungan marah, lalu sibuk memaki keadaan.
            
Wallahu a'lam.


[1] Syarah Shahih Muslim (2/175).
[2] Majmu' Al-Fatawa (18/ 291)

0 comments

Post a Comment