MELAZIMKAN MEMBACA SURAH AS SAJADAH DI SHUBUH JUM’AT



Ustadz AST yang dimuliakan Allah, imam shalat di masjid kami sellau membaca di shubuh Jum’at surah as Sajadah di raka’at pertama dan surah al Insan di raka’at kedua. Apakah memang demikian seharusnya ? Saya perhatikan dibeberapa masjid tidak selalu seperti itu bacaannya. Mohon penjelasannya.

Jawaban 

Mayoritas ulama menetapkan kesunnahan membaca di shalat shubuh hari Jum’at surah as Sajadah dan al Insan,[1] berdasarkan hadits berikut ini :

أَنَّ النَّبِىَّ كَانَ يَقْرَأُ فِى الصُّبْحِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِ (الم تَنْزِيلُ) فِى الرَّكْعَةِ الأُولَى وَفِى الثَّانِيَةِ هَلْ أَتَى عَلَى الإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا
Nabi shallallahu‘alaihi wasallam biasa membaca pada shalat Shubuh di hari Jum’at “Alif Lamim Tanzil …” (surat As Sajdah) pada raka’at pertama dan “Hal ataa ‘alal insaani hiinum minad dahri lam yakun syai-am madzkuro” (surat Al Insan) pada raka’at kedua.” (HR. Muslim )
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Ini menjadi dalil dalam madzhab kami dan yang sependapat dengan kami bahwa dianjurkan membaca surat As Sajadah dan surat Al Insan pada hari Jum’at saat shalat Shubuh.[2]

Hukum melazimkan dalam membacanya

                        Umumnya para ulama tidak menyukai atau memakruhkan imam shalat mendawamkan bacaan surah as Sajadah dan al Insan di Shubuh Jum’at, hal ini karena Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam juga tidak membacanya terus menerus dan juga agar tidak menjadi semacam kewajiban.
Berkata imam Ahmad rahimahullah : “Aku tidak meyukai keduanya didawamkan dalam pengamalannya agar orang tidak mengira adanya penambahan sujud dalam shalat. “[3]

Ibnu Hajar berkata : “Penulis Al-Muhith dari kalangan madzhab Hanafi menyatakan : Disunnahkan membaca dua surat ini dalam shalat Subuh pada hari Jum’at dengan syarat kadang-kadang membaca selain keduanya. Ini supaya orang-orang yang tidak tahu tidak menyangka bahwa shalat Subuh hari Jum’at tidak sah tanpa kedua surat ini.”[4]

Demikian juga dinukil dari dari ulama-ulama Syafi’iyyah, mereka juga tidak menyukai kedua surah ini dibaca terus menerus,[5] sedangkan kalangan Malikiyyah lebih keras lagi dalam melarangnya.[6]

Wallahu a’lam.


[1] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (45/307), Al Mughni (2/271).
[2] Syarh Shahih Muslim (6/150).
[3] Al Mughni (2/271).
[4] Fath Al-Bari (3/35).
[5] Mughni al Muhtaj (1/163).
[6] Lidhah Al-Masalik Ila Qawaid Imam Malik hal. 221-222.

0 comments

Post a Comment