Ustadz AST, mohon penjelasan
tentang hukum menghias masjid, seperti dengan kaligrafi, ukir-ukiran atau
perabot lainnya, yang banyak ada di masjid saat ini. Mohon jawabannya.
Jawaban
Menghias
masjid diperbedapendapakan hukumnya oleh para ulama. Sebagian membolehkan,
sebagiannya lagi memakruhkan bahkan ada ulama yang tegas melarang dengan
mengharamkannya. Dari mereka masih dipilah lagi pendapat mengenai
menghias masjid dengan sesuatu yang murah atau yang mahal.
Mari
kita simak pendapat para ulama mazhab tentang permasalahan ini.
1.
Haram Mutlak
Sebagian kalangan
ulama mazhab Hanbali menghukumi haramnya menghias masjid secara mutlak.[1]
Pendapat ini didasarkan kepada dalil-dalil diantaranya :
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَبَاهَى النَّاسُ فِى الْمَسَاجِدِ
“Hari
Kiamat tidak akan terjadi sampai manusia bermegah-megahan dalam membangun
masjid.” (HR. Abu
Daud).
Dari
Ibnu Abbas berkata, Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam bersabda,
مَا أُمِرْتُ بِتَشْيِيدِ الْمَسَاجِدِ . قَالَ ابْنُ
عَبَّاسٍ لَتُزَخْرِفُنَّهَا كَمَا زَخْرَفَتِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى.
“Aku
tidak diperintahkan untuk meninggikan bangunan masjid.” Ibnu Abbas berkata,
“Sungguh kalian akan menghiasi masjid-masjid sebagaimana orang-orang Yahudi dan
Nasrani menghiasai tempat ibadah mereka.” (HR. Ahmad).
Al Khattabi berkata, “ Orang-orang
Yahudi dan Nashrani mulai memperindah gereja dan biaranya tatkala mereka telah
mengubah dan mengganti kitab mereka. Maka mereka menyia-nyiakan agama dan
berhenti hanya sebatas memperindah dan menghiasi tempat ibadah.”[2]
2.
Haram bersyarat
Sebagian
kalangan Syafi’iyyah dan Hanabilah mengharamkan bila hiasan masjid itu dari
barang mahal semisal emas. Karena dipandang sebagai perbuatan yang melampaui
batas dan mubazir.[3]
Dalilnya adalah sebuah atsar dari sayidina Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu :
وَإِيَّاكَ أَنْ تُحَمِّرَ أَوْ تُصَفِّرَ فَتَفْتِنَ النَّاسَ
“Janganlah kamu mewarnai dengan
merah atau kuning sehinga kamu mengganggu orang.” (HR. Bukhari).
3.
Makruh
Mayoritas
ulama yakni dari kalangan mazhab Malikiyyah, sebagian Syafi’iyyah dan Hanafyyah
memakruhkan hiasan masjid dengan emas, perak ataupun ukiran, pewarna yang
mencolok atau tulisan-tulisan. [4]
Berkata al
imam Nawawi rahimahullah : “Menghiasi masjid hukumnya makruh,
karena bisa mengganggu ketenangan orang shalat.”[5]
Pendapat
jumhur ini didasarkan kepada hadits-hadits yang telah disebutkan diatas yang menjadi
dalil kalangan mazhab Hanbali. Hanya saja jumhur berbeda dalam menyimpulkan
hukumnya, mereka memandang dalil -dalil itu hanya menunjukkan kemakruhan saja.
4.
Boleh
Sedangkan kalangan
ulama al Ahnaf (Hanafi) membolehkan menghias masjid secara mutlak, baik dengan
emas, perak, ukir-ukiran dan juga kaligrafi, dengan syarat hiasan itu tidak di
Mihrab (arah kiblat).[6]
Karena menurut
mazhab ini yang paling berpotensi mengganggu kekhusyu’an shalat adalah hiasan
yang diletakkan di Mihrab.
Bolehkan menghias
masjid menggunakan dana kas masjid ?
Dalam
Al-Mausu’ah AL-Fiqhiyyah jilid 11 halaman 275 dinyatakan: “Diharamkan menghias
dan memahat masjid atau mendekorasinya dengan dana wakaf menurut (madzhab)
Hanafiyah dan hanbaliyah. Ulama kalangan Hanbali dengan
tegas mewajibkan mengganti dana wakaf yang dipakai untuk itu, karena hal itu tidak
ada kemaslahatan di dalamnya. Sedangkan dari kalangan ulama Syafi’iyyah, yang
tampak dari perkataan mereka adalah melarang menggunakan dana wakaf untuk itu.
Jika ada orang yang mewakafkan untuk keduanya –memahat dan mendekorasi masjid-
(maka wakafnya) tidak sah menurut pendapat terkuat di kalangan mereka.
Adapun kalau memahat dan mendekorasi dari dana orang yang memahat, maka
itu dimakruhkan secara mutlak jika menyebabkan orang shalat menjadi lalai, misalnya
jika terletak di mihrab dan di dinding kiblat.”
Kesimpulan
Sebaiknya masjid- masjid dijauhkan dari bentuk-bentuk hiasan, apalagi yang cendrung berlebihan dan
berpotensi mengganngu keskhusu’an. Dibeberapa
masjid saya menemukan hiasan yang diletakkan tepat di mihrab. Subhanallah. Bertaqwaah
wahai para pengelola masjid, takutlah kepada Allah dan lebih takutlah jika yang
kalian gunakan adalah dana kas masjid.
Wallahu a’lam.
[1] Kasy al Qina ‘ala Matan al Iqna (4/269).
[2] Umdatul Qari Syarah Shahihil Bukhari (7/41).
[3] Mughni al Muhtaj (1/29), Kasyf al Qina (2/238), al Majmu’ Syarh al Muhadzab (6/42).
[4] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (23/217).
[5] Al Majmu’ Syarah
al Muhadzab (3/180)
[6] Hasyiah
Ibnu Abidin (1/442), al Qulyubi
(3/108), Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (23/219).
0 comments
Post a Comment