Ustadz, Saya berencana menjual rumah untuk menutup utang
ke bank. Insya Allah, hasil penjualan rumah ada lebih cukup banyak, selain
untuk membeli rumah baru dengan secara tunai, saya bernazar utk membiayai orang
tua untuk ibadah haji/umroh.
Saat ini orang tua saya punya utang cukup besar. Ada
kekhawatiran orang tua menolak diberangkatkan haji/umroh dengan alasan ingin
melunasi utang terlebih dahulu.
Bagaimana dengan nazar saya jika orang tua menolak?
Apakah saya bisa mengalihkannya untuk menutup utangnya? Apakah saya tetap harus
memberangkatkan haji/umroh dengan menyimpan dananya sampai orang tua saya siap?
Jazakallah
Jawaban
Semoga
Allah senantiasa memudahkan antum dalam amal shalih dan kebaikan berkah
keinginan mulia menghajikan orang tua.
Dalam
hal ini, yang lebih tepat adalah membantu untuk melunasi hutang –hutang orang
tua dengan sisa uang yang ada. Karena hutang hukumnya wajib untuk segera dilunasi,
sedangkan kewajiban ibadah haji berlaku bagi yang telah mampu, jika memang belum memiliki kemampuan
apalagi masih memiliki tanggungan hutang, tentu belum wajib hukumnya.[1] Sebagaimana
firman Allah ta’ala :
وَلِلَّهِ
عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
“Mengerjakan haji adalah kewajiban
manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan
ke Baitullah.”
(QS. Ali Imran: 97)
Al Imam asy Syafi’I rahimahullah berkata :
ومن لم يكن في ماله سعة يحج بها من
غير أن يستقرض فهو لا يجد السبيل
“Barangsiapa
yang tidak memiliki kelapangan harta untuk haji, selain dengan hutang, maka dia
tidak wajib untuk menunaikannya.”[2]
Terkecuali
dalam hal ini pihak yang menghutangi memberikan kelonggaran untuk menunda
pelunasan hutang, maka tentu boleh saja dana yang ada digunakan untuk berhaji
dulu.
Lalu
bagaimana dengan nadzar untuk menghajikan orang tua ?
Nadzar yang
dibatalkan bisa ditebus dengan membayar kafarat sebagaimana kafarat (tebusan)
sumpah, yaitu :
- Memberi makan kepada sepuluh orang miskin, atau
- Memberi pakaian kepada sepuluh orang miskin, atau
- Memerdekakan satu orang budak
Jika tidak mampu ketiga hal di atas,
barulah menunaikan pilihan berpuasa selama tiga hari, hal ini berdasarkan firman
Allah Ta’ala :
فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُواْ أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Maka kaffarat
sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan
pertengahan yang biasa kalian berikan kepada keluarga kalian, atau memberi
pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa yang tidak
sanggup melakukannya, maka hendaknya dia berpuasa selama tiga hari. Itulah
kaffarat sumpah-sumpah kalian bila kalian bersumpah (dan kamu langgar). Dan
jagalah sumpah-sumpah kalian. Demikianlah Allah menerangkan kepada kalian
ayat-ayatNya agar kalian bersyukur (kepada-Nya).” (QS. Al-Maidah: 89)
Lebih
jauh bahasan tentang nadzar bisa dibaca di : http://www.konsultasislam.com/2015/11/nadzar.html
Demikian.
Wallahu a’lam.
0 comments
Post a Comment