IBADAHNYA ORANG KAFIR APAKAH DITERIMA ?


            Izin bertanya ustadz, bagaimana hukumnya ibadah seperti shalat, puasa dan lainnya yang dilakukan oleh non muslim. Beliau ingin masuk Islam tapi menunggu momen.

Jawaban 

            Syarat diterimanya amal adalah adanya keimanan kepada Allah ta’ala. Maka seseorang yang belum masuk kedalam gerbang iman lewat mengucap dua kalimat syahadat, seluruh amalnya sia-sia tiada berguna. Ulama timur dan barat dari berbagai mazhab sepakat bulat tetang permasalahan ini, bahwa syarat sahnya ibadah adalah Islam, maka tentu ibadah orang kafir hukumnya tidak sah, dan tidak diterima disisi Allah ta’ala.[1]

            Berkata al imam Nawawi rahimahullah :

أجمع العلماء على أن الكافر الذي مات على كفره لا ثواب له في الآخرة ولا يجازى فيها بشيء من عمله في الدنيا متقربا إلى الله تعالى 

“Para ulama telah sepakat bahwa orang kafir yang mati dalam kekafirannya tidak mendapat pahala di akhirat, dan di sana dia tak mendapat balasan apapun dari amalnya di dunia ini yang dia persembahkan untuk Allah Ta’ala.”[2]

             Adapun dalil tentang permasalahan ini sangat banyak, diantaranya :

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”(An-Nahl : 97)
وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Maka siapa yang kafir terhadap keimanan maka terhapuslah amalnya dan dia di akhirat nanti termasuk orang-orang yang merugi.” (Qs. Al-Maidah : 5)
           
            Maksud dari ayat ini adalah mereka yang kufur kepada Allah, terhapus dan sia-sia amalnya.[3]

وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآَنُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللَّهَ عِنْدَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun. Dan di dapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. Al-Nur: 39)

            Al Imam Asamarkandi berkata  : ““Ayat Ini adalah perumpamaan terhadap amal-amal kafir yang secara dzahirnya terlihat sebagai ketaatan, maka Allah mengabarkan bahwa tidak ada pahala yang mereka dapatkan dari itu.”[4]

            Hal yang sama juga yang dijelaskan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya.[5]

مَثَلُ مَا يُنْفِقُونَ فِي هَذِهِ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَثَلِ رِيحٍ فِيهَا صِرٌّ أَصَابَتْ حَرْثَ قَوْمٍ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ فَأَهْلَكَتْهُ وَمَا ظَلَمَهُمُ اللَّهُ وَلَكِنْ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Perumpamaan yang mereka infaqkan dalam kehidupan dunia ini seperti angin yang membawa hawa amat dingin yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri sehingga memusnahkan tanaman itu. Allah sama sekali tidak menzalimi mereka, tapi mereka sendirilah yang zalim.” (QS. Ali Imran : 117)

          Imam Ath Thabari menerangkan, “Perumpamaan apa yang mereka infakkan atau yang disedekahkan oleh orang kafir ini dari hartanya sendiri yang dia sumbangkan dalam rangka mendekatkan diri kepada tuhannya, padahal dia ingkar akan keesaan Allah serta mendustakan kerasulan Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Maka semua itu tidak akan bermanfaat lantaran kekafiran itu.”[6]

            Dalam hadits disebutkan bahwa Aisyah radliyallah 'anha, berkata: "Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, 'Ya Rasulallah, Ibnu Jud'aan sewaktu Jahiliyah telah menyambung silaturahim dan memberi makan orang miskin, apakah hal itu bermanfaat baginya?" Beliau shallallahu'alaihi wasallam menjawab, "Tidak bermanfaat baginya karena tak pernah sehari pun dia berucap, "Ya Allah Tuhanku, ampunilah dosa kesalahanku pada hari pembalasan." (HR. Muslim)

            An-Nawawi ketika menjelaskan hadits diatas menukil perkataan Al-Qadhi Iyadh, “Ulama sepakat bahwa amal orang kafir itu tidak berguna bagi mereka dan tidak mendapatkan pahala dari ibadahnya karenanya baik berupa kenikmatan maupun keringanan hukuman, hanya saja sebagian mereka lebih pedih siksanya dibanding yang lain tergantung kejahatan yang telah mereka lakukan.”[7]
 
Kebaikan orang kafir dibalas di dunia

            Walaupun amal orang kafir tertolak dan tidak ada nilainya di Akhirat, namun dengan keadilan-Nya, Allah ta’ala tetap memberikan balasan amal kebaikan mereka di dunia ini. Hal ini berdasarkan sebuah hadits :

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَظْلِمُ مُؤْمِنًا حَسَنَةً يُعْطَى بِهَا فِي الدُّنْيَا وَيُجْزَى بِهَا فِي الْآخِرَةِ وَأَمَّا الْكَافِرُ فَيُطْعَمُ بِحَسَنَاتِ مَا عَمِلَ بِهَا لِلَّهِ فِي الدُّنْيَا حَتَّى إِذَا أَفْضَى إِلَى الْآخِرَةِ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَةٌ يُجْزَى بِهَا
“Sesungguhnya Allâh tidak akan mendzalimi kepada orang mukmin satu kebaikanpun, dia akan diberi (rezeki di dunia) dengan sebab kebaikannya itu, dan akan di balas di akhirat. Adapun orang kafir, maka dia diberi makan dengan kebaikan-kebaikannya yang telah dia lakukan karena Allah di dunia, sehingga jika dia telah sampai ke Akhirat, tidak ada baginya satu kebaikanpun yang akan dibalas.” (HR. Muslim)

Wallahu a’lam.


[1] Al Mausu’ah al Fiqihiyyah al Kuwaitiyyah (7/316).
[2] Syarah shahih Muslim li Nawawi (17/110).
[3] Tafsir Ath-Thabari (9/593)
[4] Bahrul Ulum (3/220).
[5] Tafsir Ibnu Katsir (3/486).
[6] Tafsir Ath-Thabari  (7/134).
[7] Syarh Shahih Muslim oleh An-Nawawi (3/87).

0 comments

Post a Comment