HUKUM MENERIMA HADIAH PERAYAAN AGAMA LAIN


            Ustadz AST, apa hukum menerima hadiah berupa kue dan cendera mata dari teman kristiani pada hari Natal ? Apakah boleh diterima ? 

Jawaban 

            Secara hukum asal seorang muslim diperbolehkan untuk berbuat baik dan menerima kebaikan dari orang kafir. Termasuk dalam masalah menerima atau memberi hadiah,  umumnya para ulama berpendapat bahwa hal itu diperbolehkan karena tidak ada larangan dari syariat. Jadi boleh memberi hadiah atau menerima hadiah dari orang kafir hukumnya boleh asalkan tidak berkaitan dengan loyalitas dengan agama mereka.[1]

            Justru dalam hadits disebutkan bahwa ada seorang wanita bertanya kepada Aisyah radhiallahu’anha, kami memiliki seorang ibu susuan yang beragama majusi. Ketika hari raya, mereka memberi hadiah kepada kami. Kemudian Aisyah menjelaskan, “Jika itu berupa hewan sembelihan hari raya maka jangan dimakan, tapi makanlah buah-buahannya.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)

            Nabi shalallahu‘alaihi wasallam sendiri diriwayatkan pernah menerima hadiah dari penguasa Mesir yang kafir sebagaimana yang disebutkan dalam sirah Nabawiyah.[2]
 
            Juga sebuah riwayat dari Abu Humaid as-Sa’idi :

غَزَوْنَا مَعَ النَّبِىِّ تَبُوكَ ، وَأَهْدَى مَلِكُ أَيْلَةَ لِلنَّبِىِّ بَغْلَةً بَيْضَاءَ ، وَكَسَاهُ بُرْدًا ، وَكَتَبَ لَهُ بِبَحْرِهِمْ
“Kami mengikuti perang Tabuk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Raja negeri Ailah memberi hadiah kepada beliau berupa baghal berwarna putih dan kain. Sang raja juga menulis surat untuk Nabi shallallahu‘alaihi wasallam. (HR. Bukhari).

            Dalil kebolehan menerima hadiah dari mereka, juga berdasarkan keumuman firman Allah ta’ala :

لا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah : 8)

            Itu jika hadiah yang bersifat umum, lalu bagaimana jika hadiah itu berkaitan dengan perayaan hari besar mereka ?

             Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini, sebagian membolehkan sedangkan mayoritas ulama mengharamkan.

1.     Yang membolehkan

            Sebagian ulama dari kalangan Hanabilah membolehkan menerima hadiah pada hari perayaan orang kafir selama wujud hadiah tersebut bukan untuk berhala, melainkan sekedar hidangan atau barang biasa, hal ini karena dipandang tidak ada 'illat yang membuatnya menjadi haram. 

            Terkecuali jika sebab menerima hadiah tersebut menjadi ikut andil dalam memeriahkan acara mereka maka hukum menerimanya adalah Haram.
            Dalil pendapat ini disandarkan kepada sebuah atsar dalam sunan Baihaqi Bahwa sayidini Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu diberi hadiah Nairuz (yakni hari raya agama Persia)  dan beliau menerimanya.

            Demikian juga Atsar lainnya, 

عن أبي برزة أنه كان له سكان مجوس فكانوا يهدون له في النيروز والمهرجان ، فكان يقول لأهله : ما كان من فاكهة فكلوه ، وما كان من غير ذلك فردوه .
“Dari Abu barzah, bahwa beliau memiliki sebuah rumah yang dikontrak orang majusi. Ketika hari raya Nairuz dan Mihrajan, mereka memberi hadiah. Kemudian Abu Barzah berpesan kepada keluarganya, “Jika berupa buah-buahan, makanlah. Selain itu, kembalikan.”[3]

            Ibnu Taimiyah berkata : “Ini semua menunjukkan bahwasanya tidak ada pengaruhnya sama sekali menerima hadiah orang kafir di hari raya mereka. Bahkan hukumnya di hari raya dan hari selainnya sama saja. Karena perbuatan ini tidak ada unsur menolong syiar kekufuran mereka”.[4]

2.     Yang mengharamkan

            Sedangkan mayoritas ulama mazhab dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi’iyyah mengharamkan menerima hadiah dari orang kafir jika itu berkaitan dengan perayaan hari besar mereka. Karena hal ini dipandang akan menerumuskan umat kepada turut mengaggungkan, menyemarakkan dan bentuk loyalitas kepada agama mereka.

Mazhab Hanafi

            Fatwa dari kalangan Hanafiyah diwakili oleh al imam Az-Zaila’i, beliau berkata:
 الهدايا باسم هذين اليومين حرام بل كفر , وقال أبو حفص الكبير رحمه الله لو أن رجلا عبد الله خمسين سنة ثم جاء يوم النيروز , وأهدى لبعض المشركين بيضة ، يريد به تعظيم ذلك اليوم ، فقد كفر , وحبط عمله .
“Hadiah dalam rangka memeriahkan hari raya (orang kafir) hukumnya haram bahkan bisa menjatuhkan kepada kekafiran. Abu Hafs al Kabir mengatakan, ‘Jika ada orang yang beribadah kepada Allah selama 50 tahun. Kemudian dia datang pada hari Nairuz, dan memberikan hadiah telur kepada orang musyrik, dalang rangka memeriahkan dan mengagungkan hari raya itu maka dia telah murtad dan amalnya terhapus.”[5]
 
Mahzba Maliki

            Syekh Ahmad bin Yahya al Maliki berkata :

ورويت أيضا أن يحيى بن يحيى الليثي قال لا تجوز الهدايا في الميلاد من النصراني ولا من مسلم ولا إجابة الدعوة فيه ولا استعداد له. وينبغي أن يجعل كسائر الأيام 

“Saya meriwayatkan bahwa Yahya bin Yahya al Laitsi berkata, tidak boleh menerima hadiah saat hari raya kaum Nasrani, baik dari kaum Nasrani atau Muslim yang memberikan, demikian pula haram memenuhi panggilan non-Muslim di hari tersebut untuk menyemarakkannya. Dan wajib menjadikan hari-hari tersebut sebagaimana hari-hari biasanya.”[6]

Mazhab Syafi’i

            Kalangan Syafi’iyyah termasuk yang paling tegas menyatakan larangan dalam masalah ini. Al imam  Ibnu Hajar Al-Haitami dalam berkata :

ومن أقبح البدع موافقة المسلمين النصارى في أعيادهم بالتشبه بأكلهم والهدية لهم وقبول هديتهم فيه وأكثر الناس اعتناء بذلك المصريون وقد قال صلى الله عليه وسلم { من تشبه بقوم فهو منهم } بل قال ابن الحاج لا يحل لمسلم أن يبيع نصرانيا شيئا من مصلحة عيده لا لحما ولا أدما ولا ثوبا ولا يعارون شيئا ولو دابة إذ هو معاونة لهم على كفرهم وعلى ولاة الأمر منع المسلمين من ذلك ومنها اهتمامهم في النيروز... ويجب منعهم من التظاهر بأعيادهم

“Termasuk dari bid'ah terburuk adalah persetujuan muslim pada Nasrani pada hari raya mereka dengan menyerupai dengan makanan dan hadiah dan menerima hadiah pada hari itu. Kebanyakan orang yang melakukan itu adalah kalangan orang Mesir. Nabi bersabda "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia bagian dari mereka". Ibnu Al-Haj berkata: Tidak halal bagi muslim menjual sesuatu pada orang Nasrani untuk kemasalahan hari rayanya baik berupa daging, kulit atau baju. Hendaknya tidak meminjamkan sesuatu walupun berupa kendaraan karena itu menolong kekufuran mereka. Dan bagi pemerintah hendaknya mencegah umat Islam atas hal itu. Salah satunya adalah perayaan Niruz (Hari Baru)... dan wajib melarang umat Islam menampakkan diri pada hari raya non-muslim.”[7]            

             Hal serupa juga disebutkan dalam banyak kitab syafi’iyyah lainnya, seperti : Al-Iqna’ fi halli Alfazhi Abi Syuja’ (2/526), Asnal Matholib (4/162), Tuhfatul Muhtaj (9/181), Hasyiata Qolyubi wa Amiroh (4/206), Annajmul Wahhaj (9/244).

Kesimpulan

1.     Menerima dan memberi hadiah jika tidak berkaitan dengan hari perayaan orang kafir maka hukumnya dibolehkan.
2.     Sedangkan bila itu berkaitan dengan hari besar mereka hukumnya diperbedapendapatkan oleh para ulama, mayoritas mengharamkan, sedangkan sebagian ulama ada yang membolehkan.
3.     Yang membolehkan mensyaratkan bahwa hadiah itu hendaknya :


a)    Dalam menerima bantuan tersebut tidak ada unsur berloyalitas kepada orang kafir,
b)    Dengan bantuan tersebut tidak menimbulkan penghinaan kepada orang Islam,
c)    Uang dan atau material yang diperbantukan tadi tidak jelas dari hasil uang haram.
           
            Sebagai penutup ada baiknya kita simak nasehat berharga dari al Imam Atha’ as Sakandari dalam masalah ini :

من أحسن إليك فقد استرقك بامتنانه ومن آذاك فقد أعتقك ومن رق إحسانه وأخذ بعضهم من هذا الخبر تأكد رد هدايا الكفار والفجار لأن قبولها يميل القلب إليهم بالمحبة قهرا نعم إن دعت إلى ذلك مصلحة دينية فلا بأس

 “Orang yang berbuat baik padamu telah memperbudakmu dengan selalu mengungkit-ungkit kebaikannya dan orang yang menghinakanmu telah membebaskanmu barang siapa yang ingin memperbudak dirinya maka perbaikilah dirinya”. Dari pernyataan inilah kalangan ulama lebih cenderung menolak hadiah-hadiah dari orang-orang kafir dan orang-orang yang suka berbuat kejahatan karena menerimanya dapat berakibat condongnya hati pada mereka dengan memberikan rasa mahabbah pada mereka namun bila memang dengan menerimanya terdapat manfaat ditinjau dari sisi agama maka tidak masalah.[8]

Wallahu a’lam.



[1] Mughni al Muhtaj (3/93).
[2] Majma’uz Zawaaid (4/155).
[3] Mushannafi Ibnu Abi Syaibah (5/548).
[4]  Iqtidha’ Shiratil Mustaqim (2/50).
[5] Tabyin al Haqaiq (6/228).
[6] Al Mi’yar al-Mu’arrab (1/150).
[7] Al Fatawa Al-Fiqhiyah (4/238).
[8] Faidh alqadir (4/453).

0 comments

Post a Comment