APAKAH TATO WAJIB DIHILANGKAN ?


            Ustadz, bagaimana dengan tato seseorang yang telah berhijrah apakah wajib baginya untuk menghapusnya ? Apakah benar jika ada anggota keluarga yang bertato maka seisi rumah dilaknat oleh Allah ?

Jawaban

            Tato adalah melukis atau mengukir atau merajah kulit dengan jarum dan zat pewarna dalam berbagai bentuk gambar, simbol atau sekedar coretan. Yang umumnya  bersifat permanen dan susah dihilangkan. Mengenai hukumnya mayoritas ulama mengharamkannya.[1]

            Hal ini ditegaskan dalam banyak dalil diantaranya :

لَعَنَ اللهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ
 Allah Subhanahu wata’ala melaknati wanita yang menyambung rambutnya, dan yang meminta untuk disambungkan, wanita yang mentato dan meminta ditatokan.” (HR. Bukhari)

Wajibkah untuk dihilangkan ?

            Umumnya para ulama berpendapat bahwa tidak wajib menghilangkan tato, hal ini selain karena proses penghilangannya yang menyakitkan, juga tato tidaklah menghalangi sampainya air ke kulit seseorang dikala bersuci.

            Namun demikian jika mampu untuk dihilangkan dengan cara yang tidak menjatuhkan kepada kemudharatan, seperti rusaknya anggota tubuh, maka wajib untuk dihilangkan. Terlebih jika gambar tato tersebut mengandung unsur yang diharamkan seperti simbol kesyirikan, gambar yang tidak senonoh dan yang semisalnya.

            Al Imam Ibnu al-Hajar al-Asqalani mengatakan “Membuat tato haram berdasarkan adanya laknat dalam hadits pada bab ini. Bagian tubuh yang terkena tato jadi najis, karena darah tertahan disitu, maka wajib menghilangkannya jika memungkinkan walaupun dengan melukainya. Kecuali jika takut binasa, atau cacat, atau kehilangan manfaat dari anggota badannya maka boleh membiarkannya dan cukup dengan bertaubat untuk menggugurkan dosa. Dan dalam hal ini sama saja antara laki-laki dan wanita.”[2]

            Adapun pernyataan bahwa dengan sebab tato tersebut seluruh isi rumah mendapatkan laknat adalah tidak benar. Karena jika yang bersangkutan benar-benar telah bertaubat, tidak ada alasan untuk terus mempersoalkan sesuatu yang telah menjadi masa lalu seseorang. Wallahu a’lam.




[1] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (43/158).
[2] Fathu al-Bari (10/372).

0 comments

Post a Comment