HUKUMAN DALAM PERMAINAN


Saya izin bertanya, bagaimana hukumnya sebuah permainan dimana yang kalah mendapatkan hukuman ? Tujuannya hukuman tersebut untuk memperseru permainan. Misal jika ada permainan futsal yang gawangnya kebobolan mendapatkan hukuman push up, apakah hal tersebut termasuk perjudian ? 

Jawaban 

Umumnya untuk menambah serunya pertandingan, biasanya disediakan hadiah  bagi pihak yang memangkan pertandingan tersebut. Sehingga untuk menjawab pertanyaan diatas, kita harus membahas terlebih dahulu apa hukum hadiah dari sebuah perlombaan.

A.   Hukum hadiah 

Umumnya ulama berpendapat bahwa memberi atau menerima hadiah dari sebuah perlombaan hukumnya dibolehkan. Asalkan hadiah tersebut berasal merupakan barang halal dan berasal dari satu pihak, misalnya panitia penyelenggara atau sponsor pertandingan tersebut. Karna secara rinci hadiah ada yang dibolehkan, ada yang dilarang Yang tidak dibolehkan karena termasuk jenis judi tapi berkedok hadiah. Berikut rinciannya :

1.     Hadiah dari pihak ketiga

Misalnya lomba tersebut diadakan oleh sebuah instansi dan disedikan hadiah bagi pememang lomba, hukumnya boleh.

Dijelaskan dalam kitab al Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah (24/128):

أن يكون العوض من الإمام أو غيره من الرعية، وهذا جائز لا خلاف فيه، سواء كان من ماله أو من بيت المال؛
“Jika hadiah disediakan oleh pemerintah atau dari masyarakat (yang tidak turut serta dalam lomba), maka ini dibolehkan tanpa ada khilaf di dalamnya. Baik dari harta pribadi penguasa atau dari Baitul Mal.

2.     Hadiah dari para peserta lomba

Hadiah jenis ini diadakan oleh peserta lomba. Dimana mereka urunan uang atau barang, lalu pemenang pertandingan yang akan mengambil hadiahnya. Jadi dia masuk ke dalam hukum murahanah (taruhan), Jumhur ulama  berpendapat hukumnya haram karena termasuk bentuk judi.[1]

3. Hadiah berasal dari salah satu peserta

Hadiah model ketiga ini bersumber dari salah satu peserta. Ini masuk ke dalam taruhan, namun bukan tergolong judi, dalam istilah fiqih ia disebut dengan ju’al. Hukumnya boleh menurut para ulama sebagaimana yang dijelaskan dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah (24/128):

إذا كانت المسابقة بين اثنين أو بين فريقين أخرج العوض أحد الجانبين المتسابقين كأن يقول أحدهما لصاحبه: إن سبقتني فلك علي كذا، وإن سبقتك فلا شيء لي عليك.ولا خلاف بين الفقهاء في جواز هذا

Jika perlombaan dilakukan antara dua orang atau dua kelompok, lalu salah satu peserta menyediakan hadiah, semisalnya ia mengatakan: “Jika engkau bisa mengalahkan saya, maka engkau bisa mendapatkan barang saya ini, kalau saya yang menang maka saya tidak mengambil apa-apa darimu”. Maka tidak ada khilaf di antara ulama bahwa ini dibolehkan”.

            Namun demikian, ju’al atau ji’alah memiliki ketentuan yang harus diperhatikan agar tidak berubah menjadi haram. Syaikh Wahbah Zuhaili mengatakan ada 3 syarat, yaitu:  Pertama, pihak-pihak yang berju’al wajib memiliki kecakapan bermu’amalah yaitu berakal dan telah baligh. Jadi ji’alah tidak sah dilakukan oleh orang gila atau anak kecil. Kedua, hadiah yang diberikan harus jelas diketahui jenis dan jumlahnya  serta halal.

Ketiga, aktivitas yang akan diberi kompensasi wajib aktivitas yang mubah, bukan yang haram. Jadi tidak sah ji’alah dengan berkata,”Barangsiapa yang dapat memukul si fulan sampai benjol, akan saya kasih Rp 5 juta.”[2]

Bukan hadiah tapi hukuman, bolehkah ?

Terkadang sebuah perlombaan atau pertandingan sekala kecil tidak ada pihak yang mensponsori atau yang mau memberi hadiah. Maka sebagian orang yang kreatif tidak kekurangan akal untuk membuat pertandingan tetap seru. Modelnya pun diubah, bukan memberi hadiah kepada pihak yang menang, tapi memberikan hukuman kepada pihak yang kalah. Bagaimana hukumnya ?

Masalah ini pelu dirinci, bila hukumnya berupa uang atau barang, maka ulama sepakat keharamannya. Semisal pihak yang kalah berkewajiban memberikan uang dalam jumlah tertentu, atau dia harus membelikan minuman untuk yang menang dll. Sekali lagi ini hukumnya haram karena termasuk bentuk judi.

Ibnu Taimiyah berkata, “Yang termasuk judi adalah harta orang lain diambil dengan jalan memasang taruhan di mana taruhan tersebut bisa didapat ataukah tidak.”[3]
           
Jika hukuman kekalahan berupa fisik semisal hanya sekedar push up dan gerakan ringan lainnya maka hukumnya boleh, karena sebenarnya ini termasuk bagian dari permainan saja. Tapi jika terlalu berat hingga sangat merugikan pihak yang kalah maka hukumnya haram, karena ada unsur kedzaliman di dalamnya. Atau misalnya tenaga yang dikeluarkan bernilai ekonomis. Semisal yang kalah kerja bersih-bersih rumah pihak yang menang selama sebulan, ini juga diharamkan.    

Kesimpulan

Hukumnya diperbolehkan membuat ketentuan dalam sebuah permainan berupa push up dan gerakan ringan semisal lainnya, bagi pihak yang kalah, karena itu bisa dihukumi sebagai bagian dari permainan itu sendiri.

Wallahu a'lam.

[1] Al Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah (24/128).
[2] Al Fiqh al Islami wa Adillatuhu (4/747).
[3] Al Fatawa (19/283).

0 comments

Post a Comment