TAKHRIJ HADITS SHALAT TASBIH


Hadist-hadits tentang shalat Tasbih termuat dalam berbagai kitab dan diriwayatkan dari banyak jalan ada yang marfu (sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam), ada yang mauquf (hanya sampai kepada sahabat), ada yang muttashil (bersambung), dan ada yang mursal (terputus di akhir sanad). Bahkan diantara ulama ada yang menulis kitab khusus tentang masalah ini, baik dalam rangka menguatkan kehujahannya ataupun yang untuk melemahkannya.

Mari kita simak diantara hadits-haditsnya, dan komentar ulama tentangnya.

1.     Hadits pertama
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَـلَّمَ قَالَ لِلْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ المُطَّلِبِ يَا عَبَّاسُ يَا عَمَّاهُ أَلاَ أُعطِيْكُ أَلاَ أَمْنَحُكَ أَلاَ أَحَبُوِكَ أَلاَ أَفَعَلُ بِـكَ عَشْرَ خِصَالٍ إِذَا أَنْتَ فَعَلْـتَ ذَلِكَ غَفَرَ اللهُ لَكَ ذَنْبَكَ أَوْلَهُ وَآخِرَهُ قَدِيمـَهُ وَحَدِيْثَهُ خَطَأَهُ وَعَمْدَهُ صَغِيْرَهُ وَكَبِـيْرَهُ سِـرَّهُ وَعَلاَنِيَـتَهُ عَشْرَ خِصَالٍ أَنْ تُصَلِّيَ أَرْبـَعَ رَكَعَاتٍ تَكْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَاتِحَةَ الكِتَابِ وَسُورَةً فَإِذَا فَرَغْتَ مِنْ الْقِرَائَةِ فِي أَوَّلِ رَكْعَةٍ وَأَنْتَ قَائِمٌ قُلْتَ سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُلِ لِلَّهِ وَلاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ خَمْسَ عَشْرَةَ مَرَّةً ثُمَّ تَرْكَعُ فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ رَاكِعٌ عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنْ الرُّكُوعِ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَهْوِي سَـاجِدًا فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ سَـاجِدٌ عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنْ السُّجُودِ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَسْـجُدُ فَتَقُولُهَا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ فَتَقُولُهَا عَشْرًا فَذَلِكَ خَمْسٌ وَسَبْعُونَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ تَفْعَلُ ذَلِكَ فِي أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ إِنْ اسْتَطَعْتَ أَنْ بُصَلِّيَهَا فِي كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً فَافْعَلْ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُ فَفِي كُلِّ شَهْرٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ سَـنَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي عُمُركَ مَرَّةً

Dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah bersabda kepada Abbas bin Abdul Muththalib, “Hai Abbas, hai pamanku, maukah engkau aku beri? Maukah engkau aku kasih? Maukah engkau aku beri hadiah? Maukah engkau aku ajari sepuluh sifat ? Jika engkau melakukannya, Allah mengampuni dosamu: dosa yang awal dan yang akhir, dosa yang lama dan yang baru, dosa yang tidak disengaja dan yang disengaja, dosa yang kecil dan yang besar, dosa yang rahasia dan terang-terangan, sepuluh macam (dosa). Engkau shalat empat rakaat. Pada setiap rakaat engkau membaca al-Fatihah dan satu surat. Jika engkau telah selesai membaca pada awal rakaat, sementara engkau masih berdiri, engkau membaca, ‘Subhanallah, walhamdulillah, walaa ilaaha illa Allah, wallahu akbar’ sebanyak 15 kali. Kemudian ruku’, maka engkau ucapkan itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu dari ruku’, lalu ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau turun sujud, ketika sujud engkau ucapkan itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu dari sujud, maka engkau ucapkan itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau bersujud, lalu ucapkan itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu, maka engkau ucapkan itu sebanyak 10 kali. Maka itulah 75 pada setiap satu rakaat. Engkau lakukan itu dalam empat rakaat. Jika engkau mampu melakukan itu setiap hari sekali, maka lakukanlah. Jika engkau tidak melakukannya, maka lakukan setiap bulan sekali. Jika tidak, maka lakukan setiap tahun sekali. Jika engkau tidak melakukannya, maka lakukan sekali dalam umurmu.

Takhrij Hadits
Hadits ini ada dalam sunan Abu Dawud (1297), Ibnu Majah (1387), Ibnu Khuzaimah (1216), al Hakim dalam Mustadrak (1233),  al Baihaqi dalam Sunan Kubra (3/51), Abu Nu’aim dalam Al Hilyah (1/25-26), Daraquthni dalam shalat Tasbih dan lainnya.

Kedudukan hadits 

Ulama berbeda pendapat tentang kedudukan hadits diatas, sebagian melemahkan sedangkan sebagian lainnya menghasankan.
Hadits diatas dalam Abu Daud dan Ibnu Majah diriwayatkan dari jalan Abdurrahman bin Bisyr bin Hakam, dari Abu Syu’aib Musa bin Abdul Aziz, dari Hakam bin Abban, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas.
Sebab perbedaan ini karena ulama hadits berbeda pendapat tentang ketsiqahan salah satu rawi hadits diatas yakni Musa bin Abdul Aziz. Ibnu Ma’in dan Nasa’i mengatakan tentanganya “Tidak mengapa’. Sedangkan Ibnu Hajar berkata tentangnya, “Dia jujur, namun buruk hapalannya.[1]

            Sedangkan Thabrani dan Abu Nu’aim meriwayatkan dari jalan Abdul Qudus bin Habib, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas secara marfu. Sedangkan dalam al Mizan (2/643) dinyatakan bahwa Abdul Qudus sepakat haditsnya ditinggalkan.

            Sedangkan Daruquthni menyebutkan dengan sanadnya dari jalan Abbad bin Abbad Al Mahlabi, dan melalui jalur lain dari jalan Yahya bin Amr bin Malik An Nukriy, serta melalui jalur yang ketiga dari jalan Rauh bin Al Musayyab Al Kalbiy. ketiganya (Rauh, Abbad danYahya) meriwayatkan dari Amr bin Malik , dari Abul Jauza, dari Ibnu Abbas secara mauquf.

Mengenai Rauh, Abu Hatim berkata, “Shalih, namun tidak kuat.” Ibnu Hibban berkata, “Ia meriwayatkan hadits-hadits maudhu dari orang-orang tsiqah, tidak halal meriwayatkan darinya. Ia adalah seorang yang dhaif.”[2]

Sedangkan Abbad adalah seorang yang tsiqah, namun acap kali keliru. Adapun Yahya seorang yang dhaif, dan disebutkan, bahwa Hammad bin Zaid menganggapnya pendusta.[3]
           
2.     Hadits kedua 

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سُفْيَانَ الْأُبُلِّيُّ، حَدَّثَنَا حَبَّانُ بْنُ هِلَالٍ أَبُو حَبِيبٍ، حَدَّثَنَا مَهْدِيُّ بْنُ مَيْمُونٍ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ مَالِكٍ، عَنْ أَبِي الْجَوْزَاءِ، قَالَ: حَدَّثَنِي رَجُلٌ كَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ يَرَوْنَ أَنَّهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو، قَالَ: قَالَ لِي النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ائْتِنِي غَدًا أَحْبُوكَ، وَأُثِيبُكَ، وَأُعْطِيكَ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ يُعْطِينِي عَطِيَّةً، قَالَ: إِذَا زَالَ النَّهَارُ، فَقُمْ فَصَلِّ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ ، فَذَكَرَ نَحْوَهُ، قَالَ: ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ يَعْنِي مِنَ السَّجْدَةِ الثَّانِيَةِ، فَاسْتَوِ جَالِسًا، وَلَا تَقُمْ حَتَّى تُسَبِّحَ عَشْرًا، وَتَحْمَدَ عَشْرًا، وَتُكَبِّرَ عَشْرًا، وَتُهَلِّلَ عَشْرًا، ثُمَّ تَصْنَعَ ذَلِكَ في الْأَرْبَعِ الرَّكَعَات» ، قَالَ: فَإِنَّكَ لَوْ كُنْتَ أَعْظَمَ أَهْلِ الْأَرْضِ ذَنْبًا غُفِرَ لَكَ بِذَلِكَ» ، قُلْتُ: فَإِنْ لَمْ أَسْتَطِعْ أَنْ أُصَلِيَهَا تِلْكَ السَّاعَةَ؟ قَالَ صَلِّهَا مِنَ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sufyan Al Ubulliy, telah menceritakan kepada kami Habban bin Hilal Abu Habib, telah menceritakan kepada kami Mahdi bin Maimun, telah menceritakan kepada kami Amr bin Malik, dari Abul Jauza, ia berkata, “Telah menceritakan kepadaku seorang yang menjadi sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menurut mereka, orang itu adalah Abdullah bin Amr ia berkaa, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepadaku, “Besok, datanglah kepadaku, aku akan memberimu, membalasmu, dan memberimu hadiah.” Aku mengira bahwa Beliau akan memberiku suatu pemberian, lalu Beliau bersabda, “Apabila siang (matahari) telah tergelincir, maka berdirilah mengerjakan empat rakaat,” selanjut nya dia menyebutkan hadits seperti di atas. Kemudian Beliau bersabda,  “Kemudian engkau angkat kepalamu – yakni dari sujud kedua-, dan tetaplah duduk tidak bangun sampai engkau bertasbih sepuluh kali, bertahmid sepuluh kali, bertakbir sepuluh kali, dan bertahlil (mengucapkan “Laailaahaillallah) sepuluh kali. Kamu lakukan seperti itu pada keempat rakaat itu.” Beliau juga bersabda, “Jika engkau sebagai orang yang paling besar dosanya di muka bumi, maka akan diampuni karena perbuatan itu.” Aku bertanya, “Bagaimana jika aku tidak dapat mengerjakannya pada waktu itu?” Beliau bersabda, “Lakukanlah baik di malam atau siang hari.” 

Takhrij hadits 

Dimuat dalam sunan Baihaqi (4919), Abu Dawud menyebutkan secara mu’allaq (1298) Al Mizziy mengatakan hadits ini ada dalam riwayat Ibnul Abdi dan Al Lu’luiy secara muquf, sedangkan dalam riwayat Ibnu Dasah, Ibnul A’rabiy, dan lainya secara marfu’.[4]
Al Khathib menyebutkannya dalam shalat Tasbih (Qaaf/9), dinukil oleh Ibnu Thulun dalam At Tarsyikh/55 dari jalan Al Lu’lu’iy dan Ibnu Dasah secara mauquf. Baihaqi (3/52) juga meriwayatkan dari jalan Ibnu Dasah secara mauquf.

Kedudukan hadits

Hadits diatas didha’ifkan oleh banyak ulama hadits. Karena salah satu rawinya, yakni Abu Jauza yang dipandang jalur sanadnya lemah. Sebab kelemahan hadits ini juga karena diperselisihkan tentang marfu dan mauqufnya.[5]
Sedangkan sanad hadits ini yang mauquf, dihasankan oleh beberapa ulama hadits diantaranya Ibnu Hiban.[6]

3.     Hadits ketiga

حَدَّثَنَا أَبُو تَوْبَةَ الرَّبِيعُ بْنُ نَافِعٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُهَاجِرٍ، عَنْ عُرْوَةَ بْنِ رُوَيْمٍ، حَدَّثَنِي الْأَنْصَارِيُّ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِجَعْفَرٍ بِهَذَا الْحَدِيثِ، فَذَكَرَ نَحْوَهُمْ، قَالَ فِي السَّجْدَةِ الثَّانِيَةِ مِنَ الرَّكْعَةِ الْأُولَى، كَمَا قَالَ فِي حَدِيثِ مَهْدِيِّ بْنِ مَيْمُونٍ
Telah menceritakan kepada kami (Abu Daud) Abu Taubah Ar Rabi bin Nafi, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Muhajir, dari Urwah bin Ruwaim, telah menceritakan kepadaku seorang Anshar, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan kepada Ja’far hadits tersebut, dan menyebutkan hal yang serupa, …ia mengucapkan pada sujud kedua rakaat pertama… seperti yang disebutkan dalam hadits Mahdiy bin Maimun.
Takhirj hadits :
Dikeluarkan oleh Abu Daud (1299), juga disebutkan oleh Baihaqi (3/52).
Kedudukan Hadits
Para perawi hadits diatas mulai dari Abu Taubah, Muhammad bin Muhajir, Urwah bin Ruaim, umumnya dikomentari baik oleh para muhaditsin. Misalnya untuk Abu Taubah dan Muhammad bin Muhajir Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan darinya.
Begitu juga tentang Urwah bin Ruwaim, disiqahkan oleh Yahyah bin Ma’in dan Daraquthni. Hanya Ibnu Hajar menganggap bahwa hadits darinya sering mursal.[7]
Adapun majhulnya sahabat Nabi dalam riwayat diatas, tentu tidak perlu dipermasalahkan, karena tidak berpengaruh apa-apa kepada kualitas hadits.
Kesimpulan
Jika merujuk kepada pendapat para ulama hadits tentang kekuatan riwayat shalat tasbih, secara umum kita akan mendapatkan adanya dua pendapat, antara yang melemahkan, dengan yang menerimanya minimal sebagai hadits hasan.

1.     Yang melemahkan
Diantara ulama yang melemahkan semua hadits yang menyebutkan tentang shalat tasbih adalah al imam Ibnul Jauzi rahimahullah dalam kitab beliau al-Maudhu’at. Begitu juga dengan syaikhul Islam  Ibnu Taimiyah dan Al Mizzi, sedangkan al imam adz-Dzahabi rahimahullah dalam kitabnya Mizanul I’tidal dianggap melemahkan, tapi ada yang memandang beliau tawaquf (tidak mengomentari). Demikian juga dengan lembaga fatwa Arab Saudi, Lajnah Daimah melemahkan semua hadits tentang shalat tasbih, karenanya tidak boleh dijadikan hujjah.

2.     Ulama yang Menguatkan
Sebaliknya, ada juga sejumlah ulama besar dalam ilmu hadits yang menguatkan hadits-hadits tentang shalat tasbih, ini selain karena pertimbangan para rawi yang dinilai layak untuk diterima periwayatannya, juga karena adanya jalur periwayatan yang berbeda-beda yang mana ini menjadi penguat antara satu riwayat dengan yang lainnya. 

Diantaranya yang menyatakan ini adalah adalah al imam Nawawi, Ar Ruyani, al Hafidz al Mundziri, Abu Bakr al Ajurri, Abdurrahim al Mishri, al Bulqini, al ‘Ala-i, az Zarkasyi, Ibnu Mandah, al Khathib, as Sam’ani, Abu Musa al Madini, Abu al Hasan bin al Mufaddhal, Ibnu Shalah, as Subki, ad Dailami, Ibnu as Sakan dan Ibnu al Mulaqqin.
Untuk melengkapi bahasan ini, silahkan lihat hukum shalat tasbih menurut para ulama mazhab.

Wallahu a’lam.


[1] Tahdzibut Tahdzib (10/318).
[2] Al Mizan (2/61) dan al Lisan (2/468).
[3] At Taqrib hal 592.
[4] Tuhfatul Asyraf (6/281).
[5] Al Mizan (3/338).
[6] Tsiqat Ibnu Hibban (9/253).
[7]Tahdzibut Tahdzib (7/162), At Taqrib hal 389.

0 comments

Post a Comment