SEDANG HAIDH, BISAKAH MENDAPATKAN LAILATUL QADAR ?


Bagaimana cara wanita yang sedang datang bulan bisa mendapatkan pahala lailatul Qadr ?

Jawaban :

Ulama sepakat tentang disunnahkannya menghidupkan malam lailatul Qadr. Dan amalan yang dikerjakan  bisa dengan shalat sunnah, dzikir, memperbanyak do’a dan segala amal shalih lainnnya.[1]

Dari sini kita ketahui bahwa mekipun wanita yang sedang haidh tidak bisa mengerjakan shalat, namun dia tetap bisa mendapatkan keutamaan malam Qadr dengan melakukan amal shalih yang mungkin bisa ia lakukan, seperti berdzikir dan memperbanyak doa.

Dzikir  dan doa apapun bisa ia amalkan semisal istighfar, tahlil, tasbih dan lainnya. Namun yang afdhal adalah memperbanyak do’a yang diajarkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam kepada istri beliau Aisyah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam sebuah hadits :

Aisyah radhiallahu ‘anha, bertanya kepada Nabi shallallahu‘alaihi wasallam, ya Rasulullah, jika aku menjumpai malam lailatul qadar, apa yang harus aku ucapkan di malam itu? Beliau menjawab :

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Dzat yang maha pemaaf dan pemurah maka maafkanlah diriku.”

Atau bisa juga membaca do’a lainnya, yaitu :
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ampunan dan terbebas dari masalah.”[2]

Bahkan sebagian ulama ada yang berpendapat, seseorang tetap akan mendapatkan laliatul Qadr sesuai dengan qadar amal shalihnya di malam tersebut, meskipun ia tidak menyengaja menghidupkan malam Qadr dengan amalan khusus.

Imam Adh Dhahak pernah ditanya : Bagaimana pendapatmu mengenai wanita yang sedang nifas, haid, orang yang bepergian (musafir), dan orang tidur, apakah mereka bisa memperoleh bagian dari Lailaltul Qadar ? Beliau menjawab :

نعم، كل من تقبل الله عمله سيعطيه نصيبه من ليلة القدر.

“Ya, mereka masih bisa memperoleh bagian. Setiap orang yang Allah ta’ala menerima amalnya maka Allah akan memberikan bagiannya dari Lailatul Qadar.[3]

Demikian. Wallahu a’lam.


[1] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyah (35/362).
[2] Hadits riwayat Ibnu Abi Syaibah, dari Abdullah bin Buraidhah.
[3] Arsyif Multaqa ahlul Hadits (20/291).

0 comments

Post a Comment