ANTARA TAWAKAL DAN IKHTIAR


Mohon izin untuk bertanya hadits berikut ini ustadz : “Andai kalian bertawakkal kepada Allah sebenar-benar tawakkal niscaya Allah akan berikan rizki kepada kalian sebagaimana Dia memberikan rizki kepada burung yang pergi dalam keadaan lapar lalu pulang dalam keadaan kenyang” (HR. Ahmad)
 
Apakah hadits diatas benar ? Dan jika benar apakah maksud sebenar nya dari hadist tersebut ? Karena aktualnya digunakan oleh  sebagian saudara-saudara muslim untuk focus ibadah tapi minim ikhtiar, ana berfkir sperti ada yang kurang tepat. Mohon penjelasan dari ustadz.

Jawaban 

Hadits yang ditanyakan diatas dinyatakan shahih oleh para ulama hadits, disebutkan dalam beberapa kitab yakni Musnad imam Ahmad (1/438) dan Ibnu Majah (2/1394), al Mustadrak ‘ala shahihain (4/354) : 

لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
“Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya Allah akan memberikan rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rezeki kepada seekor burung, yang keluar pada pagi hari dalam keadaan lapar lalu sore harinya pulang dalam keadaan kenyang.”
 
Jika dengan membaca hadits diatas kemudian menyebabkan seseorang malas bekerja, atau menafikan usaha, sungguh dia telah salah paham yang fatal. Karena konsep tawakal dalam Islam sama sekali tidak bertentangan dengan usaha. 

Pengertian tawakal

Tawakal secara bahasa artinya  menunjukkan ketidak berdayaan serta bersandar pada orang lain. Sedangkan tawakal kepada Allah bermakna menyerahkan urusan kepadaNya dan percaya kepada keputusanNya.[1]
 
Sedangkan secara istilah, al Imam Ghazali rahimahullah menjelaskan tawakal adalah menyerahkan dan menyandarkan diri kepada Allah setelah melakukan usaha dengan mengharap pertolongan.[2]

Imam Ibnu Rajab al Hambali berkata : “Tawakal yang hakiki adalah penyandaran hati yang sebenarnya kepada Allah ‘azza wajalla dalam meraih berbagai kebaikan dan menghindari semua bahaya, dalam urusan dunia maupun akhirat, menyerahkan semua urusan kepadanya dan benar-benar meyakini bahwa tidak ada yang dapat memberi, menghalangi, mendatangkan bahaya serta memberikan manfaat kecuali Allâh (semata).”[3]

Hubungan antara tawakal dan usaha

Tidak ada pertentangan antara perintah untuk bertawakal, yakni menyerahkan urusan hanya kepada Allah dengan berusaha yang juga diperintahkan dalam agama. 

Justru mempertentangkan keduanya semisal dengan ketidak mau melakukan usaha dengan dalih tawakal, akan menyebabkan rusaknya tawakal itu sendiri. Al Imam Ghazali berkata : “Tawakal dalam Islam bukan suatu pelarian bagi orang–orang yang tidak mau berusaha atau gagal usahanya, tetapi tawakal itu ialah tempat kembalinya segala usaha. Tawakal bukan menanti nasib sambil berpangku tangan, tetapi berusaha sekuat tenaga dan setelah itu baru berserah diri kepada Allah. Allah lah yang nanti akan menentukan hasilnya.[4]

Sahl At Tusturi rahimahullah mengatakan, ”Barangsiapa mencela usaha (meninggalkan sebab) maka dia telah mencela sunnatullah (ketentuan yang Allah tetapkan). Barangsiapa mencela tawakkal (tidak mau bersandar pada Allah) maka dia telah meninggalkan keimanan.”[5]

Penjelasan Hadits 

Tentang makna dan maksud hadits diatas, telah dijelaskan oleh para ulama. Diantarannya adalah apa yang dikatakan oleh Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah :  “Hadis ini tidak menunjukan bolehnya berpangku tangan tanpa berusaha. Bahkan padanya terdapat perintah mencari rezeki. Karena burung tatkala keluar dari sarangnya di pagi hari demi mencari rezeki.”[6]

Beliau juga pernah ditanya tentang seseorang yang duduk saja di rumahnya dan di masjid seraya tidak bekerja karena yakin akan datangnya rezeki, maka beliau berkata : “Orang seperti itu benar-benar bodoh... burung saja bekerja dengan berangkat dari sarangnya pada pagi hari. Para sahabat Nabi yang mulia pun ada yang berdagang dan ada yang bekerja dengan menanam kurma, merekalah sebaik-baik teladan.”[7]
 
As Suyuthi rahimahullah berkata, “Al Baihaqi mengatakan dalam Syu’ab Al-Iman, “Hadits ini bukanlah dalil untuk duduk-duduk santai, enggan melakukan usaha untuk memperoleh rezeki. Bahkan hadits ini merupakan dalil yang memerintahkan untuk mencari rezeki karena burung tersebut pergi pada pagi hari untuk mencari rezeki.”[8]

Al Munawi mengatakan, ”Burung itu pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali ketika sore dalam keadaan kenyang. Namun, usaha (sebab) itu bukanlah yang memberi rizki, yang memberi rizki adalah Allah Ta’ala. Hal ini menunjukkan bahwa tawakkal tidak harus meninggalkan usaha. Tawakkal haruslah dengan melakukan berbagai usaha yang akan membawa pada hasil yang diinginkan. Karena burung saja mendapatkan rizki dengan usaha. Sehingga hal ini menuntunkan pada kita untuk mencari rizki.[9]

Al imam Ibnu Hajar al‘Asqalani mengatakan, “Namun hal ini bukan berarti seseorang boleh meninggalkan usaha dan bersandar pada apa yang diperoleh makhluk lainnya. Meninggalkan usaha sangat bertentangan dengan tawakkal itu sendiri.”[10]

Penutup

Kesimpulannya jika ada orang yang malas berusaha dengan dalih tawakal, dia telah melakukan dua kesalahan sekaligus. Yang pertama memelihara penyakit malas, yang kedua membungkus malasnya itu dengan pembenaran dalil yang ia pelintir. Kalau malas malas aja, nggak usah bawa-bawa dalil.

Wallahu a’lam.


[1] Al Mausu’ah al Fiqhiyah al Kuwaitiyah (14/185).
[2] Ihya al Ulumuddin (2/65).
[3] Jami’ul ‘ulumi wal Hikam (2/497).
[4] Ihya al Ulumuddin (2/65).
[5] Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 517.
[6] Tuhfatul Ahwadzi (7/7).
[7] Fath al Bari (11/306).
[8] Dalil al Falihin (1/335).
[9] Tuhfatul Ahwadzi bisyarhi Jaami’ at Tirmidzi (7/7).
[10] Fath al Bari (11/305).

0 comments

Post a Comment