Ustadz ana punya rumah di sebuah
tempat dan paman ana ada memiliki tanah kavling. Kami rencana saling menukar
antara rumah dengan kavling tanpa ada unsur paksaan, apakah itu dibolehkan dan
tidak ada unsur ribanya ?
Jawaban
Transaksi yang terjadi pada kasus yang ditanyakan adalah
jenis jual beli barter yang dalam istilah fiqih disebut dengan al Muqayadhah.[1] Dan hukumnya dibolehkan
menurut kesepakatan ulama asalkan tiga unshur yang menjadi syaratnya terpenuhi,
yakni :
1. Orang yang
akan melakukan pertukaran harus mempunyai barang untuk ditukarkan.
- Orang yang akan melakukan pertukaran harus saling membutuhkan barang yang akan ditukarkan serta harus dilakukan pada waktu yang sama.
- Barang yang ditukarkan harus mempunyai nilai yang sama, minimal mendekati kesamaan. Sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. [2]
Jadi pada kasus yang ditanyakan itu hukumnya boleh.
Semisal kemudian antum sebagai pemilik rumah memberikan tambahan harga karena
rumah lebih mahal juga dibolehkan. Semisal rumah ditukar dengan tanah tersebut,
dengan tambahan uang 10 juta misalnya.
Ketentuan selanjutnya
dalam barter adalah tidak dibolehkan menukar dengan perbedaan nilai jenis
barang tertentu yang disebut dalam istilah fiqih dengan istilah barang ribawi,
yakni : Emas,perak,gandum, tepung, kurma dan garam. Sebagaimana yang disebutkan
dalam hadits[3] :
الذَّهَبُ
بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ
بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلا بِمِثْلٍ
يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِي
فِيهِ سَوَاءٌ
“Emas hendaklah dibayar dengan emas, perak
dengan perak, gandum dengan gandum, tepung dengan tepung, kurma dengan kurma,
garam dengan garam, bayaran harus dari tangan ke tangan (cash). Barangsiapa
memberi tambahan atau meminta tambahan, sesungguhnya ia telah berurusan dengan
riba. Penerima dan pemberi sama-sama bersalah.” (HR. Muslim)
Wallahu a’lam.
0 comments
Post a Comment