Ustadz benarkah bahwa jika kita mengirim pesan singkat
atau WA yang benar diawali dengan Basmallah bukan salam ? Karena katanya dulu
Nabi shalallahu’alaihi wassalam surat menyurat beliau diawali dengan basmallah,
bukan salam. Begitu juga disebutkan dalam surah an Naml ayat 30 dimana Nabi
Sulaiman mengawali suratnya dengan menyebut basmallah, bukan salam. Mohon
penjelasannnya.
Jawaban
Permasalahan yang ditanyakan ini termasuk dari jenis
masalah kontemporer yang dimasa lalu tentu belum ada bahasannya secara
spesifik. Karena komunikasi via pesan singkat, WA, masenger dan aplikasi
semisal adalah tehnologi yang baru belakangan ditemukan.
Sebagian kalangan ada
yang menilai bahwa chat atau pesan
singkat adalah sebuah media tulisan, maka ia dianggap hukumnya seperti sebuah surat. Dan dalam surat menuyurat Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam selalu memulai dengan basmalah, bukan salam dan juga dalil lainnya
adalah apa yang dicantumkan oleh Nabi
Sulaiman ‘alaihissalam ketika
mengirim surat kepada Ratu Balqis :
إِنَّهُ مِن سُلَيْمَانَ
وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّـهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيمِ
“Sesungguhnya
surat itu dari Sulaiman dan sesungguhnya isinya: ‘Dengan menyebut Nama Allah
Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. An Naml : 30)
Kalangan ini kemudian
menyatakan bahwa yang sesuai sunnah atau yang benar itu adalah tulisan WA atau
pesan singkat bukan diawali dengan mengucap salam tetapi basmalah. Benarkah
demikian ?
Tidak sepenuhnya benar demikian. Justru yang yang tepat adalah mengucapkan salam bukan basmallah, hal ini karena beberapa alasan,
diantaranya :
1.
Keumuman kesunnahan mengucap salam dalam perjumpaan.
Para ulama hari ini mengkiaskan percakapan via elektronik
termasuk chat mesenger dan lainnya lebih dekat kepada obrolan, bukan surat
menyurat. Syaikh Bakr Abu Zaid
rahimahullah berkata,
فإن آداب الهاتف الشرعية مخرجة فقها
على آداب الزيارة، والاستئذان، والكلام، والحديث مع الآخرين في المقدار، والزمان،
والمكان، وجنس الكلام، وصفته
“Sesungguhnya adab-adab syar’i tentang telepon dikategorikan secara fiqih
ke dalam adab-adab berkunjung, meminta izin, berbicara, dan bercakap-cakap
dengan orang lain, baik dalam aspek kadarnya, waktunya, tempatnya, jenis
pembicaraannya, dan sifatnya.”[1]
Karenanya, ia lebih dekat kepada kesunnahan untuk saling mengucapkan salam.
Sebagaimana keumuman dalil :
إِذَا لَقِيَ أَحَدُكُمْ
أَخَاهُ فَلْيُسَلِّمْ عَلَيْهِ فَإِنْ حَالَتْ بَيْنَهُمَا شَجَرَةٌ أَوْ جِدَارٌ
أَوْ حَجَرٌ ثُمَّ لَقِيَهُ فَلْيُسَلِّمْ عَلَيْهِ أَيْضًا
“Jika salah seorang dari kalian bertemu dengan saudaranya
hendaklah ia mengucapkan salam, jika kemudian keduanya terhalang oleh pohon,
atau tembok, atau batu, lalu bertemu kembali, hendaklah ia ucapkan salam lagi
kepadanya.” (HR. Abu Dawud)
2.
Surat menyuratkaum salaf diawali dengan salam.
Justru ada beberapa riwayat dari atsar para sahabat yang ketika melakukan
surat menyurat, mereka mengawali dengan salam. Diantaranya apa yang ditulis
oleh Zaid ibn Tsabit radhiyallahu anhu kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan berikut
ini :
لعبد الله معاوية أمير
المؤمنين، من زيد بن ثابت: سلام عليك أمير المؤمنين ورحمة الله
“Kepada hamba Allah
Mu’awiyah Amirul-Mu’minin, dari Zaid ibn Tsabit : Salam Alaik wa rahmatullah wahai Amirul-mu’minin...”[2]
Riwayat selanjutnya adalah surat
menyurat antara Muawiyah dengan ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anhumaa berikut ini :
كَتَبَ مُعَاوِيَةُ إِلَى عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهَا أَنْ اكْتُبِي إِلَيَّ كِتَابًا تُوصِينِي فِيهِ وَلَا تُكْثِرِي عَلَيَّ
فَكَتَبَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا إِلَى مُعَاوِيَةَ سَلَامٌ عَلَيْكَ
أَمَّا بَعْدُ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ الْتَمَسَ رِضَا اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ كَفَاهُ
اللَّهُ مُؤْنَةَ النَّاسِ وَمَنْ الْتَمَسَ رِضَا النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ
وَكَلَهُ اللَّهُ إِلَى النَّاسِ وَالسَّلَامُ عَلَيْكَ
“Mu’awiyah mengirim surat kepada Ummul Mu`minin Aisyah radhiallahu ‘anha
supaya dia menulis surat yang berisi wasiat singkat kepadanya. Aisyah pun menulis
surat kepada Mu’awiyah : “salamun ‘alaika, aku mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam bersabda: “Barangsiapa yang mencari keridlaan Allah sekalipun
memperoleh kebencian manusia, Allah akan mencukupkan dia dari ketergantungan
kepada manusia dan barangsiapa yang mencari keridlaan manusia dengan
mendatangkan kemurkaan dari Allah, maka Allah akan menjadikannya bergantung
kepada manusia, wassalamun ‘alaika.” (HR. Tirmidzi)
3.
Basmallah lebih sesuai untuk surat pengumuman.
Sebagian
ulama memandang basmallah tepatnya digunakan untuk surat menyurat yang sifatnya
penting, atau surat edaran, pengumuman dan hal semisalnya. Disebutkan
dalam al Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah: “Mayoritas Ulama telah sepakat
bahwa ucapan Bismalah disyariatkan pada setiap perkara yang penting baik itu
(berkaitan dengan) ibadah atau selainnya (dari perkara dunia).”[3]
Surat-surat Nabi shalallahu’alaihi
wassalam diawali dengan basmallah karena isinya lebih menyerupai semacam pengumuman
atau pemakluman ajaran Islam kepada pihak yang disurati, karenanya diawali
dengan basmallah.
Berkata Syaikh Ad-Dimyati Asy-Syafi’i rahimahullah:
البسملة مطلوبة في كل أمر ذي
بال أي حال يهتم به شرعا بحيث لا يكون محرما لذاته ولا مكروها كذلك، ولا من سفاسف الأمور
أي محقراتها.
“Basmalah itu dituntut pada setiap perkara yang penting yaitu hal yang
dianggap penting secara syariat, yang mana tidak haram secara dzatnya dan tidak
juga dimakruhkan, serta bukan pula perkara yang rendah atau remeh.”[4]
4.
Alasan lain Nabi tidak mengawali
suratnya dengan salam
Ratu Saba yang dikirimi surat oleh Nabi Sulaiman ‘alaihissalam
bukanlah seorang muslim. Demikian juga beberapa pihak yang disurati oleh Rasulullah
shalallahu’alaihi wassalam adalah para penguasa kafir. Maka sudah tetap jika
surat -surat itu tidak dimulai dengan salam karena sesuai dengan larangan dalam
hadits mengawali salam kepada orang kafir.
لَا تَبْدَءُوا الْيَهُودَ
وَلَا النَّصَارَى بِالسَّلَامِ
“Janganlah kalian memulai
memberi salam kepada orang Yahudi maupun orang Nashrani.” (HR. Muslim)
Al Imam An Nawawi rahimahullah ketika menjelasakan hadits
diatas berkata: “Dalam Madzhab kami adalah mengharamkan memulai salam, namun
wajib membalasnya dengan jawaban ‘wa’alaikum’ atau ‘’alaikum’ saja....
Dan apa yang kami sebutkan dari
madzhab kami ini merupakan pendapat mayoritas ulama dan kaum salaf terdahulu.”[5]
Disebutkan dalam riwayat lain bahwa Abu Musa al Asy’ari radhiyahu’anhu pernah
menulis sebuah surat kepada seorang
rahib dan mencantumkan salam dalam surat tersebut. Lalu dikatakan kepadanya :“Apakah
engkau mengucapkan salam kepadanya, padahal ia seorang kafir ?”
Maka Abu Musa menjawab :
“Ia telah lebih dulu menuliskan surat dengan mengucap salam kepadaku. Lantas
aku membalas salamnya.”[6]
Kesimpulan
Surat menyurat dengan diawali salam adalah perkara yang menjadi
adab kaum salaf terdahulu. Maka surat hari inipun sudah benar bila diawali
dengan salam kepada sesama Muslim. Jika surat menyurat saja begitu, apalagi
dengan masalah pesan singkat, chating dan komunikasi tertiulis via dunia maya lainnya, yang lebih menyerupai percakapan.
Sedangkan Basmallah tepatnya digunakan untuk surat
pengumuman dan semisalnya. Meski tidak salah juga digunakan untuk surat biasa.
Yang jelas salah itu perilaku mudah menyalahkan amalan orang lain tanpa bekal dan dasar yang cukup.
Wallahu ‘alam.
0 comments
Post a Comment