HUKUM PUASA AKHIR SYA’BAN

 


 

Abi izin bertanya Apakah benar puasa di bulan Sya’ban pada tanggal 15 sampai akhir bulan diharamkan/dilarang ? Mohon penjelasannya.

 

Jawaban

 

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

 

            Memang benar dalam masalah ini ada hadits yang menyebutkannya, yakni sebagai berikut :

 

إِذَا كَانَ النِّصْفُ مِنْ شَعْبَانَ فَأَمْسِكُوا عَنْ الصَّوْمِ حَتَّى يَكُونَ رَمَضَانُ

 

Jika sudah pada separuh bulan Sya’ban, maka janganlah kalian berpuasa hingga masuk bulan Ramadhan.

 

Takhrij Hadits :

 

Hadits ini dikeluarkan oleh imam Ahmad dalam musnadnya no. 9707, imam Tirmidzi dalam sunannya no. 738, imam Abu Daud dalam sunannya no. 2337, imam an Nasa’i dalam sunan al Kubra 2911, imam Ibnu Majah dalam sunannya No. 6151, Imam Ibnu Hibban dalam shahih Ibnu Hibban no. 3589, Imam Ath Thabarani dalam al Mu’jam al Awsath no. 1936  dan lainnya.


Kualitas hadits :

 

Ulama berselisih tentang derajat hadits ini. Dimana sebagian ahli hadits menshahhihkannya dan sebagian lainnya menghukumi sebagai hadits dha’if.

 

Al imam Tirmidzi dan Ibnu Hibban termasuk yang menshahihkan hadits diatas, Sedangkan mayoritas ahli hadits diantaranya adalah imam Ahmad, Yahya bin Ma’in, Abdurrahman bin Mahdi, Abu Zur’ah dan al Atsram menghukumi sebagai hadits lemah.[1]

 

Sebab kelemahan hadits ini karena adanya seorang rawi yang bernama ‘’Al ‘Ala bin Abdirrahman yang dinilai oleh Sebagian ulama diantaranya Yahya bin Main riwayatnya tidak bisa dijadikan hujjah. Sedangkan al imam Ibnu Hajar dalam at Tahdzibnya hanya mengomentari :  “Al-‘Ala’ bin Abdurrahman orang jujur, hanya kadang-kadang keliru/kurang teliti.

 

 

Pendapat ulama

Disebabkan oleh kedudukan hadits yang memang diperselisihkan, maka ulama berbeda pendapat tentang hukum puasa setelah memasuki paruh terakhir dari bulan Sya’ban. Sebagian melarang sedangkan mayoritasnya membolehkan.[2]

 

1.     Yang membolehkan

 

Umumnya ulama madzhab berpendapat tidak ada larangan untuk berpuasa di akhir bulan Sya’ban. Selain karena menilai hadits diatas dhaif, juga karena adanya hadits yang menganjurkan untuk berpuasa di akhir setiap bulan berikut ini :

 

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ سَأَلَهُ أَوْ سَأَلَ رَجُلًا وَعِمْرَانُ يَسْمَعُ فَقَالَ يَا أَبَا فُلَانٍ أَمَا صُمْتَ سَرَرَ هَذَا الشَّهْرِ قَالَ الرَّجُلُ لَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِذَا أَفْطَرْتَ فَصُمْ يَوْمَيْنِ

Bahwasanya Nabi shallallahu‘alaihi wasallam bertanya kepada seorang laki laki sedangkan Imran mendengarnya, “Hai Abu Fulan, tidakkah kamu berpuasa di saror bulan ini..? ‘Tidak wahai Rasulullah..’ jawab orang itu. Beliau bersabda, “Apabila kamu tidak berpuasa maka berpuasalah dua hari (pada hari lain)..” (HR Al Bukhari)

Mayoritas ulama menjelaskan yang dimaksud dengan saror adalah akhir dari setiap bulan.

 

Berkata al Imam Ibnu Hajar al Asqalani rahimahullah : “Mayoritas ulama membolehkan puasa sunnah setelah nishfu Sya’ban dan mereka melemahkan hadis larangan puasa setelah nishfu Syaban. Imam Ahmad dan Ibnu Ma’in mengatakan hadis tersebut munkar”.[3]


2.     Yang melarang

 

            Ulama syafi’iyah adalah yang berpendapat dilaranganya berpuasa di waktu-waktu dari akhir bulan Sya’ban berdasarkan hadits yang telah disebutkan. Sifat larangannya adalah haram menurut mayoritas, makruh menurut sebagian yang lain.[4]

Diantanya yang berpendapat hukumnya hanya makruh dari madzhab Syafi’iyyah adalah al imam ar Ruyani rahimahullah.[5]

 

Berkata Syaikh Wahbah Zuhaili rahimahullah :  

 

 قال الشافعية: يحرم صوم النصف الأخير من شعبان الذي منه يوم الشك، إلا لوِرْد بأن اعتاد صوم الدهر أو صوم يوم وفطر يوم أو صوم يوم معين كالاثنين فصادف ما بعد النصف، أو نذر مستقر في ذمته، أو قضاء لنفل أو فرض، أو كفارة، أو وصل صوم ما بعد النصف بما قبله، ولو بيوم النصف.ودليلهم حديث إذا انتصف شعبان، فلا تصوموا

 

 

“Ulama mazhab Syafi’i mengatakan, puasa setelah nisfu Sya’ban diharamkan karena termasuk hari syak, kecuali ada sebab tertentu, seperti orang yang sudah terbiasa melakukan puasa dahar, puasa daud, puasa senin-kamis, puasa nadzar, puasa qadha’, baik wajib ataupun sunnah, puasa kafarah, dan melakukan puasa setelah nisfu Sya’ban dengan syarat sudah puasa sebelumnya, meskipun satu hari nisfu Sya’ban. Dalil mereka adalah hadis, ‘Apabila telah melewati nisfu Sya’ban janganlah kalian puasa’.[6]

 

 

 

Kesimpulan

 

1.     Ulama berbeda pendapat tentang hadits larangan berpuasa di paruh akhir bulan Sya’ban, sebagian menghukumi shahih sednagkan yang lain berpendapat hukumnya lemah.

 

2.     Mayoritas ulama berpendapat tidak ada larangan untuk berpuasa di akhir bulan Sya’ban, bahkan dianjurkan, sedangkan Syafi’iyah berpendapat akan keharamannya dan sebagian hanya memakruhkan saja.

 

3.     Kalangan Syafi’iyah yang melarang berpuasa setelah tanggal 15 Sya’ban menyatakan bahwa larangan itu hanya berlaku bagi yang mengkhususkan berpuasa di akhir Sya’ban saja, tidak untuk yang terbiasa puasa sunnah atau yang sedang mengqadha hutang puasa Ramadhan.

 

 

Wallahu a’lam.

 

 



[1] Lathaif Al Ma’arif, hal. 151, Mir’ah al Mafatih (6/441).

[2] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyah (48/291).

[3] Fath al Bari (4/129).

[4] I’anatut Thalibin (2/273).

[5] Al Majmu Syarh al Muhadzdzab  (6/399), Fathul Bari (4/129).

 

[6] Fiqh al Islami wa Adilatuhu (3/1635).

0 comments

Post a Comment