BENARKAH TIDAK ADA ADZAN SELAIN UNTUK SHALAT ?

Tulisan ini adalah untuk menanggapi flayer yang sedang ramai beredar, dimana isinya menukil fatwa dari al imam Ibnu Qudamah rahimahullah ta’ala berikut  ini :

 

أجمعت الأمة على أن الأذان والإقامة مشروع للصلوات الخمس ولا يشرعان لغير الصلوات الخمس

 

“Umat sepakat bahwa adzan dan iqamat disyariatkan untuk shalat lima waktu dan keduanya tidak disyariatkan untuk selain shalat lima waktu...”[1]

 

Tadinya saya hendak menulis bantahannya  dengan mengangkat fatwa- fatwa para ulama yang mayoritasnya menyebutkan boleh dan disunnahkannya mengumandangkan adzan selain untuk shalat. Bahkan saya juga hendak mencantumkan fatwa-fatwa para ulama Saudi seperti Syaikh Bin Baz dan Utsaimin rahimahumullah tentang pembahasan adzan untuk selain shalat seperti untuk mengadzani bayi yang baru lahir.

 

Namun kemudian saya berfikir bahwa itu tidak terlalu dibutuhkan disini.  Selain tulisan menjadi panjang lebar dan akan membosankan pembacanya, juga sebagian orang yang picik pandangan akan tetap menganggap itu hanya opini yang hanya hendak mencari pembenaran atas pendapat yang sedari awal sudah mereka vonis sebagai bid’ah dan pasti salah.

 

Karenanya untuk menanggapinya, saya akan menfocuskan pada satu hal saja, yakni: Meluruskan kesalahpahaman atas kata Ijma’ tidak bolehnya adzan untuk selain shalat dari imam Ibnu Qudamah yang mereka nukil.

 

Menjelaskan maksud ucapan al Imam Ibnu Qudamah

 

            Bagi yang tidak cermat, apalagi yang tidak paham bahasa arab sehingga tidak memiliki kemampuan merujuk lagsung ke sumber kitab, akan langsung dibuat manggut-manggut ketika membaca fatwa dari imam Ibnu Qudamah diatas.

 

            Padahal yang beliau rahimahullah maksudkan dengan fatwanya tersebut adalah untuk menjabarkan bahwa syariat adzan dan iqamat itu adalah untuk pelaksanaan shalat lima waktu, tidak untuk shalat selainnya, seperti shalat tahajud, dhuha, tasbih dan lainnya. Bukan dalam rangka berfatwa tidak adanya syariat adzan selain untuk shalat.

 

            Untuk mengetahui hal ini, pertama silahkan dibaca dengan utuh bahasan dalam kitab tersebut dari awal hingga akhir, niscaya akan sangat bisa dipahami beliau itu sedang menjelaskan bab apa. Kita ambil contoh misalnya, lanjutan potongan dari kalimat “Umat sepakat bahwa adzan dan iqamat disyariatkan untuk shalat lima waktu dan keduanya tidak disyariatkan untuk selain shalat lima waktu” adalah :

 

لأن المقصود منه الإعلام بوقت المفروضة على الأعيان وهذا لا يوجد في غيرها .

 

“Karena maksudnya adalah untuk pemberitahuan masuknya waktu shalat fardhu kepada orang-orang. Dan ini tidak terdapat pada selainnya (shalat 5 waktu).”

 

Dalam tulisan tersebut jelas bahwa al imam Ibnu Qudamah tidak dalam konteks menolak adanya adzan selain untuk shalat, tapi sedang menjelaskan bahwa adzan dan iqamat shalat itu hanya untuk shalat 5 waktu. Bukti akan hal ini adalah beliau menukil fatwa ulama dalam kitabnya yang lain tentang adanya  kesunnahan mengumandangkan adzan untuk bayi yang baru lahir, berikut petikan fatwa beliau :

 

قَالَ بَعْضُ أَهْلِ العِلمِ: يُسْتَحَبُّ لِلوَالِدِ أَنْ يُؤَذِّنَ فِي أُذُنِ ابْنِهِ حِينَ يُولَدُ؛ لـِمَا رَوَى عَبْدُ اللهِ بنُ رَافِعٍ، عَن أُمِّهِ، أن النبي – صلى الله عليه وسلم – أَذَّنَ فِي أُذُنِ الحَسَنِ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ . وَعَنْ عُمَرَ بنِ عَبْدِ العَزِيزِ، أَنَّهُ كَانَ إِذَا وُلِدَ لَهُ مَوْلُودٌ، أَخَذَهُ فِي خِرْقَةٍ، فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ اليُمْنَى، وَأَقَامَ فِي اليُسْرَى، وَسَمَّاهُ.

“ Sebagian ahli ilmu mengatakan: Dianjurkan bagi seorang ayah untuk azan di telinga anaknya ketika lahir berdasarkan hadis Abdullah bin Rafi’ dari ibunya bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam azan di telinga Al-Hasan ketika Fathimah melahirkannya. Dan diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz bahwasanya ketika beliau dianugerahi seorang anak, beliau meletakannya di kain selendangnya kemudian ia azan di telinga kanan dan iqamat di telinga kiri serta memberinya nama.”[2]

 

Dari sini kita mengetahui bahwa imam Ibnu Qudamah rahimahullah itu tahu  adanya amaliyah adzan untuk selain shalat, terlepas kemudian pendapat pribadi beliau seperti apa. Dan memang rasanya tidak mungkin ulama sekaliber beliau tidak mengetahui hal ini. Jangankan ulama sebesar beliau, ustadz kelas dasarpun, asalkan ia jujur dengan ilmunya tahu adanya khilafiyah dalam masalah adanya adzan selain untuk shalat.

 

 

Maka jelaslah, bahwa apa yang dinyatakan dalam flayer diatas adalah bentuk kekeliruan dalam memahami perkataan Ibnu Qudamah rahimahullah. Dan hendaknya pembuatnya bertaubat dan meralat kekeliruannya tersebut. Untuk selanjutnya lebih meluaskan literasi dan berhati-hati dengan tidak sembarangan mengklaim ijma atas perkata yang khilafnya masyhur di tengah-tengah umat.

 

Namun jika disini ada unsur kesengajaan, tentu ini adalah kejahatan ilmiyah yang parah. Tak selayaknya dilakukan oleh mereka yang memiliki niat mencari wajah Allah. Janganlah pilihan seseorang terhadap pendapat tertentu yang dia yakini sebagai kebenaran, membuatnya menghalalkan kedustaan.

 

Wallahu a’lam.



[1] Asy Syarh Al-Kabir (1/388)

[2] Al-Mughni (13/401)  

0 comments

Post a Comment