NAJIS DIKETAHUI SETELAH SELESAI SHALAT


Izin bertanya kiyai, bagaimana hukumnya ketika seseorang shalat dan seteleh selesai baru tahu ternyata ada najis yang melekat di badannya. Apakah ia harus mengulang shalatnya ? Kalau dia imam apakah harus memberi tahu makmum untuk mengulang shalat ? 

Masalahnya untuk makmum  yang dikenal atau yang masih di masjid bisa cepat disampaikan, lalu bagaimana dengan yang sudah pulang atau tidak dikenali, bagaimana cara memberitahukannya ?

✔️Jawaban

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

Seseorang yang baru menyadari setelah shalatnya selesai bahwa ternyata dirinya tidak memenuhi syarat sah shalat semisal lupa belum berwudhu, lupa dalam kondisi junub, terbukanya aurat dan termasuk kasus yang ditanyakan yakni baru mengetahui adanya najis di badan atau pakaiannya maka wajib untuk mengulang shalatnya menurut pendapat sebagian ulama termasuk kalangan Syafi’iyah. [1]

Al imam Nawawi rahimahullah berkata :  

فيمن صلى بنجاسة نسيها أو جهلها . ذكرنا أن الأصح في مذهبنا وجوب الإعادة وبه قال أبو قلابة وأحمد

“Tentang orang yang shalat dengan membawa najis yang ia lupakan atau tidak diketahuinya. Kami menyebutkan bahwa sesungguhnya pendapat yang lebih kuat dalam madzhab kita (Syafi’i): adalah wajib mengulangi shalatnya. Pendapat ini juga dipegang oleh Abu Qalabah dan Imam Ahmad.” [2]

Sedangkan sebagian ulama lainnya berpendapat tidak wajib untuk mengqadha’nya. Dalil pendapat ini adalah hadits yang menyebutkan bahwa pernah Rasulullah shalallahu’alaihiwassalam mengimami shalat para shahabatnya, tiba-tiba beliau melepaskan sandalnya lalu meletakkan sandal itu pada sebelah kiri beliau. 

Ketika para makmum melihat hal itu, mereka pun melepaskan sandal mereka. Setelah Rasulullah menyelesaikan shalatnya, beliau berkata, ’Apa yang membuat kalian melepaskan sandal kalian juga ?’ Para sahabat menjawab, ’Kami telah melihat Anda melepaskan sandal, maka kami pun melepaskan sandal kami.’ Kemudian Beliau shallahu’aliahi wassalam bersabda :

إِنَّ جِبْرِيلَ أَتَانِى فَأَخْبَرَنِى أَنَّ فِيهِمَا قَذَرًا  

__“Sesungguhnya malaikat Jibril telah mendatangi aku, lalu dia memberitahu aku bahwa pada sandalku ada najisnya.”^_ (HR. Abu Dawud)

Imam al Khattabi rahimahullah berkata ketika menjelaskan hadits ini : 

فيه من الفقه أن من صلى وفي ثوبه نجاسة لم يعلم بها فإن صلاته  مجزية ولا إعادة عليه 
 
“Di dalam hadis ini ada hukum fiqih, bahwa barangsiapa yang shalat sedang pada pakaiannya terdapat najis yang tidak dia ketahui, maka shalatnya sah dan dia tidak wajib mengulangi shalatnya.” [3]

Dan uniknya, imam Nawawi menyelisihi madzhab mu’tamad syafi’iyah dengan mengatakan pendapat yang kedua ini dengan berkata : “Pendapat tidak wajibnya mengulangi shalat adalah pendapat Imam Malik. Pendapat ini kuat dari segi dalilnya dan merupakan pendapat yang terpilih.” [4]

Adapun untuk makmum maka menurut mayoritas ulama berbeda keadaannya dengan imam, yakni tidak wajib untuk mengulang shalatnya.

Berkata al imam Nawawi rahimahullah :

لو اقتدى بمن ظنه متطهرا، فبان بعد الصلاة محدثًا أو جنبًا، فلا قضاء على الْمأْموم

“Seandainya dia (orang yang shalat) bermakmum kepada orang yang diduganya suci, ternyata setelah selesai shalat baru jelas bahwa dia berhadas atau junub, maka tidak ada kewajiban mengqadha bagi makmum.”[5]

Demikian juga Syaikh Wahbah Zuhaili rahimahullah berkata :

 وكذلك المأمومون يجهلون ذلك، حتى قضوا الصلاة، فتصح صلاة المأموم وحده، دون الإمام، للحديث السابق: «إذا صلى الجنب بالقوم أعاد صلاته، وتمت للقوم صلاتهم

"Demikian juga apabila makmum tidak mengetahui keadaan imam (adanya najis) dan baru diketahui setelah selesainya shalat, maka yang sah shalatnya makmum saja, tidak dengan imam. Dengan dalil hadits yang telah disebutkan : ‘Jika seorang yang junub mengimami shalat suatu kaum, dia wajib mengulang shalatnya. Sedangkan bagi kaum tersebut telah sempurna shalat mereka.” [6]

Kesimpulan
 
Bagi seseorang yang baru mengetahui adanya najis setelah selesainya shalat, maka ia mengulang shalatnya. Sedangkan jika ad ayang bermakmum kepadanya, maka makmumnya telah sepurna shalatnya dan tidak wajib untuk turut mengqadha’ shalat tersebut.

📚Wallahu a’lam.©️ AST
______
1. Fiqh al Islami wa Adillatuhu (1/580), Al Mausu’ah Fiqihiyah al Kuwaitiyah (40/273).
2. Al Majmu’ Syarah al Muhadzdzab (4/163).
3. Aunul Ma’bud (2/265). 
4. Al Majmu’ Syarh al-Muhadzab (4/163).
5. Raudhat Thalibin (1/ 351)
6. Fiqh Islam wa Adilatuhu (2/1218).

0 comments

Post a Comment