RUMAH KELUARGA RASULULLAH


Afwan Yai izin bertanya, bagaimana gambaran rumah rumah-rumah yang ditempati oleh istri-istri Rasulullah kala itu ? Mengingat beliau tinggal bersama 9 umahatul mukminin.

 

Jawaban

 

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

 

Gambaran umum dari seluruh aspek kehidupan Nabi kita shalallahu’alaihi wassalam termasuk dalam urusan rumah beliau adalah kesederhanaan. Meski Rasulullah memiliki beberapa rumah yang ditempati oleh umahatul mukminin, namun semuanya dalam bentuk yang sangat sederhana. Bahkan karena sederhananya, dalam istilah bangunannya tidak disebut dengan rumah, tapi hujarat (bilik-bilik).

 

Salah seorang ulama besar di masa Tabi’in, Sa’id ibn Musayyib rahimahullah berkata :  

والله لوددت أنهم تركوها على حالها ينشأ ناشئ من المدينة ويقدم قادم من الآفاق فيرى ما اكتفى به رسول الله صلّى الله عليه وسلّم في حياته، ويكون ذلك مما يزهد الناس في التكاثر


“Demi Allah, aku berharap supaya mereka membiarkan rumah-rumah itu sebagaimana kondisi aslinya. Karena akan muncul generasi baru dari kota Madinah ini dan akan selalu ada orang yang datang dari berbagai penjuru. Jadi, mereka nanti bisa melihat bagaimana Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam hidup dengan sederhana selama hidupnya sehingga hal tersebut bisa membuat manusia menjadi zuhud dan terhindar dari persaingan berbangga-bangga dengan dunia”.[1]

 

Berikut beberapa riwayat yang bisa kita angkat untuk menggambarkan bagaimana keadaan dan bentuk rumah Rasulullah bersama keluarga beliau shalallahu’alaihi wassalam.

 

1.     Dari Ibu Abbas radhiyallahu’anhuma ia berkata :

 

كانت قراءةُ النبيِّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم رُبَّما يُسمعها مَن في الْحُجرةِ وهو في البيتِ

 

“Bacaan Nabi  shalallahu’alaihi wassalam adalah sekedar di dengar oleh yang ada dikamar, kalau beliau berada di rumah”. (HR. Abu Dawud).

 

Dari hadits tersebut kita bisa mengetahui bahwa jarak antara ruangan-ruangan rumah Nabi dengan kamar adalah sangat dekat. Karena bacaan beliau yang sedang, yakni tidak terlalu keras masih bisa terdengar dari kamar.

 

 Dari hadits ini juga bisa dipahami tidak banyak skat atau ruangan dalam rumah keluarga Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam. Sebagian ahli ilmu mengatakan semua rumah istri-istri Rasulullah hanya ada dua ruangan. Yakni ruang tamu dan kamar tidur.

 

 

2.     Dawud bin Qais berkata :

 

رَأَيْتُ الْحُجُرَاتِ مِنْ جَرِيدِ النَّخْلِ مَغْشِيًّا مِنْ خَارِجٍ بِمُسُوحِ الشَّعْرِ، وَأَظُنُّ عَرْضَ الْبَيْتِ مِنْ بَابِ الْحُجْرَةِ إِلَى بَابِ الْبَيْتِ نَحْوًا مِنْ سِتِّ أَوْ سَبْعِ أَذْرُعٍ، وَأَحْزِرُ الْبَيْتَ الدَّاخِلَ عَشْرَ أَذْرُعٍ، وَأَظُنُّ سُمْكَهُ بَيْنَ الثَّمَانِ وَالسَّبْعِ نَحْوَ ذَلِكَ، وَوَقَفْتُ عِنْدَ بَابِ عَائِشَةَ فَإِذَا هُوَ مُسْتَقْبِلٌ الْمَغْرِبَ

“Aku melihat rumah-rumah (istri Nabi) itu terbuat dari pelepah kurma yang ditutupi dengan tenunan kasar yang terbuat dari bulu kambing berwarna hitam dari sebelah luar. Aku menduga lebar antara pintu rumah ke pintu kamar kira-kira 6 atau 7 hasta. Aku memperkirakan kamar di sebelah dalam itu panjangnya 10 hasta. Aku menduga lebarnya antara 8 atau 7 hasta. Aku berdiri di depan pintu Aisyah, ternyata ia menghadap ke arah barat”. (HR. Bukhari dalam Adab Al-Mufrad)

Dari hadits diatas untuk mengetahui luas bangunan rumah Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam bisa kita hitung sebagai berikut : Satu hasta atau dzira’ itu sekitar 46,2 cm. Sehingga panjang rumah adalah 7 hasta ditambah 10 hasta = 17 hasta, itu sama dengan 7,854 m (785,4 cm).

Sedangkan lebarnya 8 hasta sama dengan 3,696 m (369.6 cm). Sehingga luas rumah yang ditempati oleh setiap satu ummahatul mukminin adalah sekitar 8 meter x 4 meter saja.

 Adapun untuk tinggi rumah Nabi, kita dapatkan keterangannya diantaranya dari al imam Hasan al Bashri rahimahullah, beliau berkata :

كنت أدخل بيوت أزواج النبي صلى اللَّه عليه وسلّم في خلافة عثمان رضى اللَّه تبارك وتعالى عنه فأتناول سقفها بيدي

 

“Aku pernah masuk ke rumah salah satu dari istri-istri Rasulullah shallahu’alaihi wassalam pada masa kekhalifahan Utsman radhiyallahu’anhu, dan aku bisa menjangkau atapnya dengan tanganku.”[2]

 

Lalu untuk material dinding dan atap rumah, ada beberapa riwayat yang bisa dikumpulkan.

Dari hadits riwayat Dauwud bin Qais diatas disebutkan bahwa dinding rumagh terbuat dari pelepah kurma yang ditambal tenunan dari kulit kambing.

Sedangkan dalam riwayat Abdullah bin Yazid al Hadzli disebutkan :

رأيت بيوت أزواج النبي صلى الله عليه وسلّم حين هدمها عمر بن عبد العزيز بأمر الوليد بن عبد الملك، كانت بيوتا من اللّبن، ولها حجر من جريد مطرورة بالطين

 

Aku melihat rumah-rumah istri-istri Rasulullah shalllahu’alaihi wassalam  ketika dibongkar di masa Umar bin Abdul Aziz atas perintah Walid bin Abdul Malik (dalam rangka perluasan masjid), adalah rumah-rumah itu dari batu-bata yang tidak dibakar. Dan padanya ada kamar-kamar dari pelepah kurma yang ditambal dengan tanah”.[3]

 

Sedangkan dalam riwayat dari Anas bin Malik menyebutkan :

 

 ترك النبي صلى الله عليه وسلم أربعة أبيات بلبن، لها حجر من جريد وخمسة أبيات مطينة لا حجر لها

 

“Nabi Meninggalkan empat rumah (yang berdinding) batu-bata yang tidak dibakar, padanya ada kamar-kamar dari pelepah kurma dan ada 5 rumah yang terbuka tapa kamar padanya.”[4]

 

Dan masih ada beberapa riwayat lainnya. Yang secara umum melahirkan tiga pendapat :

 

1.     Pendapat pertama, dinding rumah terbuat dari pelepah kurma, yang ditambal dengan serat dan kulit kambing.

2.     Pendapat kedua, pada mulanya semua dinding rumah terbuat dari pelepah kurma dengan tambalan kulit kambing dan serat, lalu diubah sebagiannya dengan batu-bata di masa sayidina Umar bin Khattab.

3.     Pendapat ketiga, dinding rumah terbuat dari batu-bata yang tidak dibakar, namun untuk kamarnya terbuat dari pelepah kurma yang ditambal kulit kambing dan serat.

4.     Ada sebagian rumah yang materialnya terbuat dari batu-bata dan ada yang terbuat dari pelepah kurma.

 

Sedangkan untuk material atapnya, disebutkan oleh imam Baihaqi rahimahullah :

 

 وَبَنَى بُيُوتًا إِلَى جَنْبِهِ بِاللَّبِنِ وَسُقُفُهَا بِجُذُوعِ النَّخْل وَالْجَرِيدِ

 

Lalu beliau membangun rumah-rumah di samping masjid dengan batu-bata yang tidak dibakar dan atapnya dari Batang-batang kurma dan pelepah-pelepah kurma.”[5]

 

Wallahu a’lam.



[1] Wafa’ Al-Wafa’ (2/54)

 

[2] Imta’ al Asma (10/91).

[3] Sabilul Huda wa ar Rasyad (3/348).

[4] Sabilul Huda wa ar Rasyad (3/507).

[5] Dalailul Nubuwah (2/542).


0 comments

Post a Comment