HUKUM ARISAN QURBAN

                           

 

Afwan kiyai izin bertanya, bagaimana hukumnya arisan qurban ?

Jawaban :

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

 Pengertian Arisan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kegiatan mengumpulkan uang atau barang yang bernilai sama oleh beberapa orang kemudian diundi di antara mereka untuk menentukan siapa yang memperolehnya, undian dilaksanakan dalam sebuah pertemuan secara berkala sampai semua anggota memperolehnya.

Hukum Arisan

Asal hukum dari arisan itu sendiri adalah boleh menurut mayoritas ulama. Karena ia adalah semacam cara menabung, pinjam meminjam dan bentuk tolong menolong lainnya. 

 Penjelasan tentang bolehnya praktek arisan sebagaimana yang difatwakan oleh beberapa ulama diantaranya  al Qulyubi : “Di hari Jum’at yang termasyhur di antara para wanita, yaitu apabila seseorang wanita mengambil dari setiap wanita dari jama’ah para wanita sejumlah uang tertentu pada setiap hari Jum’at atau setiap bulan dan menyerahkan keseluruhannya kepada salah seorang, sesudah yang lain, sampai orang terakhir dari jamaah tersebut adalah boleh sebagaimana pendapat Al-Wali al-‘Iraqi.[1]

Namun tentunya kebolehan ini selama di dalam praktek arisan tidak ada unsur penipuan, riba, kejahatan, atau adanya pihak yang dirugikan riba di dalamnya. 

Sedangkan sebagian ulama berpendapat bahwa Arisan hukumnya haram. Karena arisan dipandang sebagai bentuk mengambil keuntungan atau manfaat dari aktivitas pinjam meminjam. Sedangkan dalam pinjam meminjam ada kaidah ushul yang melarang mengambil manfaat di dalamnya.

Arisan Qurban

            Adapun pengertian arisan qurban yang berlaku di masyarakat adalah : Sebuah akad yang dilakukan secara bersama-sama oleh dua orang atau lebih untuk mengadakan qurban. Anggota arisan berkomitmen mengumpulkan sejumlah uang, dan nanti uang yang terkumpul itu diserahkan kepada pihak yang namanya terpilih untuk dibelikan hewan Qurban.

Arisan seperti ini biasanya dibangun atas dasar niat baik untuk saling meringankan kebutuhan pengeluaran untuk membeli hewan kurban di antara peserta, dari yang semula harus ditanggung sendiri, menjadi gotong -royong ditanggung bersama-sama.

Dalam arisan, masing-masing anggota menyetor uang yang sama jumlahnya, sehingga dari awal hingga akhir uang yang diterima jumlahnya sama. Dan ketika dibelikan hewan qurban ternyata uangnya lebih, maka kelebihan itu tentu saja milik dari pihak yang menerima, dan bila uangnya kurang, maka dia pula yang “nombokin”.

Secara prinsip, bentuk arisan qurban seperti ini tidak ada bedanya dengan arisan yang lain. Hanya jika arisan uang misalnya, sejak semula peserta arisan mendapatkan uang, sedangkan jika arisan qurban, uang yang diterima dibelikan hewan yang nantinya untuk berqurban.

Dan terkait status qurban yang di dapatkan dengan cara arisan seperti ini, bisa dikatakan secara umum itu adalah qurban dengan cara berhutang. dikecualikan bagi penerima arisan terakhir, dia tidak berhutang, karena yang dia terima dari arisan tersebut adalah uangnya yang dipinjamkan kepada peserta lainnya untuk berqurban lebih dahulu.

Lantas bagaimana hukum berqurban dengan cara berhutang ? Jawabannya hukumnya sah. Al imam Sufyan at-Tsauri rahimahullah mengatakan:

كان أبو حاتم يستدين ويسوق البدن، فقيل له: تستدين وتسوق البدن؟ فقال: إني سمعت الله يقول: لكم فيها خير

“Dulu Abu Hatim pernah berutang untuk membeli unta qurban. Beliau ditanya: “Apakah kamu berutang untuk berqurban ?” Beliau jawab :  Tentu karena saya mendengar Allah ta’ala berfirman : Kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya (qurban tersebut).”[2]

Kesumpulan :

Hukum arisan qurban dengan tata cara yang telah dijelaskan hukumnya adalah boleh. Dan bahkan sebagian ulama mengatakan afdhal bagi seseorang untuk berhutang agar bisa berqurban selama tidak memberatkan diri dan memiliki kemampuan untuk melunasi hutang tersebut.

Sehingga kegiatan semacam arisan qurban ini adalah amaliyah yang baik, karena menjadi sarana saling tolong menolong dalam kebaikan. Bahkan ini bukanlah sekedar kebaikan biasa, namun qurban merupakan amal shalih yang amat utama. 

Wallahu a’lam.


[1] Al Qulyuby (2/258).

[2] Tafsir Ibnui Katsir ( 5/426)

 

0 comments

Post a Comment