MENCIUM TANGAN SAAT JABAT TANGAN

 


 Afwan kiyai, apakah hukumny amencium tangan saat berjabat tangan ? Seperti yang biasa kita lakukan saat berjabat tangan dengan orang tua atau guru ? Karena ada yang mengatakan bahwa ini tidak ada contohnya dari Nabi shalallahu’alaihi wassalam.

 

Jawaban :

Oleh Ahmad Syahrin Thoriq

Berjabat tangan dalam bahasa arab disebut dengan istilah mushofahah,  yaitu aktivitas seseorang  yang meletakkan telapak tanganmnyna kepada telapak tangan orang lain.[1]

Dan para ulama telah bersepakat tentang sunnahnya berjabat tangan antara dua muslim yang baru bertemu, dan sebagian ulama lainnyamemandang disunnahkan pula ketika akan berpisah.[2]

Syaikh Zakariya al Anshari rahimahullah berkata :

ويستحب تصافح الرجلين والمرأتين لخبر «ما من مسلمين يلتقيان فيتصافحان إلا غفر لهما قبل أن يتفرقا» رواه أبو داود وغيره، نعم يستثنى الأمرد الجميل الوجه فيحرم مصافحته ومن به عاهة كالأبرص والأجذم فتكره مصافحته كما قاله العبادي

 

“Disunnahkan bagi dua orang laki-laki atau dua orang perempuan berjabat tangan ketika berjumpa, berdasarkan adanya hadits “Tidak dari dua orang muslim yang saat berjumpa kemudian saling bersalaman kecuali mereka diampuni dosanya sebelum keduanya berpisah”. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dadwud dan lainnya.

 

 Kecuali saat berjumpa amraad (pria sangat tampan yang kewanita-wanitaan ) maka haram berjabat tangan dengannya, begitu juga orang orang yang sedang menyandang penyakit menular, seperti lepra dan kusta maka makruh bersalaman dengannya.”[3]

 

Lalu bagaimana jika saat bersalaman atau berjabat tangan tersebut ada yang mencium tangan sebagai ungkapan hormat, cinta atau bentuk pemuliaan ?

 

Masalah ini diperinci oleh para ulama. Jika yang dicium tangannya tersebut adalah orang alim  sebagai bentuk ungkapan cinta, hormat dan memuliakannya, maka hukumnya boleh bahkan dianjurkan.[4]

 

1.     Mencium tangan ulama dan orang-orang shalih

 

Para ulama menyatakan kebolehan untuk mencium tangan ulama dan orang-orang shalih pada umumnya. Sedangkan sebagian berpendapat hukumnya dianjurkan atau disunnahkan.  Disebutkan dalam al Mausu’ah :

 

يجوز تقبيل يد العالم الورع والسلطان العادل، وتقبيل يد الوالدين، والأستاذ، وكل من يستحق التعظيم والإكرام، كما يجوز تقبيل الرأس والجبهة وبين العينين، ولكن كل ذلك إذا كان على وجه المبرة والإكرام، أو الشفقة عند اللقاء والوداع، وتدينا واحتراما مع أمن الشهوة.

 

“Dibolehkan mencium tangan ulama yang wara’. Pemimpin yang adil, mencium tangan kedua orang tua, pendidik, dan siapapun yang berhak untuk mendapatkan pengagungan dan kemuliaan. Sebagaimana dibolehkan mencium kepala atau kening diantara kedua mata. Dan semua itu jika tujuannya adalah untuk penghormatan dan pemuliaan. Atau karena adanya rasa rindu ketika bertemu dan akan berpisah. Dalam rangka keakraban dan pemuliaan yang aman dari ada syahwat.[5]

 

Imam An Nawawi rahimahullah mengatakan:

 

يستحب تقبيل يد الرجل الصالح والزاهد والعالم ونحوهم من أهل الآخرة

 

“Disunnahkan untuk mencium tangan seseorang karena keshalihannya, zuhudnya, kealimannya, dan hal semisal dari para ahli akhirat.[6]

 

Al-Hashkafi al Hanafi rahimahullah berkata :

 

 وَلا بأس بتقبيل يد العالم والسّلطان العادل

“Dan tidak mengapa mencium tangan orang alim dan pemimpin yang adil.[7]

 

Dalil-dalilnya

 

Di antara dalil yang digunakan oleh para ulama dalam masalah ini adalah sebagai berikut :

 

1.     Hadits Jabir tentang Umar bin Khattab

 

عن جابر أن عمر قام إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقبل يده

Dari Jabir Radhiallahu anhu, bahwa Umar bergegas menuju Rasulullah shalllahu’alaihi wassalam lalu mencium tangan beliau.” (HR. Ahmad)

2.     Hadits Ibnu Umar

 

أنه كان في سرية من سرايا رسول الله صلى الله عليه وسلم فذكر قصة قال: فدنونا من النبي صلى الله عليه وسلم فقبلنا يده

Diriwayatkan bahwa ia pernah ikut dalam salah satu pasukan infantri Rasulullah shalllahu’alaihi wassalam lalu ia menuturkan sebuah kisah dan berkata: “Kemudian kami mendekati Nabi Muhammad dan mengecup tangannya.”[8]

 

3.     Yahudi mencium tangan Nabi

 

قال يهوديٌّ لصاحِبه: اذهبْ بِنا إلى هذا النبي، فأتيا رسول الله -صلى الله عليه وسلم- فسألاه عن تِسع آيات بَيِّنات ... فذكر الحديث إلى قوله: فَقَبَّلا يَدَهُ ورِجْلَه

 

“Berkata seorang yahudi kepada sahabatnya " pergilah bersamaku menghadap kepada Nabi ini, kmudian mereka berdua datang  menghadap rasulullah shalallahu’alaihi wassalam  dan bertanya tentang sembilan ayat yang terang kemudian mereka berdua mencium tangan dan kaki beliau.[9]

 

 

Dalil selanjutnya adalah : riwayat Ka’ab bin Malik, serta dua sahabat lainnya yang diboikot karena tidak mengikuti perang tabuk mencium tangan Nabi shallallhu‘alaihi wassallam ketika taubat mereka diterima oleh Allah. (HR. Al Baihaqi)

 

      Dan dalil -dalil di atas bukanlah pengkhususan untuk Nabi saja, karena juga ada riwayat diantara shahabat mencium tangan salah satu dari mereka, seperti Abu Ubaidah mencium tangan Umar ketika datang dari Syam (HR. Sufyan), Zaid bin Tsabit mencium tangan Ibn Abbas ketika Ibnu Abbas menyiapkan tunggangannya Zaid. (HR. At Thabari), Demikian pula Anas Ibn Malik pernah dicium tangannya oleh Tsabit al-Bannany.[10]

 

Dan masih banyak beberapa riwayat lainnya yang menunjukkan bolehnya mencium tangan ketika berjabat tangan. Bahkan beberapa ulama telah menyusun kitab khusus tentang masalah ini diantaranya Ibn Al Maqri yang mengumpulkan beberapa riwayat tentang bolehnya mencium tangan ketika berjabat tangan, khususnya para ulama.

 

Sedangkan pendapat yang berbeda diriwayatkan dari imam Malik rahimahullah, yakni bahwa beliau memakruhkan mencium tangan siapapun.[11]  Alasan imam Malik dengan pendapatnya ini karena mencium tangan itu menurut beliau hanyalah kebiasaan orang sombong dan yang suka membanggakan diri. Jika mencium tangan tujuannya untuk mencari ridha Allah maka tidak makruh.[12]

 

Berkata imam Ibnu Hajar al Asqalani rahimahullah menukil perkataan ulama Malikiyah :

 

وإنما كرهها مالك إذا كانت على وجه التكبر والتعظم، وأما إذا كانت على وجه القربة إلى الله لدينه أو لعلمه أو لشرفه؛ فإن ذلك جائز

Adapun imam Malik membenci hal ini jika tujuannya untuk kesombongan dan membanggakan diri. Jika ternyata itu untuk mencari ridha dan mendekat kepada Allah  karena sebab agama yang bagus (dari orang yang dicium tangannya) atau karena agamanya atau kemuliaannya maka itu hukumnya boleh.”[13]

 

4.     Mencium tangan selain ulama

 

Yang dimaksud selain ulama di sini adalah orang lain pada umumnya. Maka hukumnya makruh. Berkata al Imam Ibnu Abidin rahimahullah :

 

لا رخصة في تقبيل اليد لغير عالم وعادل، ويكره ما يفعله الجهال من تقبيل يد نفسه إذا لقي غيره، وكذلك تقبيل يد صاحبه عند اللقاء إذا لم يكن صاحبه عالما ولا عادلا، ولا قصد تعظيم إسلامه ولا إكرامه.

“Tidak ada keringanan kebolehan mencium tangan selain ulama dan orang yang adil (shalih dan amanah). Dan dimakruhkan apa yang dilakukan oleh orang-orang bodoh yang mencium tangan mereka sendiri ketika bertemu dengan orang lain (saat berjabat tangan). Demikian juga (termasuk perilaku bodoh) mencium tangan orang lain jika orang tersebut bukan orang alim dan dikenal keadilannya. Tidak boleh meskipun  (ketika mencium ) bertujuan untuk memuliakan karena dia orang Islam atau sekedar untuk menyenangkannya.”[14]

Berkata al imam Nawawi rahimahullah :

وأما تقبيل يده لغناه ودنياه وشوكته ووجاهته عند أهل الدنيا بالدنيا ونحو ذلك فمكروه شديد الكراهة وقال المتولي لا يجوز فأشار إلى تحريمه

Sementara mencium tangan seseorang karena kekayaannya, kekuasaan dan kedudukannya di hadapan ahli dunia dan semisalnya, hukumnya adalah makruh dan sangat dibenci. Dan berkata al Mutawaali ini tidak dibolehkan dan beliau mengisyaratkan keharamannya.[15]

Berkata al imam Khatib asy Syarbini rahimahullah :

ويكره ذلك لغناه أو نحوه من الأمور الدنيوية، كشوكته ووجاهته، ويكره حني الظهر مطلقا لكل أحد من الناس

“Dan dibenci yang demikian itu (mencium tangan) seseorang karena kayanya, dan semisal itu dari urusan duniawiyah. Seperti pangkat dan kedudukan. Dan bahkan ini dmakruhkan secara mutlak untuk setiap orang dari umumnya manusia.”[16]

Disebutkan pula dalam al Mausu’ah :

لا يجوز للرجل تقبيل فم الرجل أو يده أو شيء منه، وكذا تقبيل المرأة للمرأة، والمعانقة ومماسة الأبدان، ونحوها، وذلك كله إذا كان على وجه الشهوة، وهذا بلا خلاف بين الفقهاء

“Tidak dibolehkan seorang laki-laki mencium mulut atau tangan atau apapun dari anggota tubuh laki-laki lain. Demikian juga perempuan dengan perempuan. Dan  merengkuh badan yang disertai ciuman atau yang semisal itu jika diiringi dengan syahwat maka ini haram tanpa ada perbedaan pendapat diantara para fuqaha.”[17]

Untuk bab berpelukan ini ada bahasannya tersendiri.

 

5.     Mencium tangan orang tua dan kerabat yang dituakan

 

Dalam al Mausu’ah disebutkan :

 

يجوز تقبيل يد العالم وتقبيل يد الوالدين

 

“Dan dibolehkan mencium tangan ulama... dan mencium tangan kedua orang tua.”[18]

 

Agar kalangan yang terbiasa mengikuti pendapat ulama saudi tidak mengira ini hanya pendapat ulama madzhab tertentu saja, maka saya nukilkan fatwa dari Syaikh Ibnu Utsaimin dalam masalah ini saat ditanya :

 

لكن ما حكم تقبيل يد الجد والجدة و والد الزوجة ووالدتها؟ وهل يمكن قياس ذلك على تقبيل يد الوالد والوالدة؟

 

“Apa hukum mencium tangan kakek, nenek, bapak dan ibu istri ? Aapakah dimungkinkan qiyas yang seperti ini atas kebolehan mencium tangan ayah dan ibu ?”

 

Beliau menjawab :

 

تقبيل اليد احتراما لمن هو أهل للاحترام كالأب والشيخ الكبير والمعلم لا بأس به إلا إذا خيف منه الضرر

 

“Mencium tangan sebagai bentuk penghormatan kepada mereka yang memang berhak untuk menerimanya seperti bapak, atau orang yang sangat tua, guru dan lainnya itu tidak mengapa. Kecuali dikhawatirkan terjadinya mudharat.”[19]

 

6.     Mencium tangan anak kecil

 

Hukum mencium tangan kecil dobolehkan karena ada dalil kebolehan mencium beberapa anggota badannya sebegai bentuk kasih sayang. Disebutkan dalam al Mausu’ah :

 

كذلك يجوز بل يسن تقبيل الولد للمودة على الرأس والجبهة والخد، لحديث أبي هريرة قال: قبل رسول الله صلى الله عليه وسلم حسين بن علي، فقال الأقرع بن حابس: إن لي عشرة من الولد ما قبلت منهم أحدا، فقال: من لا يرحم لا يرحم

 

Demikian pula boleh bahkan disunnahkan orang tua mencium anaknya di kepalanya, keningnya atau di pipinya. Berdasarkan hadits Abu Hurairah,beliau berkata : Rasulullah pernah mencium Husain bin Ali. Maka Aqra’ berkata : ‘Aku punya sepuluh anak dan aku tidak pernah mencium satupun dari mereka. Maka beliau shalallahu’alaihi wassalam bersabda : ‘ Siapa yang tidak menyayangi, tidak akan disayangi.”[20]

 

Imam Nawawi rahimahullah berkata :

وأما تقبيل خد ولده الصغير وولد قريبه وصديقه وغيره من صغار الأطفال الذكر والأنثى على سبيل الشفقة والرحمة واللطف فسنة وأما التقبيل بالشهوة فحرام سواء كان في ولده أو في غيره بل النظر بالشهوة حرام على الأجنبي والقريب بالاتفاق

 

“Adapun mencium pipi anak kecil, baik anaknya sendiri, kerabatnya, temannya dan selainnya dari anak-anak kecil baik laki-laki ataupun perempuan karena dorongan rindu, sayang dan kelembutan maka hukumnya sunnah. Adapun jika adanya syahwat maka hukumnya haram, meskipun itu anaknya sendiri atau selainnya. Bahkan memandang saja haram kepada orang asing maupun kerabat menurut kesepakatan ulama.”[21]

 

7.     Mencium tangan orang dzalim

 

Jika ada orang yang dikenal dengan kefasikan dan kedzalimannya. Dia pelaku maksiat dan tukang pembuat kemunkaran. Maka ulama sepakat tidak dibolehkan mencium tangannya.[22]

Berkata Ibnu Haj al Maliki rahimahullah :

 

وأما تقبيل يد غير هذين فلا يعرف أحد يقول بجوازه لا سيما إذا انضاف إلى ذلك أن يكون المقبل يده ظالما أو بدعيا أو ممن يريد تقبيل يده

“Dan adapun mencium tangan selain kedua pihak ini (ulama dan orang shalih) maka aku tidak mengetahui adanya yang membolehkan, terlebih lagi jika disifati orang yang dicium tangannya adalah orang dzalim atau ahli bid’ah atau orang yang ingin tangannya dicium.”[23]

 

8.     Mencium tangan pasangan

Hampir semua ulama ketika membicarakan hukum menyentuh atau mencium pihak manapun dalam rangka salaman atau lainnya mensyaratkan tanpa adanya syahwat. Dikecualikan suami istri. Imam Nawawi misalnya setelah panjang lebar menjelaskan masalah ini, mengatakan :

ولا يستثني من تحريم القبلة بشهوة إلا زوجته وجاريته

“Dan tidak dikecualikan siapapun  akan keharamannya mencium dengan syahwat, kecuali suami istri.”[24]

Tentu kalau pasangan suami istri tidak perlu bahasan  lebih lanjut. Jangankan cuma mencium bagian tangan istri ataupun sebaliknya tangan suami, bagian lain yamg lebih pribadi saja boleh dan halalan “thayyiban”. Kalau dengan syahwat boleh nggak ? Sangat boleh, monggo, silahkan, sekeca’aken. Lanjutkan..... Asalkan tahu tempat dan kondisi ya...

 

Wallahu a’lam.



[1] Lisanul ‘Arab (2/512).

[2] Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah (2/13949).

[3] Asna Mathalib (3/114).

[4] Syarh Shahih Al Bukhari  (17/50)

[5] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (13/131).

[6] Majmu’ Syarh al Muhadzdzab (4/636).

[7] Al Ikhtiyar li Ta’lilil Mukhtar (1/659).

[8] Hadits riwayat Abu Daud  (5/393), Ibnu Majah (2/1221), dan Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.

 

[9] Diriwatkan oleh Abu daud, Turmudzi, dan Nasa'i dan ibn Majah, berkata tirmidzi ini adalah hadits hasan. Sedangkan imam Nawawi dalam Majmu’ mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[10] Fathul Bari (11/57).

[11] Madkhal li Ibn Haj (1/60), Al Fawakih Addawani (2/326). Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (13/130).

[12] Al Banayah (9/317)

[13] Fathul Bari (11/57).

[14] Ad Darr al Mukhtar wa Hasyiyah Ibn Abidin (5/245).

[15] Majmu Syarah al Muhadzdzab (4/636).

[16]  Mughni al Muhtaj (4/218).

[17] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (13/130).

[18] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (13/131).

[19] Fatawa al Bab al Maftuh ( no. 2.177)

[20] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (13/130), haditsnya shahih riwayat Bukhari.

[21] Majmu’ Syarh al Muhadzdzab (4/646).

[22] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (13/131).

[23] Madkhal li Ibn Haj (1/60).

[24] Majmu’ Syarh al Muhadzdzab (4/637).

 

0 comments

Post a Comment