MENIKAH DI BULAN DZULHIJJAH ?

Kiyai banyak orang yang menyelenggarakan pernikahan di bulan Dzulhijjah, apakah ada fadhilahnya ? Dan bulan apa yang baik untuk menikah ?

Jawaban

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

Dalam Islam semua waktu adalah baik. Sehingga, jika ada pemahaman yang menyatakan ada waktu, hari atau bulan tertentu tidak baik untuk melangsungkan pernikahan atau menyelenggarakan hajat tertentu, maka ini jelas menyalahi syariat. Disebutkan dalam hadits :

قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ

Allah ’Azza wa Jalla berfirman,’Aku disakiti oleh anak Adam. Dia mencela waktu, padahal Aku adalah (pengatur) waktu, Akulah yang membolak-balikkan malam dan siang.” (HR. Muslim)

Sehingga jelas bahwa adanya dugaan waktu tertentu, semisal dikatakan bula muharram adalah bulan sial dan tidak boleh menyelenggarakan hajatan, ini sebuah pemahaman yang keliru. Justru bulan muharram adalah salah satu dari 4 bulan mulia dan memiliki kekhususan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits :

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ، وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيْضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

“Puasa yang paling utama setelah bulan Ramadhan adalah bulan Allah; Muharram. Dan shalat paling utama sesudah shalat fardhu adalah shalat malam”. (HR. Ahmad)

Dan dalam Islam, waktu itu hanya terbagi menjadi dua, yakni hari baik dan hari sangat baik. Sehingga jika permasalahannya mencari yang terbaik dari yang baik, maka ini boleh bahkan ada anjurannya. Termasuk waktu untuk menyelenggarakan pernikahan, memang ada waktu-waktu terbaik sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama. Dan boleh kita sengaja untuk memilihnya. Berikut diantaranya keterangannya :

Bulan Syawal

Sebagian ulama dari kalangan Malikiyah dan Syafi’iyyah berpendapat bahwa waktu yang sangat baik untuk menikah adalah di bulan Syawal.[1] Hal ini disandarkan kepada adanya riwayat Ummul Mukminin Asiyah :

تَزَوَّجَنِي رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَوَّال، وَبَنَى بِي فِي شَوَّال، فَأَيّ نِسَاء رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَحْظَى عِنْده مِنِّي

"Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam menikahiku di bulan Syawal, dan mulai mencampuriku juga di bulan Syawal, maka istri beliau manakah yang kiranya lebih mendapat perhatian besar di sisinya daripada aku?" (HR. Muslim). 

Ketika menjelaskan hadits diatas, berkata al imam Nawawi rahimahullah :

‌فيه ‌استحباب ‌التزويج ‌والتزوج ‌والدخول ‌في ‌شوال وقد نص أصحابنا على استحبابه واستدلوا بهذا الحديث وقصدت عائشة بهذا الكلام رد ما كانت الجاهلية عليه وما يتخيله بعض العوام اليوم من كراهة التزوج والتزويج والدخول في ‌شوال وهذا باطل لا أصل له

“Padanya ada kesunnahan untuk menikahkan atau menikahi serta berkumpul dengan istri pada bulan syawal. Dan telah menetapkan ulama syafi’iyyah atas kesunnahan hal ini dengan dalil hadits tersebut. Dan Aisyah memaksudkan dengan perkataan ini untuk membantah kebiasaan jahiliyyah bahwasanya ada kalangan awam yang membenci menikahkan atau menikahi serta bercampurnya suami istri di bulan syawal, karena pemahaman ini jelas batil dan tidak ada asalnya.”[2]

Bulan Shafar

Sebagian kalangan ulama Syafi’iyyah juga berpendapat bahwa bulan yang baik untuk menikah adalah bulan shafar.[3] Karena adanya riwayat dari imam Zuhri rahimahullah :

أَنَّ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَوَّجَ ابْنَتَهُ فَاطِمَةَ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمَا فِي شَهْرِ صَفَرٍ

“Bahwasanya Rasulullah shalallahu’aiahi wassalam menikahkan putrinya Fathimah dan Ali radhiyallahu ‘anhuma pada bulan shafar.”[4]

Bulan Muharram

Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa ada kesunnahan menikah di bulan Muharram. Karena memilih pendapat bahwa waktu enikahnya Fathimah dengan sayidina Ali itu di bulan Muharram. Syaikh Athiyah As Sakar berkata :

ﻭﻗﺪ ﺫﻛﺮﺕ ﻛﺘﺐ اﻟﺴﻴﺮﺓ ﺃﻥ اﻟﻨﺒﻰ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻋﻘﺪ ﻟﻔﺎﻃﻤﺔ ﺑﻨﺘﻪ ﻋﻠﻰ ﻋﻠﻰ ﺑﻦ ﺃﺑﻰ ﻃﺎﻟﺐ ﺑﻌﺪ ﺑﻨﺎﺋﻪ ﺑﻌﺎﺋﺸﺔ ﺑﺄﺭﺑﻌﺔ ﺃﺷﻬﺮ ﻭﻧﺼﻒ اﻟﺸﻬﺮ، ﻭﺣﻴﺚ ﻗﺪ ﻋﻠﻤﻨﺎ ﺃﻥ ﺯﻭاﺟﻪ ﻭﺑﻨﺎءﻩ ﺑﻌﺎﺋﺸﺔ ﻛﺎﻥ ﻓﻰ ﺷﻮاﻝ ﻓﻴﻜﻮﻥ ﺯﻭاﺝ ﻓﺎﻃﻤﺔ ﻓﻰ ﺷﻬﺮ ﺻﻔﺮ، ﻭﺫﻛﺮ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﺃﻧﻪ ﻛﺎﻥ ﻓﻰ ﺃﻭاﺋﻞ اﻟﻤﺤﺮﻡ.


“Dan telah disebutkan dalam kitab sejarah bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam menikahkan Fatimah dengan Ali, sesudah Nabi menikah dengan Aisyah terpaut empat bulan setengah. Kita telah tahu bahwa Nabi menikah dengan Aisyah dan hidup bersamanya di bulan Syawal maka pernikahan Fatimah adalah di bulan shafar. Ada yang mengatakan bahwa pernikahan Fatimah di awal bulan Muharram.[5]

 Dan Syaikh Yusuf al Qaradhawi berkata :

ولا يحجموا عن الزواج فيه وأن يتخلصوا من هذه الأوهام ... الذي جعل من المحرم شهر حزن ونواح، وتجنبوا فيه كل دواعي الفرح والسرور، ومنها الزواج.

“Jangan menghindar dari menikah padanya (bulan Muharram) karena (punya manfaat) menghilangkan adanya persangkaan  yang mereka menjadikan bulan muharram sebagai bulan kesedihan dan meratap sehingga mereka menjauhi padanya setiap pesta dan perayaan termasuk di dalamnya menikah.”[6]

Penutup

Sedangkan tentang keutamaan menikah di bulan Dzulhijjah sebagaimana yang ditanyakan saya belum mendapatkan keterangan dari kitab manapun tentangnya. Namun yang jelas sekali lagi semua waktu adalah baik untuk melakukan kebaikan, termasuk pernikahan. Berkata Syaikh Yusuf al Qaradhawi :

Beliau juga berkata :

 

إن الشهور والأيام كلهافي نظر الإسلام – ترحب بالزواج لأنه شعيرة من شعائر الدين وسنة من سنن رسوله الكريم

“Sesungguhnya bulan dan hari dalam pandangan Islam semuanya baik dan dianjurkan untuk menikah. Karena nikah adalah syiar agama dan termasuk dari sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam yang mulia.”[7]

 

Apalagi bulan Dzulhijjah juga termasuk salah satu dari bulan haram yang dimuliakan. Jadi boleh saja memilih bulan ini sebagai waktu untuk menikah. Apakah mungkin salah satu pertimbangan kenapa banyak yang menyelenggarakan pernikahan di bulan Dzulhijjah adalah karena di waktu ini stok daging lebih melimpah sehingga lebih mudah untuk menjamu tamu ? Entahlah.

Tapi yang jelas jika semua sudah siap, tunggu apa lagi. Segera eksekusi, jangan ditunda nanti-nanti. Yang repot itu pengennya nikah cepet bulan ini, tapi persiapan belum ada sama sekali. Wah gimana ini. Panik nggak, panik nggak ??? ya panik lah. Masa nggak... !



[1] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (41/220).

[2] Majmu’ Syarah al Muhadzdzab (9/209).

[3] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (41/220).

[4] Nihayatul Muhtaj (6/185).

[5] Sumber situs fiqh.islamonline.net

[6] Sumber situs fiqh.islamonline.net

[7] Ibid

 

0 comments

Post a Comment