UCAPAN SELAMAT TAHUN BARU ISLAM BID’AH ?


Afwan kiyai, apa benar bahwa ucapan tahun baru Islam itu termasuk perbuatan bid’ah ? 

 

Jawaban

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

Secara umum, saling menampakkan kebahagiaan dan membahagiakan orang lain adalah syiar dari agama yang agung ini. Dan diantara bentuknya adalah dengan saling mengucapkan selamat  atau tahniah atas sebuah nikmat atau hal yang menyenangkan yang sedang dialami oleh seseorang.

Tahniyah (mengucapkan selamat) tahun baru Islam boleh menurut mayoritas ulama dengan hukum mubah, sebagian bahkan berpendapat mandub (disunnahkan) dan sebagian lagi berpendapat boleh tapi ada karihah (kemakruhan).[1] Berikut diantara fatwa-fatwa ulama tersebut.

 

Ibnu Hajar al Asqalani berkata :

إنها مشروعة

 

“Bahkan hal itu (tahniah) disyariatkan."[2] 

Khatib Asy Syarbini rahimahullah berkata :

 

ابن حجر بعد اطلاعه على ذلك بأنها مشروعة واحتج له بأن البيهقي عقد لذلك بابا فقال باب ما روي في قول الناس بعضهم لبعض في العيد تقبل الله منا ومنك

وساق ما ذكر من أخبار وآثار ضعيفة لكن مجموعها يحتج به في مثل ذلك ثم قال ويحتج لعموم التهنئة بما يحدث من نعمة أو يندفع من نقمة بمشروعية سجود الشكر والتعزية وبما في الصحيحين عن كعب بن مالك في قصة توبته لما تخلف عن غزوة تبوك أنه لما بشر بقبول توبته ومضى إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقام إليه طلحة بن عبيد الله فهنأه

 

“Imam Ibnu Hajar setelah mentelaah masalah itu mengatakan bahwa tahni’ah (mengucapkan selamat) itu disyari’atkan, dalilnya yaitu bahwa Imam Baihaqi membuat satu bab tersendiri untuk hal itu dan dia berkata : “Maa ruwiya fii qaulin nas” dan seterusnya, kemudian meriwayatkan beberapa hadits dan atsar yang dla’if-dla’if. Namun secara kolektif riwayat tersebut bisa digunakan dalil tentang tahni’ah. Secara umum, dalil-dalil tahni’ah bisa diambil dari adanya anjuran sujud syukur dan ucapan yang isinya menghibur sehubungan dengan kedatangan suatu mikmat atau terhindar dari suatu mala petaka, dan juga dari hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa sahabat Ka’ab bin Malik sewaktu ketinggalan/tidak mengikuti perang Tabuk dia bertaubat, ketika menerima kabar gembira bahwa taubatnya diterima, dia menghadap kepada Nabi shalallahu’alaihi wassalam. Maka sahabat Thalhah bin Ubaidillah berdiri untuk menyampaikan ucapan selamat kepadanya”.[3]

 

Berkata imam Ahmad bin Hanbal : 

لا ابتدئ بالتهنئة فإن ابتدأني أحد أجبته لأن جواب التحية واجب وأماالابتداء بالتهنئة فليس سنة مأمورا بها ولا هو أيضا مما نهي عنه

Saya tidak akan memulai memberi ucapan selamat. Tapi jika ada orang yang memulai memberikan ucapan selamat, akan saya jawab. Karena menjawab ucapan selamat hukumnya wajib. Sementara memberikan ucapan selamat, bukanlah sunah yang diperintahkan, bukan pula sesuatu yang dilarang.[4]

 Al imam As Suyuthi rahimahullah berkata :

أن الحافظ أبا الحسن المقدسي سئل عن ‌التهنئة ‌في ‌أوائل ‌الشهور والسنين أهو بدعة أم لا؟ فأجاب بأن الناس لم يزالوا مختلفين في ذلك قال: والذي أراه أنه مباح ليس بسنة ولا بدعة.

"Bahwasanya al Hafidz Ibnul Hasan al Maqdisi ditanya tentang ucapan selamat untuk awal bulan baru atau tahun baru  apakah itu bidah atau bukan, maka beliau menjawab : ‘Maka hendaknya hal itu dijawab karena masalah ini orang-orang telah berbeda pendapat. Dan ada yang berpendapat bahwa hal ini adalah perkara mubah, bukan sunnah dan bukan juga bid’ah.”[5]

As Syarwani  berkata : "Dan ungkapan syaikh kami ( Al Baijuri) disunnahkan tahniah untuk Id dan sejenisnya seperti tahun dan bulan menurut pendapat mutamad…”[6] 

Al Hafidz al Anshari rahimahullah berkata : 

لم أر لأصحابنا كلاما في التهنئة بالعيد والأعوام والأشهر كما يفعله الناس، لكن نقل الحافظ المنذري عن الحافظ المقدسي أنه أجاب عن ذلك بأن الناس لم يزالوا مختلفين فيه، والذي أراه أنه مباح لا سنة فيه ولا بدعة 

"Al-Qamuliy berkata : aku tidak melihat adanya perbincangan dari salah seorang ashhab kami mengenai ucapan selamat (tahniah) untuk hari raya, ucapan selamat untuk tahun dan bulan tertentu, sebagaimana yang terbiasa dilakukan oleh masyarakat, tetapi dinukil dari Al Hafidz Al Mundziri dari Al Hafidz Al Maqdisi bahwa ia menjawab tentang hal itu sebab masyarakat selalu berbeda-beda mengucapkan hal tersebut dan aku memandangnya adalah mubah, tidak sunnah dan tidak bid’ah."[7]

 

Hal yang sama juga dinukil oleh imam Ramli dan Ibnu Hajar al Haitami rahimahumallah.  [8] 

Dasar hukum kebolehannya 

Tahniah atau ucapan selamat adalah salah satu bentuk dari mujammalah (kepantasan) dalam muamalah (pergaulan). Dasar hukum yang dibangun diatasnya adalah : Boleh selama tidak ada dalil yang melarang atau mengandung unsur kerusakan. Bahkan dalam beberapa hal, Tahniah ada yang masuk ke dalam hal yang disyariatkan, seperti tahniah hari raya, pernikahan, kelahiran bayi dll. 

Sehingga jelas, kalau mau melarang tahniah tahun baru, harus didatangkan dalil agama yang melarangnya.  

Tidak usah jauh-jauh kita menengok penjelasan tentang hal ini, ulama Saudi sendiri diantaranya Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di yang merupakan salah satu rujukan saudara kita yang melaqabkan diri sebagai Salafi, beliau menjelaskan hal ini dengan panjang lebar, mari kita simak :

 

مسألة التهنئة بالعام الجديد وما أشبهها مبنية على أصل عظيم نافع وهو أن الأصل في جميع العادات القولية والفعلية الإباحة والجواز فلا يحرم منها ولا يكره إلا ما نهى عنه الشارع أو تضمن مفسدة شرعية وهذا الأصل الكبير قد دل عليه الكتاب والسنة في مواضع وذكره شيخ الإسلام ابن تيمية وغيره

فهذه الصور المسؤول عنها وما أشبههامن هذا القبيل فإن الناس لم يقصدوا التعبد بها وإنما هي عوائد وخطابات وجوابات جرت بينهم في مناسبات لا محذور فيها بل فيها مصلحة دعاء المؤمنين بعضهم لبعض بدعاء مناسب وتألف القلوب كما هو مشاهد

أما الإجابة لمن هنأ بالعام الجديد فالذي نرى أنه بجب عليه أن يجيبه بالجواب المناسب مثل الأجوبة بينهم لأنها من العدل ولأن ترك الإجابة يوغر الصدور ويشوس الخواطر

 

“Masalah tahni’ah (doa ucapan selamat) tahun baru dan yang semisalnya, hal itu dibangun di atas kaidah yang agung yaitu hukum asal seluruh adat dan kebiasaan, baik dalam bentuk perkataan maupun perbuatan adalah boleh. Tidak dihukumi haram ataupun makruh kecuali jika syariat melarangnya atau mengandung kerusakan secara syar’i. Pokok kaidah agung ini ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam banyak tempat. Demikian pula disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan ulama yang lain.

Gambaran permasalahan yang ditanyakan itu termasuk dalam kaidah ini, karena manusia tidak mengucapkan tahni’ah dengan tujuan ibadah. Hal itu hanyalah teranggap sebagai bentuk interaksi dan komunikasi diantara mereka pada momen-momen tertentu. Tidak ada pelanggaran syariat di dalamnya, bahkan di sana terdapat maslahat yaitu doa sebagian mukminin kepada mukminin yang lain dengan doa-doa yang baik. Hal itu dapat menumbuhkan kecintaan dalam hati sebagaimana yang kita saksikan.

Adapun tentang hukum menjawab bagi orang yang diberi ucapan tahni’ah (doa selamat) tahun baru, kami berpendapat ia wajib menjawab doa tersebut dengan doa yang baik, seperti yang biasa mereka lakukan, karena hal itu termasuk perbuatan adil. Alasan lain, karena tidak menjawab tahni’ah menyebabkan kebencian dalam hati dan merusak tatanan persaudaraan.”[9] 

            Begitu juga Syaikh Utsaimin salah satu ulama kibar Saudi juga berkata :

أرى أن بداية التهنئة في قدوم العام الجديد لا بأس بها ولكنها ليست مشروعة بمعنى: أننا لا نقول للناس: إنه يسن لكم أن يهنئ بعضكم بعضاً، لكن لو فعلوه فلا بأس، وإنما ينبغي له أيضاً إذا هنأه في العام الجديد أن يسأل الله له أن يكون عام خيرٍ وبركة فالإنسان يرد التهنئة. ..وهي من الأمور العادية وليست من الأمور التعبدية

“Aku berpendapat bahwa memulai mengucapkan selamat untuk tahun baru itu tidak mengapa, namun itu tidak masuk ke dalam syariat dalam artian : Kita tidak mengatakan kepada orang-orang bahwa disunnahkan untuk saling mengucapkan selamat. Namun jika ada yang mengucapkannya maka itu tidak mengapa. Dan hendaknya juga diucapkan kepadanya selamat tahun baru semoga  tahun ini menjadi tahun yang baik dan berkah, maka hendaknya seseorang menjawab tahniah tersebut. Ini hanyalah masalah kebiasaan tidak masuk ke ranah ibadah (ritual).”[10]

Penjelasan yang kurang lebih sama juga disampaikan oleh ulama-ulama “Salafi” lainnya seperti Syaikh bin Baz, Abdul Karim Al-Khudhair dan lainnya. 

Kesimpulannya adalah saling mengucapkan tahun baru Islam adalah bagian kebiasaan yang baik menurut mayoritas ulama. Meski ada sebagian ulama lainnya yang berpendapat berbeda. Namun saling menvonis dan melempar tuduhan bid’ah dalam masalah khilafiyah adalah bentuk ketidakpahaman dan dangkalnya agama seseorang. 

Wallahu a’lam.



[1] Al Mausu’ah al Fiqihiyyah al Kuwaitiyyah (14/100).

[2] Mughni Al Muhtaj (1/429).                       

[3] Al Iqna’ (1/188).

[4] Mauqi’ al Islam Sual wal Jawab (5/4098)

[5] Al Hawi fil Fatawa ( 1/95).

 

[7] Asna’ Mathalib (1/287).

[8] Tuhfatul Muhtaj (3/56), Nihayatul Muhtaj (2/401).

[9] Al Majmu’ah Al Kamilah li Muallafat As Sa’di hal. 348

[10] Liqa Bab al Mahtuh (10/93).

 

0 comments

Post a Comment