BERDIRI MENYAMBUT ORANG MASUK NERAKA ?

Afwan abi mau nanya apakah benar ada hadits seperti ini, atau pemahamannya yang salah ? 

Jawaban

Hadits dalam video tersebut memang ada, disebutkan dalam musnad imam Ahmad dan juga sunan Abu Daud dengan derajat hadits yang shahih.  Rasulullah shal’llahu'alaihi wassalam bersabda :

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَمْثُلَ لَهُ الرِّجَالُ قِيَامًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

“Barangsiapa senang melihat orang lain berdiri karenanya, maka hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka.”

Sedangkan hadits serupa juga terdapat dalam adabul Mufrad karya imam Bukhari, dari Muawiyah radhiyallahu'anhu Rasulullah bersabda :

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُمْثَلَ لَهُ عِبَادُ اللهِ قِيَامًا فَلْيَتَبَوَّأْ بَيْتًا فِيْ النَّارِ

Barangsiapa yang menyukai hamba-hamba Allah berdiri menghormatinya maka hendaklah ia mnenyiapkan rumahnya dari api neraka.

Dalam adabul Mufrad, disebutkan bahwa Anas bin Malik mengatakan :

لم يكن شخص أحب إليهم من النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, وكانوا إذا رأوه لم يقوموا له, لما يعلمون من كراهيته لذلك

Tidak ada seorang pun yang lebih dicintai oleh para shahabat selain Nabi shalallahu’alaihi wassalam. Dan, apabila mereka melihat beliau, mereka tidak berdiri untuk menyambutnya, karena mereka tahu bahwa Nabi membencinya.

Berdasarkan hadits-hadits di atas, apakah kesimpulannya berdiri untuk menyambut tamu yang datang atau untuk menghormati guru yang dilakukan oleh para murid-murid selama ini hukumnya adalah haram ?

Sebentar, jangan terlalu terburu-buru begitu dalam menyimpulkan hukum agama. Bagi orang awam, jika menemukan ayat atau hadits, sudah seharusnya menyimak penjelasan para ulama dengan baik terlebih dahulu. Karena dalil itu untuk bisa disimpulkan hukumnya, bukan hanya masalah sebatas shahih atau tidaknya, tapi juga berkaitan dengan banyak hal termasuk perlu dikompromikan dengan dalil-dalil yang lain.

Termasuk dalam masalah ini, ada beberapa hadits yang sepintas bertentangan dengan dalil di atas, karena Nabi shalallahu’alaihi wasssalam justru pernah berdiri menyambut kedatangan orang lain dan beliau juga pernah memerintahkan para shahabat untuk berdiri menyambut seseorang yang ditokohkan.

Sangat tidak mungkin tentunya, Nabi melakukan sesuatu yang diharamkan dan memerintahkan orang lain untuk melakukannya bukan ? Karenanya, mari kita simak hadits-hadits dan penjelasan ulama tentangnya.

1.Rasulullah pernah memerintahkan shahabat berdiri

Ketika salah satu tokoh dari kalangan Anshar, yakni shahbaat yang mulia Sa’ad bin Mu’adz radhiallahu ‘Anhu datang, Nabi bersabda kepada para shahabat yang ada di sekeliling beliau :

 قُومُوا إِلَى سَيِّدِكُمْ

 

“Berdirilah kalian untuk pemimpin kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Rasulullah berdiri menyambut kedatangan seseorang Ikrimah

Ketika Ikrimah bin Abu Jahal radhiyallahu’anhu masuk Islam ia datang menemui Rasulullah shalallahu’alahi wassalam

فَلَمَّا رَآهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَثَبَ إِلَيْهِ فَرِحًا

Ketika Rasulullah melihatnya, beliau berdiri melompat ke arahnya karena gembiranya.” (HR. Malik)

3. Rasulullah berdiri menyambut Fatimah

Dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu’anha beliau berkata :

إذا رأها اقبلت رحب بها ثم قام إليها فقبلها ثم أخد بيدها فجاء بها حتى يجلسها في مكانه

 “Apabila Nabi shallallahu’alaihi wasallam melihat Fatimah datang beliau menyambutnya serta berdiri untuknya, lalu menciumnya sambil memegang erat tangan Fatimah itu. Kemudian Nabi menuntun Fatimah sampai mendudukkannya di tempat beliau biasa duduk. (HR. Bukhari)

4. Fatimah berdiri ketika Rasulullah datang

Dari sambungan hadits sebelumnya, Aisyah berkata :

وكانت إذا اتاها النبي صلى الله عليه وسلم رحبت به ثم قامت اليه فقبلته

Sebaliknya, apabila Nabi shallallahu’alaihi wasallam yang datang kepadanya, Fatimah berdiri menyambut Nabi serta mencium Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam. (HR. Bukhari)

5. Sebagian shahabat Berdiri untuk Nabi

Muhammad bin Hilal meriwayatkan dari bapaknya, ia berkata :

 

إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا خَرَجَ قُمْنَا لَهُ حَتَّى يَدْخُل بَيْتَهُ


“Sesungguhnya jika Nabi shalallahu’alaihi wassalam keluar, kami berdiri untuk menyambutnya, hingga beliau masuk ke dalam rumahnya.”[1]

Penjelasan ulama

Setelah mengkompromikan antara dalil satu dengan yang lain, para ulama kemudian menjelaskan tentang hukum bolehnya berdiri untuk menyambut seseorang.

Al imam Ibnu Hajar al Asqalani rahimahullah berkata :

إنما ‌فيه ‌نهي ‌من ‌يقام ‌له ‌عن ‌السرور ‌بذلك ‌لا ‌نهي ‌من ‌يقوم ‌له ‌إكراما ‌له

“Hadits-hadits larangan berdiri itu adalah bagi orang yang senang jika ada orang yang berdiri untuknya, bukan larangan bagi orang yang berdiri untuk penghormatan.[2]

Al imam Ibnu Batthal rahimahullah berkata :

حجة لمن أنكر القيام للسادة، فقد ظن غير الصواب، وذلك أن هذا الخبر إنما ينبىء عن نهى رسول الله للذى يقام له السرور بما يفعل له من ذلك لا عن نهيه القائم عن القيام


“Hujjah sebagian kalangan yang mengingkari bagi orang yang berdiri untuk menyambut tokohnya adalah persangkaan yang tidak benar. Karena hadits larangan berdiri itu ditujukan untuk orang yang senang jika diperlakukan demikian, bukan larangan untuk yang berdiri bagi orang yang melakukannya.”[3]

Imam Nawawi rahimahullah berkata :

القيام لأهل الفضل وذوي الحقوق فضيلة على سبيل الإكرام، وقد جاءت به أحاديث صحيحة، وقد جمعتها من أثار السلف وأقاويل العلماء في ذلك، والجواب عما جاء مما يوهم معارضتها وليس معارضا، وقد أوضحت كل ذلك في جزء معروف، فالذي نختاره ونعمل به واشتهر عن السلف من أقوالهم وأفعالهم، جواز القيام واستحبابه في الوجه الذي ذكرناه...

 

“Berdiri karena menghormati ulama atau orang yang sepantasnya dihormati termasuk perbuatan mulia dengan maksud menghormati mereka. Ada banyak hadits shahih terkait permasalahan ini. Saya telah mengumpulkan pandangan-pandangan para salaf dan perkataan ulama tentangnya.

Saya juga menjawab penyelesaian dalil yang dianggap kontradiksi, padahal sejatinya tidak terdapat kontradiksi dalil dalam kasus ini. Saya telah menjelaskan semuanya pada bagian yang cukup populer. Pendapat yang kami pilih dan kami amalkan, pendapat ini juga didukung oleh pernyataan ulama salaf, baik berupa perkataan maupun tindakan, adalah boleh dan dianjurkan berdiri untuk menghormati kedatangan seseorang sebagaimana yang telah disebutkan.”[4]

Beliau juga berkata :

القيام للقادم من أهل الفضل مستحب، وقد جاء فيه أحاديث، ولم يصح في النهي عنه شيء صريح. ويستحب القيام لأهل الفضل كالوالد والحاكم؛ لأن احترام هؤلاء مطلوب شرعا وأدبا

“Berdiri untuk menyambut kedatangan orang yang memiliki keutamaan adalah disunnahkan. Telah banyak hadits-hadits yang menyebutkannya. Dan tidak ada dalil yang secara terang melarang dalam perkara ini. Sehingga sunnah hukumnya berdiri kepada para pemilik keutamaan seperti kepada kedua orang tua, orang yang bijaksana, karena memuliakan mereka adalah tuntutan syariat dan adab.”[5]


Qadhi iyadh rahimahullah berkata :

وإنما ذلك فيمن يقومون عليه، وهو جالس

“Adapun adanya larangan (dalam hadits) adalah berdiri kepada seseorang yang dia sedang duduk.”[6]

Abul Ma’ali rahimahullah berkata :

 

وإكرام العلماء وأشراف القوم بالقيام سنة مستحبة

“Memuliakan ulama dan tokohnya suatu kaum dengan cara berdiri menyambutnya adalah sunnah mustahab.”[7]


Ibnul Qayim rahimahullah berkata :

وقد قال العلماء: يستحب القيام للوالدين والإمام العادل وفضلاء الناس

 

“Para ulama telah menyatakan disunnahkannya berdiri untuk menyambut kedua orang tua, pemimpin yang adil, dan tokohnya orang banyak.”[8]

Imam al Qulyubi rahimahullah berkata :

ويسن القيام لنحو عالم ومصالح وصديق وشريف لا لأجل غنى وبحث بعضهم وجوب ذلك في هذه الأزمنة؛ لأن تركه

 

“Dan sunnah hukumnya berdiri untuk ulama, orang-orang shalih, orang jujur dan orang mulia. Tapi tidak boleh berdiri untuk orang karena kekayaannya.”[9]

Sedangkan disebutkan bahwa Ibnul Haj rahimahullah membagi keadaan berdiri untuk orang lain menjadi beberapa hukum, yaitu :

 

الأول: يكون القيام محظورا، وهو أن يقوم إكبارا وتعظيما لمن يحب أن يقام إليه تكبرا وتجبرا.

Pertama, berdiri yang dilarang. Yakni berdiri untuk menyambut seseorang sebagai bentuk kebesarannya dan pengagungan kepadanya, yakni orang tersebut memang  menyukai diperlakukan seperti itu sebagai bentuk kesombongan dan keangkuhannya.

الثاني: يكون مكروها، وهو قيامه إكبارا وتعظيما وإجلالا لمن لا يحب أن يقام إليه، ولا يتكبر على القائمين إليه.

Yang kedua, makruh. Yakni berdiri sebagai bentuk penghormatan, pengagungan dan bentuk kebesaran bagi orang yang sebenarnya tidak menyukai diagung-agungkan.

الثالث: يكون جائزا، وهو أن يقوم تجلة وإكبارا لمن لا يريد ذلك، ولا يشبه حاله حال الجبابرة

 

Yang ketiga, boleh. Yakni berdiri untuk menghormati dan menghargai orang yang tidak menuntut untuk diperlakukan demikian. Dan orang ini bukanlah termasuk tohoh atau penguasa tiran.

الرابع: يكون حسنا، وهو أن يقوم لمن أتى من سفر فرحا بقدومه، أو للقادم عليه سرورا به لتهنئته بنعمة، أو يكون قادما ليعزيه بمصاب، وما أشبه

Ke empat, hal yang baik. Yakni berdiri untuk menyambut orang yangd atang dari safar karena gembira karena kedatangannya, atau untuk menyambut dan mengucapkan selamat kepadanya atau berdiri menyambut orang yang berduka untuk menghiburnya, dan hal yang semisalnya.”[10]

Kesimpulannya

Hadits yang menyebutkan celaan berdiri untuk seseorang adalah ditujukan kepada mereka yang gila hormat atau yang minta untuk diagung-agungkan dengan cara berdiri menyambutnya.  Atau berdiri untuk menghormati orang dzalim, sombong dan yang semisalnya.

Sedangkan berdiri untuk menyambut orang yang dimuliakan seperti kedua orang tua, para guru, ulama dan orang-orang shalih adalah boleh menurut mayoritas ulama, bahkan itu disunnahkan sebagai bentuk adab kepada mereka.

وثبت جواز القيام للقادم إذا كان بقصد إكرام أهل الفضل

 

“Dan telah jelas berdasarkan dalil akan bolehnya berdiri jika ditujukan untuk memulaikan orang-orang mulia.”[11]

Wallahu a’lam.



[1] Hadits ini disebutkan oleh al Haitsami dalam Majmu’ Az Zzawaid (8/40), yang imam bazar menyatakan bahwa para rawinya adalah tsiqah.

[2] Fath al Bari (11/50)

[3] Syarah shahih Bukhari li Ibnu Batthal (9/43)

[4] Fatawa an Nawawi hal. 69

[5] Syarah Shahih Muslim (12/93)

[6] Ibid

[7] Kasyf al Qina (4/264)

[8] Mukhtashar Minhaj al Qashidin hal. 249

[9] Al Qulyubi (3/213)

[10] Al Madkhal li Ibn Haj (1/139)

[11] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (34/114)

0 comments

Post a Comment